Sen Tjiauw Gustafsson Mengembangkan Tempe di Swedia
Dalam satu unggahan, Sen Tjiauw Gustafsson menampilkan foto tempe yang didalamnya terdapat biji-bijian berwarna hijau, hitam, dan cokelat. Tempe itu rupanya memenangi lomba makanan inovatif ÄT!Stockholm, November 2022.
Oleh
MOHAMMAD HILMI FAIQ
·5 menit baca
Sen Tjiauw Gustafsson semula hanya memenuhi hobi membuat dan memasak tempe. Belakangan hasil hobinya itu diapresiasi dan mendapat berbagai penghargaan. Dari Swedia dia berambisi membuka jalur pasar keripik tempe ke negara-negara Eropa lainnya.
Sen aktif mengunggah hasil kreasi tempenya ke akun Instagram. Dalam satu unggahan dia menampilkan foto tempe yang di dalamnya terdapat biji-bijian berwarna hijau, hitam, dan coklat. Warna-warna yang segera mengesankan tempe tak biasa. Tempe itu rupanya memenangi lomba makanan inovatif ÄT!Stockholm, November 2022, sebagai sebagai produk terbaik pilihan juri dan produk terbaik pilihan publik.
Sen mengungkapkan, dalam lomba itu dia mengenalkan 10 macam tempe segar, terbuat dari berbagai kacang-kacangan dan padi-padian, jenis kuno yang kini sedang dibudidayakan kembali. Tempe tersebut dia sajikan juga dalam bentuk keripik dari tiga kacang, yakni lupin, kacang hitam, dan kacang polong hijau. Produk ini juga sempat sempat diperkenalkan Fredrik Eriksson, koki ternama yang duduk di Akademi Gastronomi Swedia, sebagai makanan inovatif di TV4. ”Ini sangat jarang terjadi,” kata perempuan bernama asli Sen Tjiauw ini.
Salah satu yang menjadi nilai lebih dari tempe buatan Sen adalah karena menggunakan bahan baku lokal. Itu sebagai bagian dari kampanye lingkungan. ”Menanam kacang-kacangan juga berdampak positif buat perbaikan lahan tanah dan bisa mengurangi penggunaan pupuk kimia. Karena tanaman legumes (kacang-kacangan) bisa menyimpan nitrogen di dalam tanah,” ujarnya lewat WhatsApp, Senin (17/4/2023).
Sejauh ini, Sen yang berwirausaha lewat Sweden Tempe Food AB, semula bernama Hallstavik Tempe, hanya membuat tempe segar sesuai pesanan. Konsumennya adalah orang Indonesia di Swedia, orang Swedia yang memilih makanan vegan, serta beberapa restoran. Di Stockholm, ada dua restoran Indonesia yang memesan tempe dari Sen, yakni restoran Warung dan Restaurang Jakarta.
Kedutaan Besar Republik Indonesia di Swedia, dengan Dubes Kamapradipta Ismono, kata Sen, sangat bersemangat mendukung usaha kami mengenalkan Tempe di Swedia. KBRI di Stockholm sering memesan keripik tempe untuk acara-acara mereka.
”Beberapa hari lalu, Pak Dubes mengundang Wakil Menlu Swedia dan sejumlah Duta Besar untuk berbuka puasa bersama, beliau berkesempatan mengenalkan tempechips kepada para tamunya,” kata ibu dua anak ini mencontohkan.
Dari hobi
Sen menjelaskan, ketertarikannya bereksperimen membuat tempe muncul pada 2019 saat keponakannya balik dari Jakarta dan membawa ragi tempe. Sen yang memang mempunyai hobi masak, tergerak mencoba membuat tempe untuk dikonsumsi sendiri sembari menambah pengetahuan dari beberapa buku tentang tempe. Sen belajar tentang tempe dari siapa saja yang bisa. Misalnya dia ikut grup Komunitas Tempe Indonesia di FB, lalu ada grup Tempe Makers. Dia juga mempelajari hasil riset yang sudah ada sejak tahun 60-an, 70-an. Dia menemukan banyak penggiat tempe di berbagai negara, yang punya pengetahuan luas tentang tempe.
