Perkembangan Sektor E-dagang dan Logistik Menambah Pasar Properti
Oleh
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pengembang properti perlu memperhatikan perusahaan e-dagang dan logistik sebagai pangsa pasar baru. Perkembangan sektor tersebut memperlihatkan kinerja positif dengan ditunjukkannya kebutuhan perusahaan e-dagang pada ruang kantor dan pergudangan baru.
Hal itu dikemukakan dalam acara media briefing yang diadakan di Savills Indonesia di Panin Tower, Jakarta Pusat, Selasa (30/8), yang membicarakan pengaruh perkembangan perusahaan e-dagang dan logistik di dunia properti. Hadir sebagai narasumber Kepala Departemen Riset dan Konsultansi Savills Indonesia Anton Sitorus dan Penasihat Eksekutif Senior Savills Indonesia Lucy Rumantir.
Perusahaan konsultan properti itu memberikan penjelasan kepada media tentang potensi baru pengembangan properti untuk perusahaan e-dagang.
Pada awal berdiri, perusahaan-perusahaan e-dagang belum membutuhkan kantor yang besar untuk mengatur perusahaannya. Namun, perusahaan-perusahaan itu bertambah besar dan diikuti usaha rintisan (startup) lain.
Menurut Anton Sitorus, mereka tetap membutuhkan kantor untuk mengatur aliran logistik. Oleh karena itu, ke depan mereka berhubungan erat dengan dunia properti.
Lucy Rumantir menambahkan, perkembangan tersebut akan menambah peluang baru dalam bisnis properti. ”Implikasi pada properti berkurang dari pembangunan toko, tetapi bertambah di pergudangan dan pusat distribusi. Jadi, bisnis properti dapat bertambah ke arah berbeda,” ujar Lucy.
Perkembangan perusahaan e-dagang yang pesat dicontohkan Anton dengan gudang Lazada. Lazada berdiri tahun 2012 dengan gudang seluas 2.000 meter persegi di Halim, Jakarta Timur. Saat ini, gudangnya berpindah dengan ukuran 30.000 meter persegi, 15 kali dari ukuran gudang pertama, dalam jangka waktu lima tahun.
Contoh lain adalah ruang perkantoran Tokopedia yang menjadi ruang perusahaan e-dagang terbesar, dengan ukuran 13.600 meter persegi, yang akan menjadi Tokopedia Tower.
Pada masa mendatang, perusahaan e-dagang akan mencari ruang perkantoran yang berlokasi strategis, dekat dengan banyak layanan di sekitarnya, dan fasilitas gedung yang mendukung. Menurut Lucy, hal itu yang perlu diantisipasi pengembang properti.
Lucy belum dapat menjamin pembangunan properti untuk kebutuhan kantor perusahaan e-dagang dapat menggantikan pembangunan apartemen dan rumah. ”Kemungkinan bisa, tetapi harus dalam skala yang lebih besar,” ucapnya.
Bisnis properti juga akan mendapat peluang baru dari bisnis logistik yang ikut terpengaruh oleh e-dagang. Perusahaan e-dagang itu akan terus membutuhkan pergudangan untuk menyimpan barang dagangan mereka. Pembangunan gudang di daerah pinggiran kota diperkirakan akan terus bertambah.
Lucy juga merasa pembangunan pergudangan di daerah pinggiran tidak akan terlalu mengganggu masyarakat. Menurut dia, hal itu justru memberi kemudahan bagi masyarakat yang berbelanja lewat internet. Dia mencontohkan Amazon di Amerika Serikat yang memiliki gudang-gudang di daerah pinggiran dekat permukiman masyarakat agar pengiriman barang semakin dekat dan menambah efisiensi logistik.
”Di Amerika, pengiriman barang menjadi cepat, bahkan hanya selang satu jam sejak dipesan, karena gudangnya dekat dengan penduduk. Indonesia juga bisa seperti itu di masa depan, tetapi infrastruktur sekarang belum memenuhi,” tutur Lucy.
Menurut Anton, perusahaan bisnis ke konsumen yang menjual barang atau jasa langsung ke konsumen, seperti Lazada, Blibli, Berrybenka, Zalora, dan JD.id, diperkirakan terus menambah permintaan ruang logistik.
Ia menambahkan, saat ini kontribusi perusahaan e-dagang masih sangat rendah dibandingkan perusahaan layanan logistik (LSP) dan perusahaan jasa pihak ketiga, yaitu sekitar 3 persen dari total ruang logistik. Dengan demikian, menurut Anton, masih banyak ruang untuk pertumbuhan sektor properti perusahaan e-dagang. (DD02)