SURABAYA, KOMPAS — Jurang kesenjangan antara lelaki dan perempuan dalam kehidupan global masih amat dalam. Diperlukan 200 tahun bagi perempuan agar setara dengan lelaki dalam kesehatan, pendidikan, ekonomi, dan politik. Indonesia terus berjuang dan diyakini berada dalam jalur yang tepat untuk mewujudkan kesetaraan jender.
Dalam seminar internasional Women’s Participation for Economic Inclusiveness, Kamis (2/8/2018), di Surabaya, Jawa Timur, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, peminggiran peran perempuan dalam kehidupan membuat dunia kehilangan potensi produk domestik bruto (PDB) senilai 160,3 triliun dollar AS atau setara 160 kali nilai kemampuan nasional memproduksi seluruh barang dan jasa dalam setahun.
”Padahal, jika perempuan diberi kesempatan dan terlibat dalam aspek kehidupan, human capital akan naik 21,7 persen, sedangkan perekonomian tumbuh 40 persen,” kata Sri Mulyani.
Padahal, jika perempuan diberi kesempatan dan terlibat dalam aspek kehidupan, human capital akan naik 21,7 persen, sedangkan perekonomian tumbuh 40 persen.
Selain itu, peminggiran peran perempuan karena budaya patriarki atau mendahulukan lelaki membuat suatu negara tetap berada dalam ancaman kemiskinan. Saat ini, kemiskinan di Indonesia berada di 9,82 persen yang lebih rendah dari biasanya di atas 10 persen.
Sri Mulyani meyakini, penurunan angka kemiskinan salah satunya terkait dengan keberanian bangsa, khususnya perempuan, untuk mengambil kesempatan dan berperan dalam sektor vital kehidupan.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Susana Yembise memberi ilustrasi harapan sekolah untuk perempuan 7,5 tahun, sedangkan lelaki 8,4 tahun. Dari sini terlihat bahwa lelaki didahulukan untuk mendapat pendidikan daripada perempuan.
Kondisi itu lazim terjadi di keluarga miskin yang meyakini pandangan bahwa lelaki bisa lebih diandalkan daripada perempuan untuk mencari kerja guna mengatasi kesusahan ekonomi. Indeks Pembangunan Manusia perempuan 0,66, sedangkan lelaki 0,71.
Di sektor kerja formal, kata Yohana, perempuan yang terlibat hanya 37,4 persen sehingga dominasi lelaki begitu terasa. Hanya ada 13 persen perempuan yang menduduki level manajemen menengah dan 5 persen sebagai pemimpin perusahaan.
Itu berdampak pada terciptanya diskriminasi penggajian antara lelaki dan perempuan. Rata-rata gaji bulanan lelaki pekerja Rp 2,62 juta, sedangkan perempuan Rp 2,07 juta meski posisi setara.
Sabine Machl dari UN Women Indonesia mengingatkan, masih banyak perempuan berada dalam kondisi tidak aman, kurang keterampilan atau keahlian, dan menghadapi kebijakan diskriminatif. Ini dialami mereka di sektor kerja yang kurang bahkan tidak diapresiasi karena merawat orang tua, keluarga, dan atau anak-anak yang dianggap sebagai ”kodrat” perempuan.
Vivi Alatas, Lead Economist for Poverty Bank Dunia, mengungkapkan, juga banyak perempuan memperoleh gaji lebih kecil daripada lelaki meski berbeban kerja dan status yang setara.
Di dunia Usaha Mikro Kecil dan Menengah atau UMKM, perempuan kerap dihambat untuk memiliki aset dan mendapat kredit perbankan daripada lelaki. ”Jika ingin mengentaskan kemiskinan, kebijakan diskriminatif penghasilan harus dihapuskan,” katanya.
Jika ingin mengentaskan kemiskinan, kebijakan diskriminatif penghasilan harus dihapuskan.
Pelaku ekonomi
Phillia Wibowo dari McKinsey Global Institute mengungkapkan, jika perempuan lebih banyak dilibatkan dalam ekonomi global, kontribusinya bisa menembus 128 triliun dollar AS. Di tingkat nasional, kontribusi perempuan diperkirakan 135 miliar dollar AS.
Wakil Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Nurhaida mengatakan, hampir separuh populasi Indonesia adalah perempuan. Untuk itu, tidak terbantahkan perempuan merupakan pelaku ekonomi amat penting. Pada 2020, proporsi wanita dalam perekonomian diprediksi meningkat dengan kontribusi terbesar dari 60 persen populasi perempuan dalam usia produktif (15-60 tahun).
Dalam survei OJK, perempuan (istri) adalah ”menteri keuangan” keluarga. Penentuan pengelolaan keuangan keluarga 51,1 persen ditentukan oleh istri, sedangkan suami hanya 0,5 persen. Keputusan pemanfaatan uang keluarga dalam jangka pendek didominasi oleh keputusan perempuan (istri).
Rubin Japhta dari Bank Dunia mengatakan, separuh dari UMKM global dibangun dan dikembangkan oleh perempuan. Namun, 70 persennya tidak diperhatikan oleh perbankan atau sulit mendapat akses sehingga kurang mampu berkembang. Padahal, UMKM memberi kontribusi signifikan, yakni 20 persen terhadap kekuatan produksi barang dan jasa (PDB) global.