Lookman A Ang, Merangkai Kepingan Masa Lalu Banda Naira
Lookman A Ang berupaya mengabadikan cerita sejarah Banda Naira, Maluku Tengah, Maluku, ke dalam sebuah buku dan kegiatan pariwisata.
Oleh
KRISTI DWI UTAMI, STEFANUS ATO, MOHAMAD FINAL DAENG
·5 menit baca
Bermula dari sering dirundung ”China hitam” oleh teman-temannya, Lookman A Ang (37) tergerak untuk mencari tahu asal-usulnya. Pencarian silsilah keluarga itu membawanya menyelam lebih jauh hingga ia bisa merangkai kepingan sejarah Banda Naira, tempat ia dilahirkan.
Sengatan terik mentari pada Rabu (20/9/2023) siang menghentikan langkah kaki Lookman yang baru saja menyusuri rumah-rumah tua hingga benteng peninggalan Belanda yang masih berdiri kokoh di Pulau Naira, Kecamatan Banda, Kabupaten Maluku Tengah, Maluku. Dia pun berbelok memasuki Gedung Societeit de Harmonie.
Bangunan itu merupakan Rumah Makatita atau disebut juga gedung OK (orang kaya) Makatita. Gedung yang lebih dikenal dengan julukan Societeit Harmonie pada zaman kolonial Belanda itu merupakan tempat orang-orang Belanda bersenang-senang, mulai dari minum teh, bermain kartu, hingga menonton pertunjukan musik dan drama.
”Gedung ini tidak hanya dimanfaatkan orang Belanda untuk berdansa saja. Gedung ini juga dulu dipakai sebagai tempat prostitusi,” kata Lookman.
Informasi yang menyebut Societeit Harmonie pernah dipakai sebagai tempat prostitusi tak tercantum di papan informasi yang dipasang di halaman depan gedung itu. Informasi tambahan itu datang dari Lookman, yang didasari oleh kegigihannya menggali kepingan sejarah Banda Naira.
Lookman bercerita, saat masih kanak-kanak, ia kerap dipanggil ”China hitam”. Ia tak tersinggung dengan panggilan itu karena ia tak merasa menjadi keturunan orang Tionghoa. Namun, ia penasaran, kenapa dirinya bisa disebut demikian.
”Sering di-bully, saya tanya nenek. Kenapa saya dipanggil China hitam? Saya juga tidak pernah merasa jadi orang China,” ucapnya.
Pertanyaan-pertanyaan itu dijawab dengan baik oleh neneknya. Silsilah keluarga hingga negeri asal buyutnya pun terungkap. Buyut Lookman berasal dari salah satu desa di kota Guangzhou, China. Lookman merupakan generasi keempat. Warna kulitnya pun berubah karena buyutnya menikah dengan warga lokal di Nusantara.
Rasa penasaran Lookman tak berhenti saat berhasil mengetahui asal-usulnya. Lahir dan besar di Banda Naira, negeri yang dahulu kala dicari dan diperebutkan bangsa-bangsa Eropa, tentu menyimpan beragam kisah dan peristiwa.
”Saya banyak bertanya. Tetapi, tutur sejarahnya menurut saya kacau dan tidak nyambung. Saya tidak puas,” katanya.
Ketidakpuasan Lookman salah satunya berkaitan dengan asal-usul orang Banda. Warga setempat meyakini dan menerima asal-usulnya hanya melalui cerita rakyat dan legenda. Cerita rakyat dan legenda itu, jika dirunut, tahunnya dinilai kurang logis karena sangat dekat dengan masa kekuasaan Majapahit.
Lookman yang tak puas dengan cerita rakyat dan legenda itu memilih mencari informasi sendiri. Dia yang kala itu masih berusia 15 tahun mendatangi orang-orang tua di Banda yang masih hidup dan meminta mereka menuturkan sejarah Banda yang mereka ketahui.
”Kebetulan saat itu saya bekerja sebagai fotografer. (Setiap) ada (pekerjaan memotret di acara) kawinan, saya menginap untuk bertanya-tanya soal sejarah Banda Naira,” ujarnya.
