MRT Jakarta Usulkan Tarif Rp 8.500 Per 10 Kilometer
Oleh
Ayu Pratiwi
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Hasil survei konsultan PT MRT Jakarta menunjukkan tarif kesediaan masyarakat untuk menggunakan MRT sebesar Rp 8.500 per penumpang untuk perjalanan sepanjang 10 kilometer. Tarif MRT berbasis jarak itu akan diusulkan kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Direktur Utama PT MRT Jakarta William P Sabandar mengatakan, tarif Rp 8.500 bisa menghasilkan penumpang sebanyak 130.000 orang per hari. Pembangunan Fase 1 MRT dari Lebak Bulus hingga Bundaran HI ditargetkan mulai beroperasi pada Maret 2019. Jam operasi MRT dimulai pukul 05.00 hingga 24.00 dan jarak 16 kilometer dari Lebak Bulus hingga Bundaran HI ditempuh dalam waktu 30 menit.
Tarif berbasis jarak yang akan diusulkan kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta itu bisa naik dari Rp 8.500 hingga Rp 12.000. ”Kami akan usulkan beberapa skenario kepada pemerintah. Dari situ, kami akan putuskan tarif komersialnya (tarif yang akan dibayar penumpang) berapa,” ujar William di Jakarta Selatan, Selasa (5/6/2018).
Sebelumnya, William menjelaskan, pemerintah akan menentukan tarif operasi yang dikenakan kepada penumpang. Selisih antara tarif komersial dan tarif operasi itu akan menjadi subsidi yang dibayar pemerintah.
”Saya belum tahu apabila tarif Rp 8.500 akan disetujui pemerintah. Pemerintah ada pertimbangan lain. Kami juga akan lakukan studi lain untuk mendapatkan harga tarif yang paling pas,” ujarnya.
Pengamat transportasi Djoko Setijowarno berpendapat, tarif Rp 8.500 sesuai dengan daya beli masyarakat Jakarta. ”Untuk Jakarta, harga itu tidak masalah. Harga itu bahkan lebih murah dari tarif LRT yang berada di kisaran Rp 12.000,” ucapnya.
Konektivitas
William mengatakan, harga bukan satu-satunya elemen yang akan mendorong masyarakat menggunakan transportasi umum. ”Yang lebih penting adalah konektivitas,” ujarnya.
Bagi William, stasiun itu sebaiknya juga memiliki feeder system, yakni penumpang bisa beralih ke angkutan umum lain, seperti bus, angkot, atau transportasi lain berbasis aplikasi daring. Selain itu, lahan parkir juga perlu disediakan untuk pengguna kendaraan pribadi.
Dari total 13 stasiun MRT yang ada dari Lebak Bulus hingga Bundaran HI, ada lima yang terintegrasi dengan bus transjakarta. Kelima stasiun itu adalah Lebak Bulus, Blok M, Sisingamangaraja, Dukuh Atas, dan Bundaran HI.
Djoko menambahkan, feeder system itu sebaiknya tidak termasuk transportasi berbasis aplikasi daring dan lebih fokus pada penggunaan angkutan umum, seperti bus atau LRT. Hal itu untuk benar-benar mendorong masyarakat menggunakan transportasi umum.
Uji coba Stasiun Lebak Bulus
Pada Senin (4/6/2018) dan Selasa telah dilakukan uji coba sistem perlistrikan, persinyalan, dan telekomunikasi di Stasiun MRT Lebak Bulus. Hingga akhir Mei 2018, progres pembangunan Stasiun Lebak Bulus telah mencapai 95 persen.
Progres pembangunan depo (tempat parkir, perbaikan, dan pemeliharaan kereta) serta kantor administrasi sudah hampir mencapai 100 persen. Sementara itu, pembangunan MRT Fase 1 secara keseluruhan mencapai 94 persen.
Uji coba saat ini memastikan seluruh sistem Stasiun Lebak Bulus berjalan secara terintegrasi. Kereta MRT itu memiliki sistem otomatis dan didukung dengan sistem persinyalan communications-based train control (CBTC).
”Jadi, kereta itu dikendalikan melalui sistem radio kontrol. Fungsi driver kereta adalah melakukan komunikasi dengan OCC (operation control centre), menutup pintu, dan saat ada kejadian darurat,” ucap William.
Menurut William, uji coba di Stasiun Lebak Bulus selama dua hari ini berjalan baik. Dari pantauan Kompas, Selasa, di Stasiun Lebak Bulus, kereta MRT sudah bisa melakukan perjalanan sekitar 400 meter di atas rel secara perlahan-lahan.
Uji coba seperti itu akan dilanjutkan di sepanjang jalur Lebak Bulus hingga Bundaran HI mulai Agustus 2018. Pada Desember 2018 akan memasuki tahap trial run, yakni kereta akan dioperasikan tanpa penumpang.