Bupati Hulu Sungai Tengah yang Ditangkap KPK Ternyata Mantan Napi Korupsi
Oleh
Rini Kustiasih
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Bupati Sungai Hulu Tengah Abdul Latif yang ditangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi, Kamis kemarin, ternyata pernah menjadi narapidana kasus korupsi, tahun 2005-2006. Bupati yang mantan pengusaha itu pernah tersangkut korupsi dalam proyek pembangunan sekolah di kabupaten tersebut.
Ketua KPK Agus Rahardjo di dalam keterangan pers, Jumat (5/1) di Jakarta mengatakan, sebelum menjadi bupati, Abdul Latif adalah pengusaha dan kontraktor yang memiliki PT Sugriwa Agung. Rekening perusahaan yang sama dijadikan tujuan penyimpanan hasil penerimaan fee proyek pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah Damanhuri di Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan.
Abdul Latif menyimpan uang fee proyek hasil pemberian dari pihak swasta ke dalam rekening koran PT Sugriwa Agung senilai Rp 1,8 miliar. Uang itu diduga berasal dari penerimaan pada September-Oktober 2017. KPK juga menyita uang Rp 1,8 miliar dari penerimaan pada 3 Januari. Selain itu, KPK juga mendapati ada transfer dari Donny sebesar Rp 25 juta sebagai komisi untuk Fauzan.
Pada tahun 2005-2006, Abdul Latif pernah tersangkut kasus korupsi pembangunan SMA I Labuan Amas Utara di kabupaten itu. Ada kerugian sekitar Rp 711.880.000 dari tindakannya itu.
"Pada saat itu dirinya (Abdul Latif) masih menjadi pengusaha. Dia akhirnya divonis 1,5 tahun," ungkap Agus.
Pada tahun 2005-2006, Abdul Latif pernah tersangkut kasus korupsi pembangunan SMA I Labuan Amas Utara di kabupaten itu. Ada kerugian sekitar Rp 711.880.000 dari tindakannya itu. Dia divonis 1,5 tahun
Setelah keluar dari bui, Abdul Latif mencoba peruntungan sebagai anggota DPRD. Ia pun terpilih sebagai sebagai anggota DPRD Kabupaten Hulu Sungai Tengah untuk periode 2014-2019.
Namun, jabatan anggota DPRD itu ditinggalkannya. Abdul Latif terpilih menjadi bupati pada Februari 2016.
"Menjelang perhelatan Pilkada, ini menjadi peringatan bagi kita semua. Harus dilihat dulu track record orang sebelum memilih sebagai kepala daerah. Seharusnya yang dipilih adalah orang yang baik, tidak memiliki cacat hukum," ujarnya.
Agus pun menyayangkan penangkapan Abdul Latif ini. Sebab, kabupaten yang dipimpinnya termasuk daerah dampingan KPK dalam supervisi pencegahan korupsi.
"Beberapa kali terjadi di daerah yang kami dampingi, ternyata akhirnya kena tangkap tangan. Saudara lihat sendiri bagaimana Bupati Klaten tanda tangan nota integritas di KPK. Lalu Gubernur Bengkuku juga begitu, dan saya lihat sendiri dia tanda tangan di Bengkulu," kata Agus.
Komitmen kepala daerah dalam memberantas korupsi, menurut Agus, harus lahir dari kesadaran dirinya. Bukan formalitas dan seremonial belaka.
Dalam operasi tangkap tangan kemarin, KPK mengamankan enam orang, yakni Abdul Latif (ALA/bupati), Fauzan Rifani (FRI/ Ketua Kamar Dagang dan Industri Indonesia di Barabai), Abdul Basit (ABS/Direktur Utama PT Sugriwa Agung), Donny Witono (DON/Direktur Utama PT Menara Agung), Rudy Yushan Afarin (RYA/pejabat pembuat komitmen di Kabupaten Hulu Sungai Tengah), dan Tukiman (TMN/ konsultan pengawas).
