John Wona, Dedikasi Merawat Batik Papua di Pesisir Jayapura
John Wona mendedikasikan diri untuk terus memperkenalkan batik Papua sembari memaksimalkan kekayaan alam yang dimiliki.
Joni Silas Wona atau lebih akrab disapa John Wona (39) merasa mengemban amanah untuk terus menjaga dan memperkenalkan batik Papua. Keanekaragaman hayati menjadi modal memperkenalkan batik Papua dengan beragam corak sebagai identitas lokal.
Suara debur ombak terdengar bergemuruh ketika menghantam sisi kolong rumah John di pesisir Jayapura Utara. Jumat (12/1/2024) sore itu, John tengah merapikan sebagian hasil pengerjaan batik yang biasanya dilakukan sepanjang Rabu di setiap pekannya.
Berbagai macam kain dengan beragam motif, didominasi corak khas pesisir, seperti gurita, ikan, hingga rumput laut, terpampang di berbagai penjuru sudut rumah. Sebagian lagi ada corak kekayaan Papua lain, seperti corak burung cenderawasih dan alat musik tifa.
Karya-karya tersebut berdampingan dengan alat-alat membatik, seperti canting tulis serta cap cetak dengan beragam motif pula. Adapun hasil kesenian lain, seperti ukiran, lukisan, serta anyaman turut menyesaki ruang tamu sederhana berukuran 2 meter x 3 meter di rumah John.
”Batik telah membawa saya melihat luasnya dunia. Dengan batik juga saya bisa memperkenalkan berbagai kekayaan yang dimiliki Papua,” ujar John yang juga masih berstatus petugas kebersihan honorer Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kota Jayapura tersebut.
Baca juga: Warna-warni Batik Papua di Jantung Kota Jayapura
Batik yang merupakan kebudayaan yang identik dengan tanah Jawa diyakini mulai berakulturasi dan berkembang di masyarakat Papua sejak 30-an tahun terakhir. Saat ini, kesenian itu menjadi identitas Papua, yang turut melekat dalam jati diri John Wona.
Di Sanggar Ameldi yang didirikan John bersama istrinya, Elfrita Bonai (34), menjadi wadah untuk merawat batik Papua. Selain aktif produksi untuk komersialisasi, lewat sanggar ini, pria empat anak ini juga memperkenalkan batik lewat dunia pendidikan, baik formal maupun nonformal.
Baca juga: Mariana Ibo Pulanda Menghidupkan Batik Papua
Awal perkenalan
Perkenalan John Wona dan batik bermula pada tahun 2003, saat dirinya mengenyam studi diploma tiga/D-3 Kriya Tekstil di Sekolah Tinggi Seni Papua, Kota Jayapura. Berbagai kegiatan, baik internal maupun internal kampus, membawanya semakin mengenal kesenian batik.
Selain itu, John juga turut menimba ilmu batik langsung dari empunya batik Papua, Mariana Ibo Pulanda atau Mama Ibo pada 2006-2009 di Karya Batik Dobonsolo, Sentani, Kabupaten Jayapura. Mama Ibo dianggap sosok awal yang merintis batik di tanah Papua pada awal tahun 1990-an. Dari sosok tersebut, John belajar banyak hal tentang kesenian batik.
”Di sini juga saya mulai mengenal printing. Pada 2009 pula, saya memberanikan diri untuk membentuk sanggar di bidang kriya tekstil, tetapi hanya bertahan hingga 2012,” ujar John.
Baca juga: Katarina Kremo Tapoona, Memelihara Tenun Lamalera
Pada 2012, John, yang telah menyelesaikan studi D-3 di STSP, mencoba kembali membentuk sanggar di kawasan pesisir Jayapura Utara. Bersama istrinya, ia mendirikan Sanggar Ameldi.
”Sanggar Ameldi itu berasal dari nama tiga anak kami, yaitu Aimar, Elizabeth, Dinar,” ujarnya.
Pada awalnya, Sanggar Ameldi juga tidak langsung berkembang dengan baik. Dengan berbagai keterbatasan, sanggar batik ini hanya mengandalkan produksi kaos. Dengan produksi dan pemasukan yang belum maksimal tersebut, sanggar ini vakum dalam periode dua tahun setelahnya.
Saya punya jiwa ini sudah terpanggil untuk membina dan terus memperkenalkan kesenian ini kepada anak-anak Papua.
Pada momen ini, John yang masih aktif sebagai honorer petugas kebersihan di DLHK Kota Jayapura tidak patah semangat untuk merawat semangat kesenian batiknya. Ia tetap meluangkan waktu mengasah kemampuan batik yang dimilikinya.
Kemudian, pada 2015 kembali menjadi momentum semangat membatik John. Saat itu ia dipercaya untuk mengenalkan batik Papua lewat sejumlah program yang digagas oleh Pemerintah Kota Jayapura.
