Mohamad Hanif Wicaksono, Konservasi Buah Asli Kalimantan
Mohamad Hanif Wicaksono mengupayakan penyelamatan, perlindungan, pemanfaatan, dan edukasi sumber daya genetik tanaman buah hutan Kalimantan, yang sebagian sudah langka, di Kalimantan Selatan.
Gerakan nyata untuk konservasi ”warisan” buah hutan Kalimantan, yang sebagian sudah langka, dilakukan Mohamad Hanif Wicaksono di Kalimantan Selatan. Sejak akhir 2011, ia mengupayakan penyelamatan, perlindungan, pemanfaatan, serta edukasi sumber daya genetik tanaman buah lokal Kalimantan.
Lebih dari 100 jenis tanaman buah hutan Kalimantan memenuhi area pembibitan Tunas Meratus Nursery di Kandangan, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, sekitar 135 kilometer dari Kota Banjarmasin. Bibit-bibit tanaman buah di polybag itu tampak hijau dan segar dibasahi hujan yang turun pada Minggu (9/7/2023) sore.
”Area pembibitan ini dibangun tahun 2015. Ada sekitar 170 jenis bibit tanaman buah di sini. Semuanya buah asli Kalimantan,” ujar Hanif.
Area pembibitan Tunas Meratus Nursery di Kandangan menempati rumah bekas kediaman almarhum mertua Hanif. Lokasinya persis di pinggir Jalan Ahmad Yani. Dari jalan raya tersebut, bangunan rumah hampir tak kelihatan karena rimbunnya pepohonan. Sebelumnya, pembibitan dilakukan Hanif di belakang rumahnya.
Hanif menuturkan, pembibitan tanaman buah ia lakukan karena hobi bercocok tanam. Ia memilih membibitkan tanaman buah asli Kalimantan karena penasaran sekaligus prihatin dengan keberadaan tanaman buah tersebut, yang semakin susah dijumpai.
”Saya datang ke Kalsel tahun 2011 pas musim buah. Waktu itu, saya menjumpai buah pampakin dan lahung, yang mirip durian, untuk pertama kalinya. Di Jawa, saya belum pernah melihatnya. Saya iseng bertanya kepada yang menjual di mana pohonnya, ternyata tidak ada yang tahu,” kata pria kelahiran Blitar, Jawa Timur, itu.
Tidak hanya buah-buahan yang mirip durian, Hanif juga menjumpai banyak macam buah ”aneh” di Kalsel ketika ia memutuskan ikut sang istri pulang kampung. Ia menjumpai buah kapul, ramania, kasturi, binjai, kecapi, kemayau, dan masih banyak lagi. Namun, hampir semua penjual buah musiman itu tidak tahu keberadaan pohon buahnya.
”Karena penasaran, saya jalan ke daerah pedalaman dan pelosok Kalsel untuk mencari pohon buahnya. Semakin lama saya semakin banyak menemukan buah, yang ternyata masuk daftar buah langka. Saya akhirnya mulai membibitkan secara kecil-kecilan,” kata bapak dari empat anak itu.
Karena penasaran, saya jalan ke daerah pedalaman dan pelosok Kalsel untuk mencari pohon buahnya. Semakin lama saya semakin banyak menemukan buah, yang ternyata masuk daftar buah langka.
Hanif melakukan pembibitan tanaman buah secara otodidak. Ketika menemukan buah tertentu, ia mengumpulkan bijinya, kemudian menyemainya di polybag. Setelah bertunas dan tumbuh, bibit tanaman dipisah satu per satu.
”Kebanyakan harus ditanam menggunakan biji atau disemai dulu. Jadi, ada yang susah, ada juga yang mudah. Bahkan, ada biji yang baru bertunas setelah ditanam selama 3-4 tahun. Sedikit sekali yang bisa dicangkok atau disetek,” ungkap penerima apresiasi Semangat Astra Terpadu Untuk (SATU) Indonesia Awards 2018 itu.
Sebagian bibit tanaman buah di Tunas Meratus Nursery dijual ke perusahaan yang memerlukan dalam jumlah banyak. Sebagian lagi dibagikan secara gratis dan dipindahkan ke arboretum di Telaga Langsat, Hulu Sungai Selatan. Arboretum seluas 2,5 hektar itu sudah ditanami 2.000-an pohon buah. ”Arboretum ini disiapkan untuk kebun induk plasma nutfah, biar nanti tidak susah lagi mencari biji untuk memperbanyak tanaman buah,” ujarnya.
Sangat kaya
Menurut Hanif, Kalimantan memiliki kekayaan sumber daya genetik tanaman buah hutan yang luar biasa. Prospek dunia hortikultura dari buah khas Kalimantan bisa dikatakan hampir tak terhingga. Namun, kebanyakan buah belum dimanfaatkan sehingga manfaat ekonominya tak dirasakan masyarakat.
”Kekayaan plasma nutfah kita itu luar biasa, cuma belum dimanfaatkan. Saya kadang miris, kita ngomong masalah pelestarian atau konservasi, tetapi tindakannya tidak ada, entah itu secara gerakan maupun secara regulasi,” kata penerima Kalpataru 2019 itu.
Hanif telah menjelajah hampir semua provinsi di Pulau Kalimantan, kecuali Kalimantan Utara dan semua kabupaten di Kalsel, dalam rangka mencari tanaman buah. Ia pun kerap menjelajah wilayah Kabupaten Balangan saat bertugas sebagai penyuluh kependudukan, keluarga berencana, dan pembangunan keluarga (KKBPK) di Kecamatan Halong.
