Irfani Rahman dan Suriansyah, Buah Kecerdikan Pionir Kampung Lele
Irfani dan Suriansyah menjadi pionir budidaya lele dengan pakan alternatif di Banjarmasin. Mereka membuat pakan organik yang jauh lebih murah dan bergizi ketimbang pakan buatan pabrik.
Oleh
JUMARTO YULIANUS
·6 menit baca
Irfani Rahman (33) dan Suriansyah (43) menjadi pionir budidaya lele dengan pakan alternatif yang murah dan ramah lingkungan di Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Berawal dari coba-coba, keduanya menemukan pakan organik yang cocok untuk lele dan juga lebih menguntungkan pembudidaya. Pengetahuan itu disebarluaskan sehingga daerahnya kini dikenal sebagai kampung lele.
Tulisan ”Selamat Datang di Kampung Usaha Ikan Lele, Tatah Belayung, Kota Banjarmasin” terpampang begitu melewati gapura Jalan Tatah Belayung di Kecamatan Banjarmasin Selatan, perbatasan Kota Banjarmasin dan Kabupaten Banjar. Di sepanjang aliran Sungai Tatah Belayung, yang sejajar dengan jalan, terdapat ratusan keramba jaring tancap untuk budidaya lele.
Kegiatan budidaya lele di sana menjamur dan menjadi pencarian utama sebagian besar warga. Oleh Wali Kota Banjarmasin Ibnu Sina, daerah Tatah Belayung pun diresmikan sebagai Kampung Usaha Ikan Lele pada 13 Juni 2023. Peresmian ditandai dengan pelepasan 10.000 benih ikan kelabau dan ikan patin di Sungai Tatah Belayung.
Menjamurnya budidaya lele di daerah Tatah Belayung tak lepas dari peranan Irfani Rahman dan Suriansyah dari Kelompok Pembudidaya Ikan (Pokdakan) Belayung Mandiri. Keduanya memulai budidaya lele di Tatah Belayung pada 2017. Saat itu, mayoritas warga masih menanam padi.
”Sejak awal budidaya lele, kami sudah coba-coba pakai pakan alternatif untuk menekan biaya produksi sehingga kami juga bisa untung,” kata Irfan, panggilan akrab Irfani Rahman saat ditemui di Banjarmasin, Jumat (29/12/2023).
Pakan pabrik atau pelet, menurut Irfan, harganya cukup mahal, yakni mencapai Rp 15.000 per kilogram (kg). Karena itu, ia dan pamannya, Suriansyah, sempat mencoba membuat pakan mandiri. Biaya lebih murah sekitar Rp 10.000 per kg.
Mereka kemudian mencoba usus ayam sebagai pakan organik dan ternyata cocok untuk lele. Biaya pakan ini bahkan lebih murah lagi, Rp 2.500 sampai Rp 3.000 per kg. Selanjutnya, mereka mencoba jeroan ikan, yang selama ini dibuang begitu saja oleh para pedagang ikan di pasar. Ternyata, jeroan ikan yang dianggap limbah dan tak berharga itu juga cocok untuk lele.
”Jika produksi 1 kg lele hanya membutuhkan 2 kg pakan, keuntungan kami dengan pakan alternatif (usus ayam atau jeroan ikan) bisa lebih besar,” katanya.
Untuk itu, Irfani dan Suriansyah mengumpulkan jeroan ikan dari pedagang ikan di pasar setiap hari. Jeroan yang dulu tak berharga kini punya nilai ekonomi. Pedagang diberi Rp 150.000 per bulan.
Dengan begitu, mereka hanya mengeluarkan Rp 5.000 per hari untuk mendapatkan 25 kg jeroan ikan. ”Pakan sebanyak itu bisa untuk empat keramba berukuran 3 meter x 1 meter,” ujar Suriansyah.
Anggota kelompok pembudidaya ikan atau Pokdakan Belayung Mandiri memberi pakan kepada lele di dalam keramba jaring tancap di daerah Tatah Belayung, Kelurahan Pemurus Dalam, Banjarmasin Selatan, Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Rabu (11/10/2023). Kegiatan budidaya lele di Tatah Belayung turut menciptakan lapangan usaha dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Dengan pakan organik, menurut Suriansyah, pemberian pakan pada lele cukup sekali sehari. Sebab, jeroan ikan segar tinggi protein dan lama dicerna sehingga lele kenyang lebih lama.
”Kalau pakai pelet, pemberian pakan harus dua kali sehari. Itu yang membuat untungnya tipis atau bahkan tidak ada untung,” katanya.
