BOGOR, KOMPAS - Gereja Katolik di Kota Bogor menyelenggarakan bincang-bincang berjudul "Mencari kriteria pemimpin yang dibutuhkan Kota Bogor" di Aula Puspas Keuskupan Bogor, Minggu (29/4/2019).
Acara diadakan untuk membantu umat Katolik memilih Wali Kota-Wakil Wali Kota Bogor tahun 2018.
Empat pasang calon yang berlaga dalam Pilkada Kota Bogor juga diundang dalam acara ini. Namun, yang hadir hanya dua pasangan calon yakni Bima Arya Sugiarto-Didie Achmad Rachim dan Dadang Iskandar Danubrata-Sugeng Teguh Santoso.
Pasangan Achmad Ru\'yat-Zaenul Mutaqin diwakili tim suksesnya Moch "Rommy" Imron. Adapun Edgar Suratman-Syefwelly Gynanjar Djoyoduningrat tidak hadir.
Menjawab pertanyaan pengunjung terkait penanganan kemacetan, Bima mengatakan, programnya ada yang sudah, sedang, dan akan berlangsung. Konversi angkot menjadi bus sedang berlangsung, nantinya angkot hanya di pinggir kota. Subsidi gaji sopir angkutan umum dianggarkan Rp 80 miliar.
Adapun Dadang mengatakan, kebijakan sistem satu arah di lingkar Kebun Raya Bogor akan dievaluasi. Pihaknya akan membatasi angkot luar kota masuk ke dalam Kota Bogor, dengan membangun terminal batas kota.
Rommy mengatakan, Ru\'yat akan membangun semi stadion di setiap kecamatan, sehingga kegiatan tidak melulu bergerak ke pusat kota.
Wajib berpartisipasi
Setiap umat wajib peduli dan berpartisipasi dalam pemilihan umum kepala memilih daerahnya. Dalam kaitan itu, yang dipilih bukanlah siapa dia, tetapi apa yang akan dia lakukan untuk masyarakat.
Antonius Sinaga, panitia penyelenggara acara, mengatakan, acara ini diadakan untuk memberikan pemahaman politik kepada umat Katolik, agar umat Katolik melek politik, tidak alergi politik, dan mau terlibat aktif dalam pesta demokrasi, baik Pilkada 2018, Pileg 2019, dan Pilpres 2019.
"Selama ini, banyak umat Katolik yang tak acuh terhadap politik dan merasa politik itu kotor. Ini saatnya umat perlu hadir dan terlibat dalam politik," kata Sinaga.
Dalam hal pilihan politik, Gereja Katolik selalu berada di tengah dan netral. "Netral berarti tidak berpihak pada calon manapun, biar umat yang menentukan pilihan sesuai hati nuraninnya," ucap Sinaga.
Acara kali ini diisi oleh J Kristiadi (pengamat politik Center for Strategic and International Studies/CSIS), Sonny Y Soeharso (Deputi Badan Pembinaan Ideologi Pancasila/BPIP), Yustinus Prastowo (Direktur Center for Indonesia Taxation Analysis/CITA), AM Lilik Agung (Ketua Umum Sumber Daya Rasuli), serta moderator wartawan Harian Kompas A Maryoto. Hadir juga Direktur Jenderal Bimas Katolik Kementerian Agama Eusebius Binsasi.
Yustinus Prastowo mengatakan, dalam memilih pemimpin atau kepala daerah, dari perspektif ekonomi, pilihlah sosok yang berkomitmen pada transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi. "Minta saja dia untuk membuka surat pemberitahuan tahunan (SPT) pajak dan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), tanya berapa besar uang dan kekayaannya, dari mana uangnya, untuk apa atau disalurkan kemana saja uangnya," katanya.
Sedangkan Lilik Agung mengatakan, pemimpin yang efektif adalah yang memiliki kapabilitas, integritas, otoritas, dan karitas (melayani masyarakat umum). " Jadi, para calon itu kita beri skor dari satu sampai lima untuk empat kriteria penting itu. Total skor yang paling tinggi, itu yang kita pilih," katanya.