Rahmat Ziki, Pak Mantri di Pelosok Mentawai
Rahmat Ziki mengabdikan dirinya sebagai petugas kesehatan desa yang serba bisa di pelosok Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat. Keterbatasan sarana dan prasarana tak menyurutkan langkahnya melayani masyarakat.
Seorang ibu hamil tua telentang di dipan kayu reyot. Di sampingnya, seorang pria berperawakan kurus-jangkung dengan cekatan memijat dan sesekali menekan perut perempuan itu. Selepas memijat, pria itu mengukur panjang sejumlah bagian tubuh, termasuk lingkar lengan sang ibu.
Pria tersebut adalah Rahmat Ziki. Petugas kesehatan itu tengah memeriksa kondisi ibu hamil di ruang pengobatan Pos Kesehatan Desa (Poskesdes) di Dusun Koritbuah, Desa Sinaka, Kecamatan Pagai Selatan, Kepulauan Mentawai, Minggu (18/6/2023) siang. Rahmat memperkirakan ibu usia kepala tiga itu akan melahirkan pada Juli ini.
”Itu sebenarnya tugas bidan. Saya perawat. Namun, di sini, semuanya jadi tugas saya. Saya sebagai dokter, perawat, bidan, labor, gizi, hingga sanitasi. Petugas kesehatan di daerah pelosok harus bisa semuanya,” kata Rahmat, yang berstatus tenaga kontrak Dinas Kesehatan Kepulauan Mentawai.
Rahmat satu-satunya petugas kesehatan di poskesdes itu. Ayah satu anak ini mengabdi di poskesdes hampir delapan tahun sejak November 2015. Tak mudah menemukan petugas seperti Rahmat yang bertahan lama mengabdi di pelosok Mentawai dengan berbagai keterbatasan.
Menurut Rahmat, idealnya di poskesdes ini ada dua petugas, yaitu bidan dan perawat. Bidan bertugas melayani ibu hamil, persalinan, dan tugas sejenis, sedangkan perawat bertugas melayani masalah kesehatan lainnya. Ia sempat mendapat rekan bidan pada 2017 dan 2020, tetapi keduanya cuma bertahan setahun karena besarnya biaya hidup.
Sebagai petugas tunggal, Rahmat mau tidak mau harus bisa melayani semua masalah kesehatan warga. Dialah yang memeriksa, mengobati, merawat, membantu persalinan, merujuk, mengambil sampel, merujuk pasien, dan sebagainya. Warga pun memanggilnya ”Pak Mantari” atau mantri.
Rahmat menjelaskan, semua pengetahuan itu tak ia dapatkan di bangku perkuliahan. Sebagian ia dapat saat pembekalan di Puskesmas Bulasat yang menaungi warga Desa Sinaka dan Desa Bulasat, sebagian lainnya dari pengalaman langsung di lapangan dan diskusi dengan tenaga medis dan tenaga kesehatan lainnya.
Keterampilan membantu persalinan, misalnya, Rahmat pelajari dari rekan bidan yang sempat bertugas di poskesdes. ”Saat mereka menangani pasien, saya belajar. Kami yang bertugas di pelosok harus terampil, kami tidak boleh menolak pasien,” ujar pria lulusan D3 keperawatan STIKES Ranah Minang di Kota Padang ini.
Poskesdes di Dusun Koritbuah buka setiap hari. Pelayanan diberikan 24 jam selagi Rahmat berada di tempat. Dalam sehari, ia melayani rata-rata sembilan pasien. Pasien fasilitas kesehatan (faskes) ini tidak hanya dari Koritbuah yang berpenduduk 316 jiwa, tetapi juga dari dusun lain di Desa Sinaka, seperti Sinaka dan Matotonan.
”Tidak hanya warga dusun ini yang saya layani, tetapi kadang sampai ke ujung (dusun-dusun di ujung selatan Pulau Pagai Selatan). Kadang saya dijemput malam-malam naik boat (perahu) untuk melihat kondisi pasien. Kalau bisa, saya obati. Kalau tidak, mesti dirujuk,” ujar Rahmat.
Poskesdes tutup apabila Rahmat ada tugas membantu persalinan di rumah warga atau tugas keluar dusun. Sejumlah persalinan, katanya, dilakukan di rumah warga karena faktor risiko perjalanan jauh, selain juga tidak ada fasilitas rawat inap di poskesdes. Proses membantu persalinan memakan waktu tiga hari.
Keterbatasan
Rahmat lahir di Sikakap, Kepulauan Mentawai, dari ayah Minangkabau asal Pariaman dan ibu Mentawai. Masa kecil hingga SMA ia habiskan di pusat perdagangan tertua di kabupaten itu. Kemudian, ia berkuliah di Padang melalui program beasiswa Pemerintah Kabupaten Kepulauan Mentawai dan lulus pada Oktober 2015.
Bagi Rahmat, ditugaskan di daerah pelosok bukanlah hal mudah. Ia sempat cemas karena tak punya pengalaman tinggal di daerah terpencil dan tak biasa naik perahu. Kondisi Koritbuah jauh berbeda dengan Sikakap—jarak keduanya 5-6 jam jalur laut dengan perahu motor—meskipun sama-sama bagian dari Mentawai.
