JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah didorong untuk segera menetapkan harga batas bawah dan atas pada batubara. Penetapan harga tersebut diharapkan dapat menekan biaya produksi pembangkit listrik berbahan batubara.
Pada Januari 2018, harga batubara berkalori 6.322, yaitu 95,54 dollar AS per ton. Pada Februari 2018, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) kembali menaikkan harga batubara acuan (HBA) menjadi 100,69 dollar AS per ton. Karena kenaikan tersebut, diperkirakan biaya penyediaan listrik tahun 2018 akan naik sekitar Rp 23,8 triliun.
Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (IRESS) Marwan Batubara mendorong pemerintah agar mengatur Sumber Daya Alam di Indonesia sesuai dengan konstitusi. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 33 Ayat 3 Undang Undang Dasar 1945 tentang pemanfaatan sumber daya alam (SDA).
“Pemerintah harus mengelola SDA di Indonesia untuk kemakmuran rakyat,” kata Marwan dalam diskusi publik bertajuk “Batubara untuk Siapa?” yang diselenggarakan oleh Forum Pengembangan Ekonomi Masyarakat di Jakarta, Rabu (21/2). Marwan mengatakan, saat ini lebih dari 90 persen kekayaan SDA dikelola oleh swasta dan asing.
Marwan menyarankan agar pemerintah bertindak tegas memberlakukan pajak atas keuntungan tidak terduga (windfall profit atau WPT) pada pengelola SDA di Indonesia. Menurut Marwan, penentuan pajak tersebut dapat menekan biaya pengeluaran dari PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) selaku Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk membeli batubara.
Menurut Marwan, pihak swasta harus memprioritaskan kebutuhan di dalam negeri.
Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gajah Mada Fahmy Radhi mengatakan, kenaikan harga batubara akan mempengaruhi tarif dasar listrik (TDL). “60 persen pembangkit listrik di Indonesia menggunakan energi batubara,” kata Fahmy.
Menurut Fahmy, jika TDL tidak naik, maka PLN akan rugi. Posisi PLN akan terjepit karena regulasi ditetapkan oleh pemerintah.
Salah satu solusi agar PLN tidak rugi, yaitu menaikkan TDL. Namun, kebijakan tersebut akan menyebabkan inflasi sehingga kebutuhan pokok akan meningkat. Akibatnya, rakyat miskin akan dirugikan.
Hingga saat ini, TDL belum naik karena subsidi dari pemerintah. Fahmy menyarankan agar masalah ini dapat diselesaikan tanpa menggunakan subsidi dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). “Dana APBN seharusnya digunakan untuk pembangunan yang lebih produktif,” kata Fahmy.
Fahmy mendorong pada pemerintah sebagai regulator untuk menetapkan harga batubara Domestic Market Obligation (DMO).
Menurut Fahmy, penetapan batas harga tersebut akan membantu pemerintah menekan biaya pengeluaran untuk membeli batubara ketika harga sedang naik. Selain itu, akan membantu pihak swasta ketika harga pasar sedang turun. “Ketetapan harga tersebut sebagai bentuk gotong royong antara pemerintah dengan pihak swasta dalam memanfaatkan SDA,” kata Fahmy (DD08)