Cegah Kegaduhan, Parpol Harus Tanamkan Nilai Kebinekaan
Oleh
Dhanang David Aritonang
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Partai politik berperan untuk melakukan edukasi nilai Pancasila dan kebinekaan kepada para kader serta pendukungnya untuk mengurangi kegaduhan jelang Pemilu 2019.
Indikasi kegaduhan mulai muncul yang ditandai dengan terjadi intimidasi antarkelompok masyarakat pada acara Car Free Day (CFD), Minggu (29/04/2018).
Intimidasi atau persekusi dilakukan oleh sekelompok warga yang menamakan dirinya gerakan “#2019GantiPresiden” terhadap beberapa warga yang menggunakan kaos dengan bertuliskan “#DiaSibukKerja”.
Kepala Bidang Pembinaan Ideologi Pancasila Yudi Latif mengatakan, insiden ini merupakan ekspresi yang keluar dari jalur keadaban publik.
"Apapun ekspresinya harus dalam ambang batas tertib sipil, toleran, tidak diskrimintif dan tidak bersifat persekusi. Hal ini bertentangan dengan prinsip demokrasi," ujarnya seusai acara diskusi "Membumikan Pancasila, Merawat Kebinekaan" di Jakarta, Senin (30/04/2018).
Menurut Yudi, untuk mengantisipasi kegaduhan ini, seharusnya parpol mampu membumikan nilai Pancasila dan kebinekaan kepada para kader dan pendukungnya.
"Tentu saja setiap parpol fungsinya mengembangkan pendidikan politik. Pertanyaannya, apakah parpol ini mengembangkan pendidikan politiknya atau tidak, ada nilai-nilai kewarganegaraan yang perlu disepakati," katanya.
Yudi menuturkan, wajar saja jika sejumlah pihak memiliki simbol, ikon, atau tagline menjelang Pemilu 2019.
"Dalam politik selalu ada kepentingan. Namun, harus diperjuangkan dalam bingkai dan nilai konsensus bangsa. Jangan sampai kepentingan tersebut membuat kita merobohkan payung konsensus yang telah ada," ucapnya.
Sementara itu Ketua umum Vox Point Indonesia, Yohanes Handoyo, mengatakan, memasuki tahun politik ini, kesadaran terkait Pancasila dan kebinekaan perlu ditingkatkan. Hal itu untuk meredam gesekan antarkelompok masyarakat akibat lunturnya nilai kebinekaan.
Menurut dia, pemahaman kebinekaan ini perlu ditanamkan kepada seluruh elemen, mulai dari pemerintah, parpol, masyarakat, dan dunia pendidikan.
“Kita seperti hidup dalam situasi disorientasi ideologi negara, sehingga mengangkat topik Pancasila dan kebinekaan adalah hal yang relevan pada saat ini,” ujarnya.
Yohanes menuturkan, Pancasila sebagai ideologi negara harus menjadi penggerak dan sumber nilai bagi seluruh masyarakat. Selain itu, upaya yang bertentangan dengan Pancasila dan kebinekaan perlu diwaspadai, seperti ujaran kebencian, degradasi moral, dan politik identitas.
Penerapan nilai
Peneliti Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP), Siti Musdah Mulia, mengatakan, saat ini tantangan besar yang kini dihadapi masyarakat yaitu mengenai kemanusiaan. Menurut dia, untuk menanamkan nilai Pancasila dan kebinekaan bisa ditanamkan melalui pendidikan agama.
"Banyak yang beragama, namun belum menjadi manusiawi. Seharusnya pendidikan agama tidak hanya berupa doktrin, tetapi penanaman nilai kultural bangsa, sehingga agama bisa menghilangkan prasangka dan dugaan antar sesama," ujarnya.
Siti menjelaskan, memasuki tahun politik, Indonesia menghadapi situasi masyarakatnya lebih percaya terhadap pendapat pribadi dibandingkan fakta-fakta objektif. "Jangan sampai politisasi agama sarana yang digunakan untuk pemilu nanti," katanya.
Staf Ahli Sosial Ekonomi Kapolri Irjen Gatot Eddy Pramono mengatakan, perlu ada upaya kontra radikalisasi terhadap pihak yang rentan terpapar radikalisme. Upaya ini dapat ditanamkan melalui tokoh-tokoh agama yang memiliki pola pikir islam yang moderat atau islam nusantara.
"Pihak yang rentan ini karena jaringan yang mereka ikuti. Oleh karena itu, pengajian yang sifatnya radikal tentunya kami antisipasi. Kemudian, antisipasi terhadap media sosial dan internet juga kami lakukan bekerjasama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika," ucapnya.