Aryanto, Perancang Bajak Roda Satu untuk Petani
Berbagai rintangan menghadang Aryanto (40) saat membuat mesin bajak roda satu multiguna. Namun, warga Kabupaten Lampung Tengah, Lampung, ini tak menyerah.
Berbagai rintangan mengadang Aryanto (40) saat membuat mesin bajak roda satu multiguna. Namun, warga Kabupaten Lampung Tengah, Lampung, ini tak menyerah. Inovasinya tidak hanya berbuah prestasi, tetapi juga menjadi solusi bagi banyak petani di Indonesia.
Tepuk tangan dari penonton bergemuruh saat pembawa acara menyebutkan nama Aryanto sebagai Juara 1 Lomba Teknologi Tepat Guna Nusantara (TTGN) XXIV di Kota Bandar Lampung, Lampung, Rabu (7/6/2023). Mesin bajak roda satu (platir) multiguna karya Aryanto menjadi yang terbaik di kategori Teknologi Tepat Guna (TTG) Unggulan.
Berpakaian adat Lampung, Aryanto menerima piala dan hadiah uang pembinaan sebesar Rp 30 juta dari Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Abdul Halim Iskandar. Kompetisi tingkat nasional itu menjadi ajang kontestasi para inovator TTG dari sejumlah daerah di Indonesia.
TTG merupakan teknologi yang sesuai kebutuhan masyarakat, sederhana, harga terjangkau, perawatan mudah, serta tidak merusak lingkungan. Mesin bajak roda satu miltiguna karya Aryanto, misalnya, diciptakan untuk mengatasi persoalan petani saat merawat kebun singkong atau jagung.
”Saya merasakan kesulitan petani singkong dan jagung selama merawat kebun. Petani biasanya menggunakan cangkul atau sapi untuk membajak kebun dan membersihkan gulma. Saat ini, sapi untuk membajak semakin sulit dicari, sementara biaya operasional untuk membayar tukang bajak cangkul juga semakin mahal,” kata Aryanto saat dihubungi Kompas dari Bandar Lampung, Senin (21/6/2023).
Aryanto yang merupakan lulusan sarjana teknik mesin Universitas Malahayati mulai merancang mesin untuk pengolahan lahan pascatanam itu sejak awal 2013. Ia ingin mesin ini berfungsi membuat batang tanaman jagung dan singkong menjadi kokoh setelah dibajak. Selain itu, juga mengatasi tanaman gulma secara mekanik atau tanpa penggunaan pestisida. Mesin ini juga dirancang bisa digunakan untuk pemupukan tanpa merusak tanaman yang sudah tumbuh.
Bermodalkan uang tabungan pribadinya sebesar Rp 5 juta, ia membeli mesin gerinda, bor, alkon, dan berbagai bahan lain yang dibutuhkan untuk membuat satu mesin bajak roda satu.
Kala itu, modal yang dimiliki Aryanto belum cukup untuk membeli mesin las. Ia pun harus bolak-balik ke bengkel las di dekat rumahnya. Sementara pekerjaan lain merakit mesin dilakukan di teras rumah orangtuanya.
Berbeda dengan mesin bajak pada umumnya, Aryanto hanya menciptakan mesin bajak hanya dengan satu roda. Ide itu bukan dibuat tanpa alasan. Ia mempertimbangkan jarak tanam setiap baris yang hanya kurang dari 50 sentimenter. Mesin ini juga harus mampu beroperasi di antara sela-sela tanaman tanpa merusak bibit yang mulai tumbuh.
Baca juga: Vania Febriyantie, Mendekatkan Akses Pangan Berkualitas
Karena alasan itu, mesin bajak ini dibuat rampung dengan ukuran 150 cm x 35 cm x70 cm. Roda dengan lebar 15 cm yang juga difungsikan sebagai alat bajak dipasang pada bagian tengah depan mesin. Ia menggunakan roda flywheel untuk menstabilkan putaran mesin.
Sementara mesin penggerak menggunakan alkon dan casing mesin terbuat dari besi. Mesin bajak roda satu multiguna itu lalu ia namai BarotuX15 yang berarti bajak dengan roda satu selebar 15 cm.