Dari hasil uji coba membuat tempe, Sen kirimkan ke beberapa teman yang tinggal di kota lain sekalian untuk mengetahui ketahanannya. Di Swedia, dengan suhu di bawah 20 derajat celsius, Sen bisa mengirim tempe menggunakan jasa pos dan setelah satu sampai dua hari tempe sampai ke penerima dalam kondisi segar. Setelah dua tahun bereksperimen, mulai datang pemesanan tempe dari dari komunitas Indonesia yang tinggal di Swedia.
Maka sejak 2021, tempe menjadi bisnis Sen. Ini peluang bisnis bagus mengingat di Swedia belum banyak dijual di toko-toko makanan. Kalaupun ada, biasanya diimpor dari Belanda, itu pun sudah dipasturisasi sehingga rasanya tidak selezat tempe segar.
Sejak pindah ke Stockholm, Swedia, 2003, keluarga Sen hidup tanpa pembantu. ”Masak-memasak menjadi keasyikan tersendiri bagi saya. Apalagi, program memasak di TV sudah mulai populer di sini,” ujar perempuan yang senang berkebun di musim panas, memetik jamur atau berries di hutan di musim gugur ini.
Tentang memasak itu, Sen menceritakan, dulu sewaktu masih bekerja sebagai jurnalis di Majalah Forum Keadilan, dia mempunyai kedai kecil di samping kantor di Jalan Arteri Pondok Indah. Kedai ini menyediakan makan siang untuk teman-teman kerjanya. Meskipun kedai ini dikelola pegawai, tetapi Sen tetap turut memutuskan menu yang dihidangkan.
Kreasi baru
Usaha Sen diuntungkan oleh kesadaran orang-orang Eropa tentang benefit mengonsumsi makanan fermentasi, termasuk tempe. Sebangun dengan perubahan iklim, badan dunia semacam FAO dan Unieropa, melihat pentingnya kampanye keragaman hayati, salah satunya melaui kampanye konsumsi kacang-kacangan. Rupanya Sen menemukan beberapa kacang-kacangan ini cocok dibuat tempe.
Sayangnya, kedelai tidak menarik sebagai bahan makanan karena tidak bisa ditanam di iklim Swedia. Bagi banyak orang, perubahan dari pemakan daging menjadi vegetarian atau vegan itu bagus, tetapi lebih bagus lagi jika pilihan konsumsinya beralih ke makanan lokal yang bisa ditanam di dalam negeri. ”Jadi, tempe nonkedelai adalah kuncinya,” kata Sen.
Dari kondiri tersebut, Sen lalu mencoba bahan lain di luar kedelai untuk membuat tempe. Apalagi tempe bisa dibuat dari bahan apa saja, mulai dari kacang-kacangan, padi-padian, umbian, hingga mi atau pasta.
Selama ini, lanjut Sen, kacang-kacangan di Swedia, hanya sekitar 1 persen yang menjadi makanan manusia, selebihnya diekspor sebagai makanan hewan. Peluang pasar tempe nonkedelai jauh lebih besar dari pada tempe kedelai. ”Saya baru saja meneken kontrak dengan perusahaan penyalur bahan makanan terbesar, khusus untuk restoran di Swedia. Mereka akan menjadi distributor untuk tempechips nonkedelai yang saya produksi,” ujar Sen.
Kini, tempe buatan Sen sudah dikenal luas di Swedia. Tapi, tidak berhenti sampai di sini karena dia mempunyai obsesi bisa membuka jalur pasar Tempechips ke negara-negara Eropa lainnya. Dia akan menawarkan jenis keripik tempe dari bahan lokal di tiap negara. Ambisi besar ini tentu saja membutuhkan modal besar. Untuk itu, dia berharap menemukan rekanan bisnis yang memiliki kesamaan misi.
Sen Tjiauw
Tempat lahir: Desa Mapur, Bangka-Belitung
Suami: Johan Gustafsson
Pendidikan: Fisip, Sosiologi, Universitas Lampung, 1989-1993
Pekerjaan:
·Bekerja di Tio Hundra AB (sebuah perusahaan pengelola jasa kesehatan), sejak 2011,
·Dirut Sweden Tempe Food AB, 2023.
·Jurnalis dan redaktur di Lampung Post (1993-1995), Forum Keadilan (1995-2001), dan Trust (2001-2003).
·Kontributor buku Megawati dalam Catatan Wartawan; Menangis dan Tertawa bersama Rakyat, 2016.