Sulastiman, Mencetak Atlet Gulat dari Nol
Puluhan tahun Sulastiman mengenal olahraga, 15 tahun di antaranya fokus di gulat. Banyak atlet muda muncul karena dia.
Sejak 1986 Sulastiman (62) telah bersentuhan dengan dunia olahraga. Lima belas tahun terakhir dia fokus pada cabang gulat. Gelanggang olahraga yang dia dirikan sejak 2017 di kaki Gunung Semeru itu pun menjadi ”kawah Candradimuka” bibit-bibit atlet gulat di Kabupaten Malang, Jawa Timur.
Jalan tanah setapak di tepi Sungai Lajing di Desa Tulusbesar, Kecamatan Tumpang, itu becek dan cukup licin ketika hujan turun. Setelah melewati beberapa tikungan, sebuah bangunan gelanggang olahraga cukup megah berdiri.
Berukuran 16x16 meter, gedung bercat kuning itu dilengkapi matras dan beberapa perlengkapan olah fisik, seperti treadmill, angkat beban, hingga tali-temali guna memperkuat otot. Beberapa poster bergambar atlet setempat lengkap dengan torehan prestasi, baik kejuaraan tingkat provinsi, nasional, maupun internasional, menambah kental suasana tempat berlatih.
Di atas lahan seluas 3.720 meter persegi, gelanggang gulat bukan satu-satunya bangunan yang ada di tempat itu. Sulastiman menambahkan, beberapa bangunan pendukung bernuansa tradisional dari kayu, seperti saung hingga tempat ibadah bagi tamu dari luar daerah yang ingin beristirahat.
Semua dijalin menjadi satu dalam kawasan yang dia sebut sebagai ”Rumah Plozok”. Di tempat terpencil dan sunyi inilah, saban hari pensiunan guru itu menghabiskan waktunya. ”Setiap hari selalu ada anak-anak latihan gulat di gedung olahraga (GOR) ini. Jumlah yang aktif saat ini sekitar 20 anak dari usia SD-SMA,” ucapnya, Rabu (17/1/2024).
Hampir 99 persen bibit atlet yang berlatih di GOR itu berasal dari keluarga ekonomi pas-pasan, seperti buruh tani, pencari batu, dan lainnya. Sebagian merupakan anak yatim atau piatu. Sulastiman pun tidak pernah menarik iuran dari mereka. Semua dilakukan secara cuma-cuma.
”Bagaimana mau menarik iuran, wong mereka berasal dari keluarga kurang mampu. Mereka mau datang saja saya sudah senang sebab gulat berbeda dengan olahraga populer lainnya,” ucap lelaki yang mengaku tidak tahu persis berapa banyak anak yang belajar gulat di tempatnya sejak 2009. Jumlahnya diperkirakan lebih dari 100 orang.
Baca juga: Siti Umi Hanik, Dakwah Sang ”Detektif” Sampah
Sejumlah atlet pun telah menorehkan prestasi. Sebut saja Varadisa Septi yang merebut medali perak SEA Games 2023 di Kamboja dan Mutiara Ayuningtyas, peraih medali emas pada event yang sama.
Mutiara juga menjuarai Southeast Asian Junior and Cadet Wrestling Championship Filipina (2018) dan peringkat ketiga Pekan Olahraga Nasional (PON) XX Papua 2021. Ada juga Shintia Eka Arfenda, juara 1 Southeast ASEAN Junior and Cadet Wrestling Championship Thailand 2016, peringkat ke-3 Kirgistan Open 2018, dan Juara 1 PON XX.
Sementara di tingkat lokal, dalam tiga event terakhir, anak asuh Sulastiman langganan menyabet juara umum mewakili Kabupaten Malang dalam Pekan Olahraga Provinsi (Porprov), yakni tahun 2018, 2022, dan 2023.
Sulastiman menuturkan, semua ini berawal saat dirinya menjadi guru olahraga pada 1980-an. Kala itu dia yang masih duduk di bangku kuliah pada Jurusan Olahraga di Institut Keguruan Ilmu Pendidikan Budi Utomo Malang telah mengajar di beberapa sekolah swasta.