Eksperimen
Awalnya, ide membuat mesin bajak satu roda ini mendapat sindiran dari kerabatnya. ”Ada yang bilang ora bakal iso (enggak bakal bisa) karena selama ini mesin bajak tidak ada yang roda satu. Saat itu, saya tidak bisa menjawab, tetapi terus bereksperimen. Saya ingin melawan asumsi banyak orang, ternyata mesin ini bisa diciptakan,” katanya.
Awalnya, mesin bajak itu kurang maksimal. Pada percobaan pertama, badan mesin kurang fleksibel saat dibelokkan sehingga menyulitkan penggunanya. Ia juga pernah mencoba mengganti beberapa jenis mesin penggerak untuk mencari jenis mesin yang paling cocok.
Proses uji coba dan perbaikan mesin dilakukan selama sekitar lima tahun. Tidak sedikit bahan dan modal yang terbuang demi menciptapkan mesin ini. Tak terhitung pula cucuran keringat dan percikan las.
”Saya pernah mencoba menggunakan mesin sepeda motor. Sudah bisa berjalan dan berbelok, tetapi jalannya terlalu cepat. Saya juga pernah melakukan uji coba dengan lebar roda 10 cm, 15 cm, dan 20 cm untuk menentukan mana yang paling efektif,” katanya.
Selama masa eksperimen, Aryanto mencoba mesin itu di kebun singkong dan jagung milik orangtuanya sendiri. Setiap kali mencoba mesin itu, ia meminta orang lain untuk merekam videonya. Video penggunaan mesin itu ia lantas ia unggah di Youtube pertama kali sekitar tahun 2021.
Tak disangka, video itu ditonton oleh ribuan orang. Pemesan dari sejumlah kota pun berdatangan. Saat ini, harga satu unit mesin dibanderol sekitar Rp 7,5 juta. ”Sampai saat ini sudah ada sekitar 120 unit mesin yang terjual. Pembeli berasal dari sejumlah daerah, antara lain Lampung, Medan, Blitar, hingga Banyuwangi,” katanya.
Ramah lingkungan
Sebelum menjadi juara dalam lomba TTG unggulan tingkat nasional, mesin tersebut pernah menang dalam kontetasi serupa di tingkat kabupaten dan provinsi. Warga Desa Simpang Agung ini tidak hanya membuktikan karyanya menasional, tetapi juga membantu memecahkan masalah petani.
Berkat karya ciptaan Aryanto, petani bisa menekan biaya operasional perawatan kebun. Tak hanya itu, produktivitas tanaman juga meningkat.
Dengan menggunakan mesin ini, petani hanya membutuhkan biaya untuk membeli bakan bakar sekitar 5 liter. Jika dengan ongkos satu tukang, biaya operasional untuk perawatan kebun menggunakan mesin ini hanya berkisar Rp 500.000. Biaya itu lebih murah jika dibandingkan dengan alat cangkul manual dengan asumsi lima pekerja yang membutuhkan biaya hingga Rp 1,5 juta.
Baca juga: Sen Tjiauw Gustafsson, Mengembangkan Tempe di Swedia
Sementara dengan perawatan yang baik menggunakan mesin ini, produktivitas tanaman singkong bisa meningkat dari semula 7 ton menjadi 11 ton untuk setiap luas kebun 2.500 meter persegi. Mesin ini juga membantu menghilangkan gulma secara alami tanpa pestisida.
Secara langsung, inovasi tersebut juga membantu membuka lapangan pekerjaan untuk warga desa. Saat ini, ia mempekerjakan empat karyawan di bengkelnya. Ia ingin terus memproduksi mesin tersebut dalam jumlah massal sesuai kebutuhan warga. Ia berharap pemerintah mendukung karya warga desa.
Mesin itu juga membuat Aryanto lebih dekat dengan keluarganya. Dulu, ia pernah bekerja sebagai pekerja migran di Korea Selatan selama tiga tahun. Kini, ia bisa tetap di kampung halamannya dan ikut berkontribusi membangun desa.
Aryanto
Lahir: Simpang Agung, 26 Mei 1983
Pendidikan: S-1 Teknik Mesin Univeritas Malahayati, Bandar Lampung
Penghargaan:
- Juara 1 Teknologi Tepat Guna Kategori Unggulan Tingkat Nasional Tahun 2023
- Juara 1 Teknologi Tepat Guna Kategori Unggulan Tingkat Provinsi Lampung Tahun 2023