JAKARTA, KOMPAS — Kemunculan poros ketiga dalam kontestasi Pemilihan Presiden 2019 hampir mustahil terjadi. Saat ini, baik kubu partai politik pendukung Presiden Joko Widodo maupun kubu pendukung Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto mengaku memiliki dukungan sangat solid dari koalisi yang mereka bentuk.
Meski ada kemungkinan perpecahan di antara kedua koalisi pendukung calon presiden tersebut tetap ada karena ketidaksesuaian sosok calon wakil presiden, kemunculan poros ketiga tetap sulit terjadi karena jumlah kursi yang dibutuhkan mengusung calon presiden sendiri sulit terpenuhi.
Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra Ferry Juliantono mengatakan, sangat kecil kemungkinan munculnya poros ketiga akibat perpecahan koalisi parpol pengusung Prabowo Subianto. Sebab, parpol anggota koalisi akan tetap kekurangan kursi di parlemen jika ingin membentuk koalisi poros ketiga. Dua parpol yang selama ini diasosiasikan sebagai pendukung Prabowo, yakni PKS dan PAN, hanya memiliki total 80 kursi dari Pemilu Legislatif 2014 atau kekurangan 32 kursi untuk mengusung calon presiden sendiri.
”Di kubu kami terdapat kekurangan kursi. PKS dan PAN, misalnya, tidak akan mungkin membuat poros baru. Apalagi, Pak Prabowo sudah disepakati baik oleh parpol anggota koalisi maupun Ijtima Ulama GNPF (Gerakan Nasional Pengenal Fatwa) sebagai calon presiden,” tutur Ferry dalam acara bincang Perspektif Indonesia bertajuk ”Penantian Panjang Cawapres” yang diadakan Smart FM dan Populi Center, Sabtu (4/8/2018). Hadir pula sebagai narasumber Ketua DPP PDI-P Andreas Hugo Pareira.
Ferry menilai, potensi pembentukan poros ketiga lebih besar di kubu pengusung Presiden Joko Widodo. Beberapa partai yang mengajukan nama cawapres, seperti Partai Golkar dan Partai Kebangkitan Bangsa, dapat membentuk poros ketiga karena memiliki perolehan suara 23,79 persen.
Selain itu, kedua partai tersebut memiliki basis dukungan tradisional yang kuat. Efek ekor jas (coat-tail effect) dari pengusungan Presiden Jokowi diperkirakan hanya memberikan tambahan suara sebesar 5 persen.
Menanggapi hal tersebut, Andreas mengatakan, kampanye ketua-ketua umum partai untuk menjadi cawapres merupakan hal yang wajar dalam dinamika politik. Presiden Jokowi terus berkomunikasi secara dialogis dengan para sekretaris jenderal ataupun ketua umum partai-partai pengusung. Proses penguatan koalisi dinilainya berjalan stabil.
”Proses politik kami berjalan stabil dan linier. Pertemuan Pak Jokowi dengan ketua-ketua umum partai pengusung itu memberi sinyal bagi publik bahwa koalisi tetap stabil dan solid. Tinggal menunggu pengumuman nama cawapres,” lanjut Andreas.
Beberapa ketua umum partai yang disebut mengajukan diri sebagai cawapres antara lain Ketua Umum Golkar Airlangga Hartanto, Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan Romahurmuziy, dan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar.
Sebelumnya, Airlangga mengatakan, pihaknya menyerahkan keputusan pemilihan cawapres kepada Jokowi. Ia menegaskan, Partai Golkar tidak pernah meminta posisi apa pun dalam mendukung pemerintahan. Sementara itu, Muhaimin dijadwalkan bertemu dengan 50 kiai NU malam ini.
Andreas mengatakan, terdapat variabel-variabel tidak pasti yang menghambat pemilihan cawapres, seperti putusan Mahkamah Konstitusi mengenai batasan masa jabatan wakil presiden. Namun, ia yakin keputusan presiden sudah ada sebelum penutupan penyerahan nama capres-cawapres pada 10 Agustus mendatang.
Menunggu cawapres lawan
Sementara itu, Andreas mengakui koalisi pengusung Joko Widodo menunggu pencalonan kubu koalisi pengusung Prabowo untuk mengajukan nama cawapresnya. ”Pengumuman cawapres Pak Jokowi ini memang menunggu pengumuman cawapres Pak Prabowo,” ucap Andreas.
Menurut Ferry, ini mencerminkan ketidakpercayaan diri di kubu Jokowi. Hasil survei Lembaga Survei Alvara, tingkat elektabilitas Jokowi mencapai 48,4 persen. Ferry menilai, elektabilitas petahana di bawah 50 persen menandakan posisi yang kurang menguntungkan.
Di lain pihak, menurut survei Alvara, tingkat elektabilitas Prabowo mencapai 32,2 persen. Secara umum, terdapat peningkatan elektabilitas pada kedua calon. Elektabilitas Jokowi naik 1,6 persen dari sebelumnya 46,6 persen, sedangkan Prabowo naik 5 persen dari 27,2 persen.
Ferry menyebutkan, saat ini Prabowo diberikan keleluasaan dengan tiga nama yang diusulkan PKS dan Partai Demokrat. Ketiga nama ini adalah Ketua Majelis Syuro PKS Ali Segaf Al-Jufri, Ustaz Abdul Somad, dan Komandan Tugas Bersama Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono. PAN belum mengajukan calonnya secara resmi karena menunggu rapat kerja nasional 6-7 Agustus mendatang. (KRISTIAN OKA PRASETYADI)