”Saya mengajar di beberapa sekolah swasta di Malang dalam rentang 1986-2005, mulai dari sekolah dasar, sekolah menengah pertama, madrasah tsanawiyah, hingga sekolah menengah ekonomi atas. Semua mata pelajaran olahraga,” ucap ayah empat anak yang salah satunya juga menjadi atlet gulat itu.
Hingga akhirnya tahun 2005 Sulastiman mulai mengajar di SMPN 1 Tumpang. Pada 2009 itulah dia mulai merintis pelatihan gulat. Awalnya memanfaatkan lapangan rumput seadanya hingga kemudian ada bantuan matras dan tempat latihan pindah ke ruang kelas. Latihan dibantu oleh pelatih pembantu.
”Tahun 2009 merintis, tahun 2012 ikut kejuaraan Porprov se-Jawa Timur dan ternyata mendapat medali perunggu. Porprov tahun 2014 mulai mendapat medali emas. Setelah itu berkembang karena mengajar di SMP. Ternyata paling efektif mencari bibit atlet saat di SMP. Dari situ pesertanya banyak. Porprov 2016 kami peringkat kedua setelah Surabaya,” ujarnya.
Diam-diam
Pada tahun 2016, pria yang menjabat sebagai Ketua Cabang Olahraga Gulat dan Sambo Komite Olahraga Nasional Indonesia Kabupaten Malang itu membeli lahan di lokasi yang kini berdiri Rumah Plozok. Dia pun diam-diam membangun GOR dan sarana penunjang lainnya secara swadaya. Bahkan, awalnya sang istri tidak mengetahui hal itu. Dia baru tahu setelah fisik bangunan sudah berdiri.
Dalam perjalanan, GOR yang lokasinya asri itu tidak hanya untuk berlatih atlet setempat. Ada juga atlet dari daerah lain yang datang untuk uji coba, seperti dari Bengkulu, Bekasi (Jawa Barat), dan Grobogan (Jawa Tengah). Baru-baru ini juga ada 30 orang dari Malaysia yang sengaja berkunjung untuk melihat Rumah Plozok.
Pada 2021, Sulastiman menambahkan, ragam cabang olahraga sambo yang merupakan saudara dekat gulat. ”Banyak orang tanya mengapa saya fokus ke gulat? Olahraga populer banyak, tetapi untuk menjadi seorang atlet yang sukses, peluangnya kecil. Karena banyak persaingan. Sementara atlet gulat jumlahnya masih sedikit,” ujarnya.
Mengukir bibit atlet gulat tidak semudah olahraga populer lainnya. Jika pada olahraga lain anak-anak mendapat dukungan orangtua, gulat tidak begitu. Banyak orangtua yang takut anaknya cedera. Padahal, ada teknik tersendiri dalam olahraga tersebut, bagaimana teknik jatuhan dan kuncian.
Kondisi pandemi Covid-19 juga menjadi kendala tersendiri. ”Tahun 2020 kami tidak bisa merekrut pelatih, makanya jarak perekrutan cukup jauh. Terakhir 2023 mulai bisa merekrut pelatih. Itu pun banyak yang cewek,” kata Sulastiman yang pernah memperoleh penghargaan sebagai pelatih berprestasi Jawa Timur tahun 2022 dari Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa itu.
Baca juga: Nunuk Fauziyah, Meniti Jalan Keadilan bagi Perempuan Tuban
Sulastiman menganggap apa yang dilakukan selama ini sebagai kerja sosial. Ketika atlet-atletnya mendapat bonus dari kompetisi, dia tidak pernah meminta. Sementara bantuan dari pemerintah daerah baru sebatas ketika ada event. Untuk operasional sehari-sehari jelas dari kantong sendiri.
Mengajarkan gulat kepada anak-anak, khususnya dari keluarga kurang mampu, bagi Sulastiman berarti menyelamatkan sebagian anak bangsa. Dengan prestasi, anak-anak itu bisa meraih kehidupan lebih baik, termasuk soal pendidikan. ”Mereka bisa kuliah dari gulat ketika punya prestasi,” ucapnya.
Sulastiman
Lahir: Malang, 9 Mei 1962
Istri: Barokatul Umroh
Anak: 4 orang
Pendidikan terakhir: Institut Keguruan Ilmu Pendidikan Budi Utomo Malang, Jurusan Olahraga