Tahun-tahun selanjutnya, ia semakin dipercaya untuk memandu dan mengajar kesenian batik di lembaga pendidikan. Hal ini semakin membangkitkan semangatnya kembali berkecimpung pada industri batik yang lebih produktif.
Pada 2018, Sanggar Ameldi kembali bergeliat. Saat itu, peminat batik Papua datang dari berbagai kalangan, mulai individu hingga instansi pemerintahan kota dan provinsi di Papua.
Kemampuan membatik John semakin berkembang, saat dirinya juga turut menyelesaikan studi strata satu/S-1 jurusan Seni Rupa di Institut Seni Budaya Indonesia Tanah Papua, Jayapura, pada 2017-2019. Ia juga turut menerima sertifikasi dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) pada 2022.
Kekayaan bahari
Sejak awal, John cukup tertarik mengembangkan batik dengan memanfaatkan kekayaan laut dan pesisir Papua. Bagi John, kekayaan alam Papua menjadi modal besar untuk mengangkat kesenian sekaligus sebagai ciri khas tersendiri batik Papua.
Modal percaya diri ini semakin meningkat, saat ia dipercaya mendesain kostum yang digunakan perwakilan Papua, saat meraih predikat provinsi dengan kostum terbaik pada perhelatan Festival Bahari 2021 di Bali. Motif bahari pun dianggap sebagai potensi yang semakin menjanjikan.
Baca juga: Agus Nur Wahidin, Konservasi Alam lewat Festival Budaya
Berbagai motif bahari banyak dituangkan John dalam karya batiknya, seperti motif gurita, rumput laut, ikan, dan kekayaan biota laut lainnya. Kekhasan ini membuat karya batik milik John digemari berbagai kalangan. Selain masyarakat biasa dan pelancong, kain batik miliknya juga kerap menjadi langganan dari instansi pemerintahan, kota dan provinsi di Papua.
”Bahkan, tahun lalu (2023), saat Wakil Presiden Ma’ruf Amin saat datang ke Jayapura sini turut membeli kain batik milik saya dengan motif bahari ini,” tuturnya.
Konsistensi pada batik dan mengangkat kekayaan bahari di Papua turut membawa John mewakili Papua dalam ajang BNI Solo Batik Music Festival di Surakarta, Jawa Tengah, pada Oktober 2023.
”Berangkat ke Jawa selain membuat saya melihat luas dunia, juga mempertemukan saya dengan batik yang sangat beragam. Lebih dari itu, dengan kekhasan kami, saya berhasil memperkenalkan batik Papua setidaknya di level nasional,” ujarnya.
Perjalanan di Surakarta mempertemukan John dengan pembatik andal dari Yogyakarta dan Jawa Tengah. Ia pun semakin bersemangat dengan berbagai keilmuan baru yang diperoleh untuk semakin mendedikasikan dan mengenalkan batik ke seluruh penjuru Papua.
Dedikasi untuk batik
Sejak 2018, John dipercaya Dinas Perindustrian, Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Kota Jayapura untuk menjadi fasilitator pengembangan batik di wilayah Jayapura. Dalam kurun tersebut, ia membimbing setidaknya enam kelompok perajin batik di Jayapura.
Tidak hanya di Jayapura, bahkan John juga dipercaya melatih dan memperkenalkan batik di belahan Papua lain. Berbagai koneksi di pemerintah kota dan provinsi juga membawa John dipercaya untuk mendampingi usaha batik di daerah seperti Kabupaten Sarmi, Waropen, hingga Kepulauan Yapen.
Bahkan, dengan modal sertifikat BNSP, John turut dipercaya Kementerian Perindustrian untuk membina dan mengenalkan batik di daerah Papua Pegunungan, yakni Kabupaten Jayawijaya dan Kabupaten Yahukimo.
Baca juga: Dengan Kopi Arabika dan Batik, Anak Muda Memangkas Stigma di Papua
Di dunia pendidikan formal, ia juga aktif sebagai pengajar di perguruan tinggi. Ia mengampu mata kuliah, khusus berkaitan dengan seni kriya. Bahkan, ia juga sukarela mengampu mata pelajaran kepada anak-anak di salah satu sekolah dasar di Jayapura.
Selain itu, tiga dari empat anaknya juga turut dilibatkan dalam usaha ini. Ketiganya terlibat dalam produksi harian yang biasanya dilakukan pada Rabu di setiap pekan.
”Saya punya jiwa ini sudah terpanggil untuk membina dan terus memperkenalkan kesenian batik ini kepada anak-anak di Papua,” kata John.
Joni Silas Wona
Lahir: Jayapura, 6 April 1984
Istri: Elfrita Bonai (34)
Pendidikan:
- D-3 Kriya Tekstil di Sekolah Tinggi Seni Papua, Kota Jayapura (2003-2012),
- S-1 Seni Rupa Institut Seni Budaya Indonesia Tanah Papua, Kota Jayapura (2017-2019)