Hakim Tolak Keberatan Tim Penasehat Hukum Setya Novanto
Oleh
Madina Nusrat
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta yang diketuai Yanto menolak eksepsi atau nota keberatan yang diajukan tim penasihat hukum mantan Ketua DPR Setya Novanto, terdakwa korupsi pengadaan Kartu Tanda Penduduk elektronik 2011-2012. Dakwaan jaksa pada Komisi Pemberantasan Korupsi dinyatakan telah memenuhi syarat formil dan materil.
Keputusan itu disampaikan Yanto dalam menjatuhkan putusan sela terhadap eksepsi tim penasihat hukum Novanto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (4/1). “Mengadili, keberatan penasihat hukum terdakwa tak dapat diterima. Memerintahkan jaksa penuntut umum untuk melanjutkan pemeriksaan terdakwa,” jelasnya.
Dalam pertimbangannya, anggota majelis hakim Anwar menyampaikan, tentang keberatan tim penasihat hukum Novanto bahwa dakwaan batal demi hukum karena Novanto didakwa bersama dengan teman-teman yang berbeda dengan perkara sebelumnya. Begitu pula terhadap jumlah uang yang menguntungkan sejumlah pihak, menurut penasihat hukum Novanto, itu juga berbeda dengan jumlah yang dimuat dalam dakwaan Novanto.
Menanggapi keberatan tersebut, Anwar menyampaikan, majelis hakim mempertimbangkan bahwa surat dakwaan yang diajukan jaksa telah memenuhi syarat formil dan materil sesuai pasal 143 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. “Syarat materil dakwaan sudah terpenuhi dalam dakwaan jaksa,” ucapnya.
Sementara uraian keberatan yang disampaikan penasihat hukum Novanto, menurut Anwar, itu sudah masuk dalam domain perkara yang harus dibuktikan dalam pokok perkara nantinya. Hal itu terkait hilangnya nama-nama yang menerima uang pada perkara sebelumnya, tetapi nama-nama itu tak disebutkan dalam dakwaan Novanto.
Seperti disebutkan dalam eksepsi penasihat hukum Novanto, ada sejumlah pihaknya yang diuntungkan dalam perkara ini, diantaranya diantaranya Melchias Marcus Mekeng sebesar 1,4 juta dollar AS, Olly Dondokambey sebesar 1,2 juta dollar AS, Anas Urbaningrum sebesar 5,5 juta dollar AS, dan sejumlah pihak lainnya. Sehingga totalnya mencapai Rp 2,3 triliun.
“Keberatan penasihat hukum terdakwa tersebut tentunya tak dapat dipertimbangkan majelis hakim sebagai keberatan. Karena sesungguhnya siapa yang akan diajukan jpu sebagai terdakwa itu mutlak kewenangan jaksa. Hilangnya nama-nama yang menerima uang itu tentunya tak membuat surat dakwaan jaksa jadi batal demi hukum, karena tak dicantumkannya nama-nama tersebut adalah sudah jadi kewenangan jaksa,” jelas Anwar.
Terkait kegelisahan penasihat hukum Novanto terkait hilangnya nama-nama tersebut, Anwar menyampaikan, bahwa nama-nama itu sudah disebutkan dalam perkara sebelumnya, yakni pada perkara Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Irman, Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Kemendagri Sugiharto, dan pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong.
“Dalam dakwaan Novanto, nama-nama itu tak disebut, maka itu tak membuat surat dakwaan jaksa menjadi kabur karena dalam dakwaan Novanto berkaitan dengan Pasal 55 KUHP yang telah disebutkan bersama-sama Irman, Sugiharto, Andi, Anang Sugiana Sudihardjo (pengusaha pemenang lelang pengadaan KTP elektronik,” terang Anwar.