Di antara pianis Indonesia, kesempatan memperdalam ilmu ke luar negeri memberi beragam kemungkinan karier. Mereka yang memutuskan kembali ke Tanah Air ada yang kemudian menjadi pianis pengiring, lainnya memilih menjadi virtuoso yang tampil sebagai solis bersama orkestra (sebagai concert pianist), dan satu lagi menjadi pedagog, pendidik musik. Meski tidak 100 persen terbagi secara kaku, kurang lebih itulah pilihan yang terbuka bagi mereka yang terpanggil untuk memperdalam penguasaan instrumen musik yang telah melahirkan banyak nama besar di dalam ataupun di luar negeri.
Untuk generasi muda pianis, kita bisa menyebut Daniel Adipradhana sebagai pengiring yang tangguh, dan kini masih studi di Inggris Caitlin Wiranata yang berbakat sebagai concert pianist. Lalu di bidang pendidikan musik selain Levi Gunardi ada Gita Bayuratri, sebelumnya murid dan pengajar di Sekolah Musik Yayasan Pendidikan Musik (YPM), lalu melanjutkan studi yang mungkin kurang biasa bagi pianis Indonesia, yakni di Saint Petersburg, Rusia. Gita menghabiskan studi di Konservatorium di kota indah yang amat dingin di musim dingin ini selama 6 tahun, 2004-2010.
Ibu berputra satu ini sudah mengenal instrumen piano semenjak usia 6,5 tahun, kini setidaknya ia sudah 13 tahun berkecimpung dalam pendidikan musik. Apa yang membuat Klassika, sekolah musiknya berbeda dengan sekolah musik yang sudah ada?
Baca juga: Konser Ananda Sukarlan: Musik yang Memberi Terang
Pertama Gita tidak langsung mandiri, tetapi ia memasukkan Klassika dalam EMC (European Music Curriculum), ini semacam jejaring sekolah yang tersebar di 12 lokasi. EMC menyediakan kurikulum dan setiap tahun mengadakan ujian bersama bagi ke-7 sekolah, dimeriahkan dengan konser akhir tahun. EMC sendiri diprakarsai oleh Nadya Janitra, pianis yang juga mengenyam pendisikan musik di luar negeri.
Gita rutin mengadakan pertemuan dengan pengelola sekolah EMC yang lain untuk membahas ujian akademik ataupun acara sekolah lainnya. Hal itu dilakukan untuk menyamakan dan memutakhirkan visi dan misi sehingga kualitas semua sekolah terus terjaga. Kualitas ini juga diterapkan ketika ada pihak yang ingin membuka cabang baru.
Yang menarik, Klassika juga bekerja sama dalam mencari murid dengan sekolah-sekolah lain dengan lokasi berbeda-beda. Hal ini, seperti halnya pendidikan formal yang menerapkan rayonisasi.
Ke-463 murid yang kini belajar musik di jaringan EMC di bawah 46 guru merasa puas dengan penerapan kurikulum yang ada. Tantangan tentu ada, tetapi menurut Gita hal itu lebih banyak muncul di kalangan murid yang terdistraksi oleh kemajuan teknologi. Semasa pandemi Covid-19, pendidikan berlangsung online (daring). Tetapi, penyampaian materi tak bisa 100 persen. Selain itu pengajaran online cukup sulit untuk membetulkan posisi duduk, atau tangan, atau jari supaya benar.
Baca juga: Bathara Saverigadi Dewandoro, Bara Seni Seorang Bathara
Jadi jika diringkaskan, Klassika dan sekolah lain dalam payung EMC dalam upaya menumbuhkan minat bermusik menawarkan dua keunggulan, pertama karena lokasi sekolah tersebar sehingga mendekati rumah murid, dan kedua kurikulumnya dimutakhirkan sesuai dengan perkembangan zaman. Gita menyebutkan, metode pengajaran Eropa yang memperhatikan langkah demi langkah amat membantu murid.
Tahun 2023 kemarin, EMC menyelenggarakan EMC Gala Concert di Gedung Kesenian Jakara bekerja sama dengan Ballet Academiyof Indonesia.
Karakter Kreatif
Musik bisa menjadi wahana untuk menampilkan kecerdasan musikal yang menjadi salah satu wujud kecerdasan dalam teori Kecerdasan Majemuk yang digaungkan oleh Howard Gardner. Tetapi, selain itu tambah Gita, tujuan pendidikan musik Klassika/EMC tak lepas dari upaya menumbuhkan manusia yang berkarakter kreatif, disiplin, dan berbudi pekerti baik melalui nilai-nilai yang ada dalam musik. Dengan itu yang ingin dicapai adalah sosok seniman musik yang genap (well-rounded musician).
”Tujuan pendidikan musik Klassika/EMC tak lepas dari upaya menumbuhkan manusia yang berkarakter kreatif, disiplin, dan berbudi-pekerti baik melalui nilai-nilai yang ada dalam musik.”
Gita sendiri meski masih relatif muda, telah menyusuri jalan panjang di dunia musik, meski pendidikan kini menjadi fokus utamanya. Pengalaman mengajarnya luas, mulai dari pengajar piano di Sekolah Musik YPM, dosen Pengembangan Kepribadian Seni di Universitas Indonesia, hingga ke dosen mayor piano di Universitas Pelita Harapan dan menjadi kepala Departemen Piano Klasik di sekolah Erwin Gutawa, sampai akhirnya mendirikan dan mengajar di Klassika yang ia rintis setelah berhenti dari Studio Musik Resonanz tahun 2021.
Gita yang fasih berbahasa Rusia mencurahkan sebagian besar waktunya untuk musik piano. Tetapi, di dalamnya ada idealisme untuk mengembangkan pemusik berkarakter dalam metode khusus Eropa yang katakan di ”franchaise” kan demi untuk menjemput bola (murid) yang dalam situasi dan kondisi Jakarta yang semakin macet menjadi salah satu unsur kompetitif.
Baca juga: Aga, Musik, dan Pemikiran
Gita Bayuratri
Lahir : Jakarta, 3 Desember 1985
Pendidikan terakhir: Master of Fine Arts, Saint Petersburg Conservatory
Bidang Keahlian: penampilan dan pengajaran Piano
Konser: Antara lain sebagai solis memainkan Konserto Piano Nomor 3 karya Beethoven dengan Orkes Simfoni UI Mahawaditra, Oktober 2019.
Publikasi: jurnal dan buku