”Di Sikakap semua ada dan mudah. Di Koritbuah, air bersih, listrik, sinyal, dan transportasi, semuanya sulit,” ujar Rahmat, yang tinggal sendirian di poskesdes tanpa listrik. Pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) terpusat milik Kementerian ESDM di Dusun Koritbuah rusak sekitar 2-3 tahun terakhir.
Seiring perjalanan waktu, Rahmat mulai terbiasa. Sosialisasi dengan warga setempat menjadi kunci baginya untuk beradaptasi. Ia berupaya memahami budaya masyarakat sehingga bisa berbaur dan tak merasa sendirian. Rahmat juga tak menjadikan berbagai keterbatasan di tempat tugas sebagai alasan tidak melayani pasien.
Dari segi peralatan, misalnya, fasilitas di ruang pengobatan atau pemeriksaan poskesdes sangat terbatas. Bahkan, untuk peralatan dasar saja, seperti lemari obat, gantungan infus, dan tempat tidur pasien tidak ada atau tidak memadai.
Keberadaan lemari obat sebagai tempat penyimpanan agar obat tidak cepat rusak hanya digantikan dengan rak-rak kayu. Gantungan infus menggunakan paku. Sementara itu, tempat tidur pasien menggunakan dipan kayu yang keempat kakinya sudah miring. Rak-rak dan dipan kayu itu dibuatkan oleh warga.
Peralatan oksigen untuk bantu napas, misalnya, juga tidak ada. Warga Desa Sinaka, termasuk Dusun Koritbuah, mayoritas merupakan nelayan penyelam. Kasus sumbatan napas sering terjadi karena saat nelayan menyelam menangkap gurita, lobster, ataupun teripang. ”Karena tak ada oksigen, saya ajarkan teknik napas saja,” katanya.
Akses
Dari segi sarana dan prasarana, kondisi Dusun Koritbuah tidak memadai. Sumber air bersih sulit, apalagi saat kemarau. Listrik dan sinyal telepon seluler tidak ada. Begitu pula dengan akses transportasi, cuma jalur laut menggunakan perahu motor dengan waktu tempuh berjam-jam dan biayanya mahal.
Proses merujuk pasien menjadi tantangan berat. Faskes rujukan terdekat hanya Puskesmas Bulasat atau Puskesmas Sikakap yang fasilitasnya lebih lengkap dan lebih dekat ke Kota Padang. Perjalanan ke Bulasat butuh waktu sekitar 2 jam—masing-masing 1 jam jalur laut dan darat—sedangkan ke Sikakap sekitar 5 jam, asalkan tidak ada badai.
Karena poskesdes tidak punya perahu, Rahmat dan keluarga pasien mesti mencari perahu warga lain yang bisa disewa. Kemudian, ia mengantarkan pasien hingga ke faskes rujukan. Salah satu pengalaman yang ia ingat adalah mengantarkan pasien ke Rumah Sakit Tentara di Padang.
”Total waktu perjalanan lima hari. Dari Koritbuah, 5 jam perjalanan ke Sikakap. Sampai di Sikakap, pasien dititip di rawat inap puskesmas sembari tiga hari nunggu kapal feri Sikakap-Padang. Hari keempat naik kapal, besok pagi baru sampai Padang,” ujarnya.
Pengabdian Rahmat diakui oleh Kepala Desa Sinaka Tarsan Samaloisa. Menurut dia, Rahmat termasuk petugas kesehatan yang aktif melayani masyarakat. ”Sementara yang lain biasanya datang (ke lokasi tugas) hanya untuk ambil data, kemudian pergi lagi,” kata Tarsan, Senin (19/6/2023).
Dedikasi
Rahmat mengaku tidak tahu hingga kapan ia akan mengabdi di poskesdes ini. Sejauh ini, ia kadung nyaman bertugas di Dusun Koritbuah. Rahmat juga rela tinggal berjauhan dengan bayi dan istri, yang ia nikahi dua tahun lalu. Istrinya saat ini bertugas sebagai tenaga kesehatan di salah satu rumah sakit swasta di Kota Padang.
Sebenarnya Rahmat bisa saja minta pindah tugas ke faskes dekat rumah orangtuanya di Sikakap. Biaya hidup bisa lebih hemat. Akses dari Sikakap menuju Padang juga lebih gampang. Namun, ia tidak melakukannya. ”Takutnya kalau saya pindah, belum tentu langsung dapat penggantinya. Tidak ada yang melayani masyarakat,” katanya.
Baca juga: Asep Purnama, Provokator Gerakan Antirabies di NTT
Rahmat berharap sarana dan prasarana di poskesdes ditingkatkan agar pelayanan kepada pasien semakin baik. Peralatan, seperti lemari obat, gantungan infus, dan tempat tidur pasien, mesti dilengkapi. Begitu pula dengan peralatan oksigen untuk alat bantu napas bagi pasien paru-paru.
”Kalau dapat, poskesdes juga punya boat untuk meningkatkan layanan ke masyarakat. Kalau ada yang standby di sini, pasien bisa langsung saya rujuk, tidak perlu mencari dan menunggu boat orang dulu,” ujar Rahmat.
Rahmat Ziki
Lahir: Sikakap, 9 Maret 1994
Pekerjaan: Petugas kesehatan desa
Alamat: Koritbuah, Desa Sinaka, Pagai Selatan, Kepulauan Mentawai
Pendidikan: D-3 Keperawatan di Stikes Ranah Minang, Padang, (lulus Oktober 2015)