Selain bertanya kepada orang-orang tua, Lookman juga rajin mengumpulkan dokumen, buku-buku lama, buku-buku sejarah, hingga menggali pengetahuan dari para sejarawan lokal tentang Banda Naira. Beragam sumber informasi itu kemudian dirangkai dan dinarasikan Lookman dalam sebuah buku berjudul Banda Naira Sebuah Nama, Seribu Kisah.
Lookman mulai menuliskan kalimat pertama dalam bukunya itu pada 2012. Selama bertahun-tahun, ia mengumpulkan data dari berbagai sumber, mulai penuturan orang-orang tua di Banda, penuturan ahli, hingga membaca sekitar 30 buku dan lebih dari 50 jurnal ilmiah. Buku tertua yang ia baca adalah buku Jacob C van Neck yang terbit pada 1599.
”Setelah mendalami sejarah, saya menyadari bahwa sejarah itu lebih luas dan lebih dalam dari lautan. Kalau lautan, luas dan dalamnya masih bisa diukur, sementara sejarah tidak,” ujar Lookman.
Lookman sengaja membuat isi bukunya padat. Namun, ia juga memastikan informasi penting yang ingin ia sampaikan melalui buku itu bisa tetap tertampung.
Saat ini Lookman tengah berproses untuk membuat buku keduanya. Buku yang diwacanakan terbit pada 2024 itu merupakan buku folklor tentang Banda. Keinginan menulis buku cerita rakyat muncul karena Lookman kerap menemukan adanya relasi antara cerita rakyat dan sejarah Banda.
”Jika digali lebih dalam, pada cerita rakyat itu ada hal-hal yang juga ada dalam sejarah. Keduanya berbeda, tetapi seperti ada koneksinya,” ujar Lookman.
Buah pala
Bersamaan dengan upayanya mendalami sejarah Banda, Lookman juga mendalami sejarah pala. Menurut dia, pala dan Banda punya kaitan erat tak terpisahkan. Pala merupakan rempah yang endemik dari Banda.
Di masa lampau, pala begitu diinginkan oleh bangsa Eropa. Hal itu karena pada abad ke-14 tersiar kabar bahwa buah pala bisa menyelamatkan orang dari kematian akibat wabah black death yang saat itu terjadi. Black death adalah wabah yang menyebabkan sepertiga hingga dua pertiga populasi di Benua Eropa meninggal.
”Pada masa itu, segenggam pala lebih berharga dari segenggam emas. Mereka (bangsa Eropa) tidak peduli dengan harta mereka. Mereka mau melakukan apa saja untuk mendapatkan pala supaya bisa tetap hidup, termasuk menukar hartanya,” tutur Lookman.
Selain untuk obat yang dipercaya bisa menyelamatkan seseorang dari wabah black death, pala juga diyakini memiliki senyawa tertentu yang bisa menghambat pertumbuhan bakteri. Ia menambahkan, pala juga digunakan untuk bahan baku pembuatan produk kosmetik, pengawet makanan, hingga bumbu masakan.
Aneka manfaat pala itu ditengarai membuat sejumlah pihak berupaya menanam pala di luar Banda. ”Pala yang ditanam di tempat lain mengalami perubahan rasa dan bentuk. Perubahan itu karena pala membutuhkan unsur tanah yang mengandung unsur aktivitas vulkanis dan penguapan air laut dengan curah hujan 3.000 milimeter per tahun. Perubahan itu membuat kualitas dan hasil pala berbeda,” ujarnya.
Lookman berharap, berbagai pengetahuan yang ia miliki tentang Banda ataupun kekayaan Banda bisa diketahui semakin banyak orang. Selain mencoba menyebarkan informasi itu melalui buku yang ia tulis, dia juga melakukan upaya lain. Pada 2012 hingga 2019, ia menyediakan jasa perjalanan wisata. Kepada orang-orang yang menggunakan jasanya, Lookman turut menyebarluaskan sejarah Banda.
”Selain berwisata melihat keindahan laut, ikan, dan karang, wisatawan juga saya ajak untuk berwisata sejarah. Di saat itu, saya biasanya menyisipkan pengetahuan-pengetahuan, terutama soal sejarah Banda,” tutur Lookman.