Keberhasilan Peretas Jadi Peringatan Situs Indonesia untuk Perkuat Keamanan
Oleh
DD12
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kepolisian masih mendalami motif peretasan yang dilakukan tiga mahasiswa yang berasal dari Surabaya, Jawa Timur. Dengan kemampuan menembus pertahanan beberapa situs yang berasal dari Amerika Serikat yang dikenal aman, jaringan ini berpotensi menembus keamanan situs-situs dalam negeri. Oleh karena itu, pengungkapan jaringan ini menjadi peringatan bagi pengelola situs-situs dalam negeri untuk memperkuat sistem keamanan.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Raden Prabowo Argo Yuwono di Jakarta, Rabu (14/3), menyatakan, kepolisian masih mengusut jaringan yang berada di belakang aktivitas ilegal ini. Ia menjelaskan, upaya peretasan ini diketahui berdasarkan laporan dari Biro Investigasi Federal Amerika Serikat (FBI).
”Tujuan mereka sampai 44 negara. Mereka mengaku ingin melihat keamanan perusahaan-perusahaan, namun melakukannya secara ilegal. Mereka juga meminta imbalan. Itu yang tidak boleh,” ujarnya.
Tiga mahasiswa berinisial AN (21), ATP (21), dan KRS (21) ini menjadi tersangka kasus peretasan 3.000 sistem elektronik dan situs internet di 44 negara. Mereka bertiga tertangkap di Surabaya, tetapi tiga tersangka lainnya berhasil meloloskan diri. Mereka anggota peretas Surabaya Black Hat. (Kompas, 14/3).
Tujuan mereka sampai 44 negara. Mereka mengaku ingin melihat keamanan perusahaan-perusahaan, tetapi melakukannya secara ilegal.
Ardi Sutedja, pengamat keamanan siber dan Ketua Indonesia Cyber Security Forum (ICSF), menyatakan, pengungkapan kasus peretasan yang dilakukan kelompok ini bisa dilihat sebagai peringatan akan peningkatan kemampuan peretas dalam negeri.
Ia menganggap, kelompok ini memiliki jaringan yang luas dan kuat karena mampu membobol beberapa situs di Amerika Serikat yang dikenal memiliki keamanan siber yang tinggi.
”Logikanya, untuk apa mereka meretas situs-situs di Amerika Serikat. Kepolisian harus mencari tahu alasan itu. Tidak mungkin hanya mengetes keamanan. Ini juga bisa menjadi peringatan bagi kita,” tuturnya.
Menurut Ardi, kemampuan yang tinggi ini bisa saja digunakan untuk meretas situs-situs penting di Tanah Air, terutama pelayanan publik. Ketika suatu situs pelayanan publik berhasil diretas, berbagai konten bersifat provokatif bisa dimunculkan untuk meresahkan masyarakat. Jika mampu ditembus dan diretas, bisa saja halaman situs diganti dengan konten-konten hoaks.
Kelompok ini memiliki jaringan luas dan kuat karena mampu membobol beberapa situs di Amerika Serikat yang dikenal memiliki keamanan siber yang tinggi.
Ardi menyoroti perhelatan politik berupa Pemilihan Kepala Daerah 2018 dan Pemilihan Umum 2019. Ia berujar, Komisi Pemilihan Umum (KPU) pusat dan daerah harus meningkatkan keamanannya. Informasi-informasi penting yang berkaitan dengan Pemilihan Kepala Daerah 2018 dan Pemilihan Umum 2019 harus bisa dipastikan keamanannya.
”Keamanan harus diperketat. Jika situs lembaga penting seperti KPU berhasil diretas dan dibongkar, ini akan memunculkan skeptisme publik. Selain masalah politis ini, database yang berhasil diintip ataupun dicuri memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Menyandera data memang bisa mendapatkan keuntungan, tapi menjual data di pasar gelap itu jauh lebih menggiurkan,” tuturnya.
Budaya digital
Berkembangnya kejahatan siber yang seiring dengan kemajuan teknologi, ujar Ardi, harus diiringi dengan penerapan budaya peduli terhadap keamanan siber. Ia menjelaskan, masyarakat masih mengesampingkan keamanan data pribadi dalam kebudayaan digital.
Salah satu contoh budaya keamanan digital adalah mengganti password dan personal identification number (PIN) atau kode angka rahasia secara berkala. Selain itu, Ardi menjelaskan, para pengguna juga sebaiknya lebih berhati-hati menggunakan data pribadi di media sosial.