Meskipun biasanya ditemani penduduk lokal, saya pernah kesasar di hutan. Saya juga sempat mengalami tiga hari mati rasa karena mencicipi buah yang belum pernah diketahui sebelumnya.
”Saya sering kali masuk keluar hutan. Meskipun biasanya ditemani penduduk lokal, saya pernah kesasar di hutan. Saya juga sempat mengalami tiga hari mati rasa karena mencicipi buah yang belum pernah diketahui sebelumnya,” ujarnya.
Di Desa Marajai, Halong, ia menemukan banyak buah hutan. Jumlahnya lebih dari 100 jenis. Karena itu, ia mendorong penyelenggaraan festival buah lokal Kalimantan di Marajai. Festival buah sempat diselenggarakan dua kali pada 2019 dan 2020. Marajai kemudian dikenal sebagai desa plasma nutfah karena memiliki kekayaan buah yang luar biasa.
Baca juga: Misman, Meresapi Etika Lingkungan dari Sungai
”Kekayaan kita sebetulnya adalah yang tumbuh di atas tanah karena kita sudah lama mengklaim sebagai negara kaya biodiversitas. Namun, kekayaan biodiversitas ini tak diperhitungkan karena lebih mementingkan pertambangan atau apa yang ada di bawah tanah,” katanya.
Hanif menemukan beraneka ragam tanaman buah terutama di daerah dataran rendah, yaitu pada ketinggian 200-300 meter di atas permukaan laut (mdpl). Kalau sudah di atas 500 mdpl, tanaman buah cenderung sedikit, tetapi bersifat endemik. ”Di Kalsel, buah hutan banyak ditemukan di daerah Pegunungan Meratus,” ujarnya.
Tidak hilang
Saat menemukan buah tertentu di hutan, Hanif mencoba membibitkan sebanyak-banyaknya karena sering kali kesempatan itu tidak datang dua kali. Pohon buah yang masih bisa didapati pada musim buah tahun ini, tetapi belum atau sedang tidak berbuah, belum tentu bisa didapati lagi pada musim buah tahun berikutnya. ”Sering kali pas didatangi lagi, bukan buahnya saja yang tidak ada, tetapi pohonnya juga sudah tidak ada,” katanya.
Menurut dia, banyak tanaman buah ditebang dan akhirnya hilang karena orang belum menemukan manfaatnya secara ekonomi. Dengan alasan butuh uang cepat, banyak yang membiarkan hutan dan tanaman buah dibabat. Kalau tidak ada yang berupaya menyelamatkan, pasti semua akan lenyap.
”Apa yang saya lakukan selama ini tujuannya hanya ingin supaya tanaman buah asli Kalimantan tidak hilang. Saya tidak terlalu berharap akan bertambah, yang terpenting jangan hilang dulu. Setelah itu, baru kita pikirkan pemanfaatannya,” tuturnya.
Di samping melakukan pembibitan dan penanaman, Hanif juga mendokumentasikan buah-buah asli Kalimantan, lalu membukukannya. Buku itu memuat nama buah dengan deskripsi singkat, disertai pula foto buah, pohon, daun, dan bunganya.
”Saya mencoba membuat buku yang sederhana untuk mengenalkan buah-buah khas Kalimantan. Buku ini diharapkan mudah dipahami oleh anak sekolah dasar sekali pun. Semakin banyak yang mengenal, harapannya semakin banyak pula yang memanfaatkan,” katanya.
Baca juga: Hardi, Penggerak Wisata Desa di Kepulauan Banyak
Hanif meyakini banyak manfaat buah hutan Kalimantan yang belum diketahui. Buah itu tak hanya buat bahan pangan, tetapi juga sangat mungkin bisa untuk bahan kosmetik dan obat-obatan. Namun, untuk mengetahui manfaatnya secara pasti, diperlukan penelitian lebih lanjut dari para ahli.
Baginya, konservasi itu tidak sekadar menjaga dan menanam, tetapi bagaimana memanfaatkan. Kalau buah itu bermanfaat, pasti orang akan dengan sendirinya tergerak untuk menanam. ”Kalau saat ini banyak yang menanam, maka generasi yang akan datang masih bisa melihat dan merasakan buah hutan Kalimantan secara nyata, bukan hanya sekadar cerita,” katanya.
Kalau saat ini banyak yang menanam, maka generasi yang akan datang masih bisa melihat dan merasakan buah hutan Kalimantan secara nyata, bukan hanya sekadar cerita.
Mohamad Hanif Wicaksono
Lahir : Blitar, 18 Agustus 1983
Pendidikan : S-1 Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Malang
Pekerjaan : ASN Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (Penyuluh KKBPK)
Penghargaan:
- Pena Hijau Award 2018
- Semangat Astra Terpadu Untuk (SATU) Indonesia Awards 2018
- Kalpataru 2019
- Local Hero Indonesia Sustainable Development Goals Award (ISDA) 2022
Organisasi:
- Forum Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) Provinsi Kalimantan Selatan 2017
- Forum Konservasi Flora Fauna Provinsi Kalimantan Selatan 2018
- Forum Perbenihan Tanaman Hutan (FPTH) Provinsi Kalimantan Selatan 2019
Publikasi Buku:
- Potret Buah Nusantara (2015)
- Buah Hutan Kalimantan Selatan: Sebuah Dokumentasi dan Upaya Konservasi (2018)
- Marajai: Kampung KB Desa Plasma Nutfah Nusantara (2020)