Penyidik KPK menangkap keenam orang itu di dua tempat, yakni Surabaya (Jawa Timur), dan Hulu Sungai Tengah. Di Surabaya, tim KPK bergerak pada pukul 09.20 untuk menangkap Donny di Bandara Juanda, saat akan terbang ke Banjaasin, Kalsel.
Pada saat bersamaan, tim lainnya di Kalsel menangkap Fauzan di rumahnya yang ada di Jalan Surapati, Batang Alai. Dari rumah Fauzan, penyidik KPK menemukan sejumlah buku tabungan Bank Mandiri.
Tim selanjutnya bergerak ke rumah dinas bupati dan menangkap Abdul Latif. Penyidik juga membawa Abdul Latif ke rumah pribadinya. Dari hasil penggeledahan, ditemukan uang Rp 65.650.000 di brankas milik Abdul Latif di rumahnya. Penyidik juga mendapati sejumlah buku tabungan, yang di antaranya adalah milik Fauzan.
Penyidik juga menyita uang Rp 35 juta dari tas kerja Abdul Latif.
Secara berturut-turut, penyidik kemudian menangkap Abdul Basit di Pasar Khusus Murakarta di Barabai. Adapun Rudy dan Tukiman ditangkap bersamaan di runag kerja Rudy di RSUD Damanhuri.
KPK menduga ada komitmen fee sebesar 7,5 persen dari nilai proyek atau sekitar Rp 3,6 miliar yang diterima oleh tiga pihak, yakni Abdul Latif, Abdul Basit, dan Fauzan. Pihak pemberi ialah Donny Witono selaku Dirut PT Menara Agung.
"Kalau dilihat dari konstruksi kasusnya, pihak pemberi ini kan sebenarnya tidak ikhlas untuk memberikan fee kepada penerima karena merasa tidak menerima pembayaran penuh dari pemerintah daerah untuk pembangunan rumah sakit itu," kata Agus.
Uang fee proyek itu diduga terkait dengan pembangunan rumah sakit kelas I, II,VIP, dan VVIP di RSUD Damanhuri, tahun 2017. Selain itu, ada janji untuk pembangunan proyek besar di tahun 2018, yakni pembangunan unit gawat darurat (UGD) di RS yang sama.
"Kami sudah lama memantau komunikasi sejumlah pihak dalam kasus ini. Saya khawatir ini akan dilakukan OTT pada tahun baru, tetapi ternyata tahun baru sudah lewat, dan OTT dilakukan pada 4 Januari," urai Agus.
Salah satu kode komunikasi yang ditangkap dari pemantauan KPK ialah adanya ungkapan "sudah seger kan" dalam salah satu percakapan di antara mereka.
Agus mengatakan, dari hasil penelusuran yang dilakukan tim KPK, ternyata Abdul Latif adalah pemilik PT Sugriwa Agung. Sebelum menjadi bupati, ia mengelola perusahaan itu.
"Semua uang langsung ditampung di rekening itu (rekening PT Sugriwa Agung). Mudah-mudahan ada pengembangan lebih lanjut, sebab banyak proyek yang dikerjakan oleh perusahaan itu di Kabupaten Hulu Sungai Tengah," ujar Agus.
Perusahaan lainnya yang terlibat dalam kasus ini, yakni PT Menara Agung juga memiliki catatam buruk dalam usahanya. Perusahaan yang dipimpin Donny itu diketahui banyak menangani proyek di Hulu Sungai Tengah, tetapi banyak proyeknya yang tidak selesai dikerjakan atau wanprestasi.
Juru bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, empat orang langsung ditetapkan sebagai tersangka, yakni Abdul Latif, Abdul Basit, Donny Witono, serta Fauzan Rifani. Mereka ditahan di tempat terpisah. " ALA di Rutan KPK, DON di Rutan Polres Jaktim, sedangkan FRI dan ABS di Rutan Guntur, ujarnya.