JAKARTA, KOMPAS — Selain memberikan dampak positif, media siber yang memberi akses bagi siapapun untuk mengakses informasi dalam jaringan menghadirkan dampak negatif bagi perempuan di seluruh dunia. Kejahatan siber yang menyasar perempuan, terjadi di lintas negara semakin mengancam perempuan karena modus kekerasannya terus berkembang, meluas, dan semakin kompleks.
Karena itu, dengan prinsip hak asasi manusia, semua negara harus bergerak bersama melindungi prempuan yang menjadi korban kejahatan di dunia siber.
“Saya yakin jika semua (negara) berlandaskan HAM kita bisa proses hukum kasus kekerasan terhadap perempun di dunia siber. Jadi ada norma hukum yang standar yang bisa dipegang oleh semua negara,” ujar Zarizana Abdul Azis, Direktur Proyek Uji Cermat Tuntas (Due Diligence Project) Perserikatan Bangsa-Bangsa, saat hadir dalam diskusi tentang “Kekerasan terhadap Perempuan dalam Dunia Siber dan Tanggung Jawab Negara : Kerangka Uji Cermat Tuntas” di Kantor Komisi Nasional Antikekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) Jakarta, Jumat (13/7/2018). Diskusi dipandu komisioner Komnas Perempuan Adriana Venny Aryani.
Zarizana Abdul Azis, Direktur Proyek Uji Cermat Tuntas (Due Diligence Project) Perserikatan Bangsa-Bangsa, saat hadir dalam diskusi tentang “Kekerasan terhadap Perempuan dalam Dunia Siber dan Tanggung Jawab Negara : Kerangka Uji Cermat Tuntas” di Kantor Komisi Nasional Antikekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) Jakarta, Jumat (13/7/2018).
Kerangka Uji Cermat Tuntas merupakan kerangka akuntabilitas negara untuk menghapus kekerasan terhadap perempuan. Dengan menggunakan prinsip uji cermat tuntas, membuat negara bertanggung jawab atas pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan tidak hanya oleh negara, tetapi juga oleh pelaku-pelaku non negara. Prinsip ini diharapkan diterapkan di negara-negara dalam kasus kekerasan terhadap perempuan di dunia siber, sejalan dengan Konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW).
Bahkan Deklarasi Komisi dan Majelis Umum PBB (1993) tentang Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan menyatakan bahwa setiap negara bertanggung jawab atas tindakan kekerasan terhadap perempuan yang dilakukan di ranah pribadi, apabila negara gagal untuk bertindak dengan uji cermat tuntas untuk mencegah, melindungi, mengadili, menghukum, dan memberi ganti rugi.
“Masalahnya, ketika ada kasus kekerasan siber terhadap perempuan di lintas negara, penanganannya menjadi terhambat oleh yuridiksi. Negara yang satu tidak yakin dengan undang-undang di negara lain,” kata Zarazana.
Perlindungan terhadap perempuan dari kejahatan siber sangat penting, selain dari sisi HAM dan kebebasan berekspresi. Namun yang terjadi, berbagai kekerasan terhadap perempuan dilakukan di dunia siber sampai-sampai menyentuh wilauah privasi dan kehormatan perempuan.
Karena itulah, untuk mencegah/memastikan kebeberasan berekspresi, upaya untuk menjaga identitas pribadi di daring (anonimitas) dan mengamankan informasi melalui penggunaan kode tertentu (enkripsi) harus terus diperkuat. Dengan anonimitas, pelaku kejahatan terhadap perempuan di dunia siber bisa diidentifikasi.
Wakil Ketua Komnas Perempuan Yuniyanti Chuzaifah menyatakan Komnas Perempuan memberi perhatian khusus terhadap kekerasan terhadap perempuan di dunia siber. Data Catatan Tahunan Komnas Perempuan menggambarkan setiap tahunnya angka kekerasan terhadap perempuan di dunia siber terus meningkat. Pada tahun 2017 terdapat 91 kasus kekerasan terhadap perempuan dalam dunia maya dengan berbagai modus.
Uji cermat tuntas
Prinsip uji cermat tuntas penting untuk dibahas dan diketahui negara-negara di dunia, karena dalam prinsip tersebut diatur berbagai hal yang terkait kekerasan terhadap perempuan, mulai dari pencegahan, perlindungan, penuntutan, pemberian hukuman bagi pelaku, hingga pemberian kompensasi bagi korban/penyintas jika terjadi kasus kekerasan terhadap perempuan dalam dunia siber. Termasuk, mengatur bagaimana kekerasan terhadap perempuan dalam dunia cyber yang dapat diproses hukum.
Dalam diskusi yang mengundang sejumlah pertanyaan dan tanggapan terkait kejahatan terhadap perempuan di dunia siber, Zarazana menegaskan, sebenarnya teknologi siber sangat penting dalam kehidupan masyarakat di semua negara, karena berbagai informasi bisa diakses dengan muda termasuk mempermudah komunikasi.
“Potensi internet sangat kuat, namun bisa menjadi ancaman bagi perempuan, ujar dia seraya mencontohkan bagaimana mudahnya orang mempermalukan perempuan di dunia maya melalui kata-kata, bahkan sampai mengancam. Karena ada postingan yang tidak hanya sekadar menyatakan seorang perempuan tidak bermoral, tetapi juga bisa menyebarkan ancaman lewat kalimat yang menyatakan pelaku tahu aktivitas pribadi perempuan yang menjadi korban.
Kekerasan yang dialami perempuan tersebut seharusnya bisa diawasi pemerintah, tetapi yang terjadi lebih banyak korban melaporkan kepada pihak perusahaan penyedia konten atau pengelola situs. (son)