Di Jabar dan Jateng, Kandidat Petahana Mengungguli Non Petahana
Oleh
Ayu Pratiwi
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Hasil survei Pilkada 2018 oleh Centre for Strategic and International Studies menunjukkan, mayoritas pemilih di Jawa Barat dan Jawa Tengah mendukung pasangan calon petahana.
Sebulan setengah menjelang pemungutan suara yang dilakukan serentak pada 27 Juni 2018, kandidat pilkada non petahana memiliki pekerjaan rumah besar untuk meningkatkan tingkat popularitasnya serta mempertajam programnya supaya terasa berbeda dari kandidat petahana.
Berdasarkan hasil survei CSIS yang dilakukan pada 16-30 April 2018, pasangan Deddy Mizwar-Dedi Mulyadi mendapatkan dukungan dari 41,4 persen responden. Angka itu mengungguli pasangan M Ridwan Kamil-UU Ruzhanul Ulum yang mendapatkan dukungan sebanyak 33,5 persen. Pasangan Sudrajat-Akhmad Saikhu mendapatkan dukungan sebesar 6,9 persen dan pasangan TB Hasanuddin-Anton Charliyan 2,4 persen.
Keunggulan pasangan Deddy-Dedi itu tercermin dari tingkat popularitas mereka. Deddy merupakan sosok yang paling dikenal masyarakat. Sebanyak 90 persen menyatakan mengenal Deddy. Ridwan dikenal oleh 77,1 persen responden, Dedi 51,5 persen, dan UU 25,3 persen.
Menurut Arya Fernandes, Peneliti Departemen Politik dan Perubahan Sosial CSIS, pasangan calon yang melawan pasangan Deddy-Dedi memiliki perkerjaan rumah untuk meningkatkan popularitasnya. "Masih akan terjadi kejar-kejaran antara Deddy dan Ridwan. Namun, UU, pasangan Ridwan, hanya dikenal oleh 25,3 persen responden. Dedi, pasangan Deddy memiliki jumlah dukungan yang lebih besar, yaitu sebesar 51,5 persen," tuturnya, Jakarta Pusat, Minggu (13/5/2018).
Walaupun tingkat kepuasan publik terhadap kinerja pemerintah hanya 48,1 persen, publik cenderung memilih petahana karena gagasan yang dikampanyekan oleh kandidat non petahana tidak dianggap cukup menarik. "Program Ridwan tidak jauh berbeda dari program Deddy. Dalam kondisi itu, publik memilih kandidat petahana. Performa petahana juga tidak menjadi pertimbangan utama publik dalam pemilihannya," ujar Arya.
Jawa Tengah
Fenomena serupa juga bisa dilihat di Jawa Tengah. Pasangan Ganjar Pranowo-Taj Yasin didukung oleh 66,5 persen responden dan jauh mengungguli pasangan Sudirman Said-Ida Fauziyah yang didukung 14,8 persen. Sudirman dan Ida, kandidat non petahana, kalah dari sisi popularitas.
Sudirman hanya dikenal oleh 39 persen responden dan Ida oleh 28 persen. Dibanding angka itu, Ganjar dikenal oleh 83,7 persen responden dan Sudirman 39 persen.
"PR berat kandidat non petahana adalah meningkatkan popularitas mereka. Namun, pasangan Ganjar-Taj sepertinya susah dibendung karena selisih tingkat elektabilitas antara kedua pasangan itu melebihi 40 persen," ungkap Arya.
Jawa Timur
Di Jawa Timur, kandidat petahana Saifullah Yusuf-Puti Guntur Soekarno tidak memiliki keunggulan yang sama dibanding kandidat petahana di Jawa Barat dan Jawa Tengah. Sebanyak 53,5 persen responden di Jawa Timur mendukung pasangan Khofifah Indar Parawansa-Emil Elestianto. Pasangan Saifullah-Puti hanya mendapatkan dukungan sebanyak 37,8 persen.
"Selisih antara kedua pasangan itu lebih dari 30 persen dan melebihi margin of error. Pendukung Khofifah juga tampaknya merasa lebih mantap terhadap pilihannya dibanding Saifullah," tutur Direktur Eksekutif CSIS Philips J Vermonte.
Sebanyak 65,9 persen pendukung pasangan Khofifah-Emil merasa "sangat mantap" dengan pilihan mereka. Di sisi lain, sebanyak 57,3 persen pendukung pasangan Saifullah-Puti merasa "sangat mantap" dengan pilihan mereka. Sisanya mengaku, merasa ragu dan mungkin merubah pilihannya.
Pendukung kedua pasangan sama-sama puas dengan kinerja pemerintah Jatim. Tema yang perlu dikampanyekan kedua pasangan, menurut Philips, bukan bagaimana memperbarui program pemerintah tetapi bagaimana memperdalaminya
Survei pilkada
Hasil survei CSIS ini merupakan tiga dari lima provinsi yang dipaparkan pada Minggu (13/5/2018) di Jakarta Pusat. Selain Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur, lembaga peneliti itu juga melakukan survei pilkada serentak di Sumatera Utara dan Sulawesi Selatan.
Kelima provinsi itu dipilih karena jumlah penduduknya yang besar. Gabungan jumlah penduduk kelima wilayah itu mencapai sekitar 160 juta penduduk atau sekitar 90 persen dari jumlah total pemilih Pilkada 2018.
Setiap provinsi yang disurvei itu memiliki jumlah responden awal sebesar 1.000 orang. Setelah melalui proses kontrol, jumlah responden yang dinilai valid untuk dianalisis sekitar 900 orang per provinsi.
Mereka adalah warga Indonesia berusia 17 tahun ke atas atau sudah menikah dan tersebar di seluruh kabupaten/kota provinsi itu, sesuai dengan daftar Komisi Pemilihan Umum Daerah. Proses wawancara dilakukan secara tatap muka menggunakan kuesioner oleh pewawancara yang sudah dilatih oleh CSIS sebelumnya.