Masalah Sipol Dibahas Lagi dalam Sidang Dugaan Pelanggaran Etik
Oleh
DD05
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Masalah sistem informasi pemilu kembali dibahas oleh partai politik yang tidak lolos sebagai peserta Pemilu 2019. Partai ini menduga ada pelanggaran kode etik dalam penerapan sistem tersebut. Namun, Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilu menilai, penyelenggara pemilu telah bekerja sesuai prosedur.
Kuasa hukum Partai Idaman dan Partai Rakyat, Heriyanto, menilai, Sistem Informasi Partai Politik (Sipol) menjadi beban bagi parpol karena harus memasukkan ribuan data terkait anggota parpol ke sistem daring.
”Selain itu, server Sipol ini sempat bermasalah ketika itu. Jadi, ada beberapa data yang hilang dan memakan waktu untuk mengunggah data tersebut,” ucap Heriyanto dalam sidang dugaan pelanggaran kode etik di kantor Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Jakarta, Rabu (14/3).
Pada sidang kali ini, ada tiga partai sebagai pengadu, yaitu Partai Idaman, Partai Rakyat, dan Partai Republik. Ketiga partai ini tidak lolos sebagai peserta Pemilu 2019 karena tidak memenuhi syarat administrasi.
Sidang kali ini juga dihadiri Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman dan Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Abhan Misbah sebagai pihak yang diadukan. Sekretaris Jenderal Partai Idaman Ramdhansyah berharap ketua KPU dan Bawaslu bisa diberhentikan jika ditemukan pelanggaran etik.
”Dalam sistem Sipol, ketua umum dan sekjen Partai Idaman saja berstatus tidak memenuhi syarat ketika kami unduh data keanggotaan. Kami rasa ada kesalahan sistem server dari Sipol ini,” ucapnya.
Dalam sistem Sipol, ketua umum dan sekjen Partai Idaman saja berstatus tidak memenuhi syarat ketika kami unduh data keanggotaan. Kami rasa ada kesalahan sistem server dari Sipol ini.
Heriyanto juga mengatakan, setiap partai memiliki sumber daya manusia yang terbatas. Menurut dia, tidak semua anggota memahami tata cara mengunggah data ke Sipol, khususnya generasi tuanya.
Ramdhansyah menambahkan, Sipol ini juga tidak sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Menurut dia, sebelumnya Sipol dimuat dalam Peraturan KPU (PKPU) Nomor 11 Tahun 2017. Namun, KPU merivisi peraturan tersebut dan dimasukkan ke dalam PKPU Nomor 6 Tahun 2018.
”Kami masih merujuk pada PKPU Nomor 11 Tahun 2017 yang membahas terkait sistem pendaftaran, verifikasi, dan parpol peserta pemilu,” katanya.
Arief menjelaskan, KPU telah bekerja sesuai prosedur yang sudah ada. Prosedur tersebut terkait sosialisasi dan uji publik.
”Sipol ini bukan barang baru, sudah kami terapkan dalam Pemilu 2014. Sistem ini sesuai dengan semangat KPU yang bekerja dengan transparan sehingga data bisa diakses oleh semua pihak asal terkoneksi dengan internet,” ujarnya.
Menurut Arief, berdasarkan data kuantitatif, lebih banyak peserta parpol yang tidak mempermasalahkan Sipol ini. Pembimbingan terkait tata cara memasukkan data ke Sipol sudah dilakukan oleh KPU.
Abhan mengatakan, Partai Idaman merupakan partai yang paling banyak melakukan pelaporan ke Bawaslu. Tercatat, ada empat pelaporan yang telah diproses oleh Bawaslu terkait penanganan pelanggaran administrasi yang dilaporkan Partai Idaman.
”Ada proses mediasi dan adjudikasi yang telah kami lakukan terhadap Partai Idaman, tetapi mereka tetap belum bisa memenuhi proses administrasi yang diterapkan,” katanya.
Putusan sidang ini masih ditunda karena pihak dari Partai Republik belum menyampaikan gugatannya dalam persidangan. Sebelumnya, permasalah Sipol ini juga menjadi polemik yang dibahas oleh parpol yang tidak lolos proses adminstrasi.
Pada Kompas (24/10), Partai Idaman, Partai Rakyat, serta Partai Pengusaha dan Pekerja Indonesia (PPPI) melaporkan adanya dugaan pelanggaran ke kantor Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), Jakarta. Ketiga parpol itu fokus mempersalahkan kerumitan dan ketidakadilan pada persyaratan mengisi Sipol.
Ketua Umum Partai Idaman Rhoma Irama mengatakan, partainya diperlakukan tidak adil pada pemenuhan syarat Sipol. Sebab, banyak partai lain, baik yang baru seperti Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Partai Berkarya, dan Partai Garuda, maupun lama, Partai Demokrat, Partai Hanura, dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang tidak memenuhi syarat Sipol.