Ia menambahkan, pertumbuhan lele yang diberi pakan organik juga lebih cepat. Lelenya lebih sehat, tahan terhadap penyakit dan perubahan iklim, serta tidak mudah mati saat didistribusikan ke pasar.
”Itu bisa jadi karena budidaya di sini mengembalikan lele ke sifat aslinya di alam,” ujarnya.
Berbagi pengetahuan
Keberhasilan Irfani dan Suriansyah dalam budidaya lele dengan pakan alternatif sekaligus organik yang murah dan ramah lingkungan menarik perhatian warga lain. Banyak yang datang ke tempat mereka untuk belajar budidaya lele. Keduanya tidak pelit ilmu. Mereka dengan senang hati berbagi pengetahuan dan pengalaman pada orang lain.
”Dulu, hanya kami sekeluarga yang membudidayakan lele di sini. Sekarang, hampir sekampung membudidayakan lele. Semuanya pakai pakan alternatif seperti yang kami gunakan,” kata Irfani.
Keduanya tidak khawatir kemunculan pembudidaya baru akan menyaingi usaha mereka. Sebab, peluang pasar untuk lele di Kalsel masih besar. Untuk memenuhi permintaan pasar di Banjarmasin saja, produksi orang sekampung belum cukup. Apalagi, untuk memenuhi permintaan dari luar kota Banjarmasin.
”Permintaan lele di Banjarmasin saja mencapai 1,5 ton per hari, sementara total produksi lele dari semua pembudidaya di sini masih di bawah 1 ton per hari,” ungkap Suriansyah.
Saat ini, di Tatah Belayung terdapat enam pokdakan yang sudah teregistrasi. Setiap pokdakan beranggotakan 10 orang. Pembudidaya baru di luar pokdakan juga tidak sedikit jumlahnya.
”Banyak yang ikut-ikutan membudidayakan lele karena hasilnya menjanjikan dan mampu meningkatkan perekonomian warga di sini,” katanya.
Potensi budidaya lele di Tatah Belayung masih sangat besar. Jika dioptimalkan, Tatah Belayung bisa menjadi sentra budidaya lele organik di Banjarmasin, bahkan di Kalsel
Usaha masyarakat Tatah Belayung yang menjanjikan itu juga mendapat perhatian dari Yayasan Baitul Maal (YBM) BRILiaN, lembaga filantropi Islam yang mengelola dana zakat, infak, dan sedekah secara profesional dan sesuai dengan ketentuan syariat Islam.
Menurut Irfani, sudah dua pokdakan di Tatah Belayung yang mendapat dana hibah dari YBM BRILiaN Regional Office Banjarmasin sebesar Rp 78 juta. Pada 2022, penerimanya adalah Pokdakan Belayung Mandiri, lalu pada 2023, penerimanya adalah Pokdakan Mandiri Bersama.
”Bantuan seperti ini akan membuat usaha masyarakat di sini berkelanjutan,” ujarnya.
Ketersediaan benih
Ke depan, Suriansyah menyebutkan, potensi budidaya lele di Tatah Belayung masih sangat besar. Jika dioptimalkan, Tatah Belayung bisa menjadi sentra budidaya lele organik di Banjarmasin, bahkan di Kalsel.
Namun, peningkatan produksi masih terkendala ketersediaan benih. Benih lele berkualitas baik masih harus didatangkan dari Martapura, sekitar 40 kilometer dari Banjarmasin.
”Kendala budidaya di sini cuma satu, yaitu ketersediaan benih. Banyak yang ingin membudidayakan lele, tapi masih sulit mendapatkan benih. Seandainya ada tempat pembenihan lele di sini pasti budidaya lele di Tatah Belayung lebih maju,” kata bapak tiga anak ini.
Irfani berharap pemerintah dan para pemangku kepentingan terkait bisa mendukung kegiatan budidaya lele di Tatah Belayung dari hulu sampai hilir, terutama dalam penyediaan benih yang berkualitas baik. Budidaya lele di Tatah Belayung terbukti mampu meningkatkan perekonomian masyarakat hingga menjaga alam.
”Budidaya lele di sini membuat kondisi sungai lebih terjaga, tidak sampai tertutup rerumputan. Bagaimanapun, kami tetap menjaga lingkungan untuk budidaya yang berkelanjutan. Jangan sampai usaha ini jadi masalah bagi manusia dan lingkungan,” ujar Irfani.