Maliq & D’Essentials dan Pop Hari Ini
Kuncinya tak boleh tua. Harus muda terus. ”Peraturan kita, lo boleh apa aja, tapi enggak boleh terlihat tua...,” tandas Widi.
Di awal kemunculannya, Maliq & D’Essentials dianggap sebagai anomali. Namun, kerja keras dan konsistensi berkali-kali tak pernah mengingkari hasil. Dua dekade berlalu, hari ini musik Maliq & D’Essentials adalah pop arus utama yang dikonsumsi pendengar lintas generasi dengan riang gembira.
Senin (15/5/2023), Maliq & D’Essentials merayakan 20 tahun usia perjalanan mereka di dunia musik Tanah Air. Kelompok musik yang diawaki oleh Angga Puradiredja (vokal), Indah Wisnuwardhana (vokal), Dendy Sukarno/Jawa (bas), Widi Puradiredja (drum), Arya Aditya Ramadhya/Lale (gitar), dan Ilman Ibrahim Isa (kibor dan piano) ini akan merayakan perjalanan karier musik mereka selama 20 tahun dalam konser tunggal bertajuk Konser 20 Tahun Maliq & D’Essentials.
Konsernya akan digelar Minggu (14/5/2023) malam ini di JIExpo, Kemayoran, Jakarta, dihadiri 14.000 penonton. Saat penjualan tiket dibuka pada 7 Maret, 11.500 lembar tiket ludes hanya dalam waktu kurang dari lima jam. Jumat pekan lalu, kuota tiket tambahan dibuka lagi sebanyak 2.500 lembar demi memenuhi animo penonton yang membeludak.
Banyak kejutan disiapkan untuk konser yang rencananya akan berlangsung hampir 3 jam itu. Di tengah persiapan konser yang menguras tenaga, Maliq tetap saja memiliki energi untuk membuat gimmick-gimmick mengejutkan. Mereka tiba-tiba tampil di stasiun Jakarta Kota, Stasiun Bogor, atau di halaman depan Ratu Plaza, serta menggelar halalbihalal. Maliq ibarat DNA, mereka sebagai macan panggung seolah tak pernah kehabisan energi.
Besarnya animo penonton adalah fakta Maliq telah berhasil merebut hati pendengar musik Tanah Air. Meski Maliq & D’Essentials adalah tipikal band yang selalu laris manis karena tampil di banyak jenis acara, tiket konser tunggal mereka tetap saja diburu orang.
Di masa lalu, band yang mengawali karier di kafe dan lounge ini pernah tampil tak dibayar. Pernah juga dilempari sepatu hingga penonton yang membuang muka saat mereka tampil di panggung. Ini karena musik Maliq & D’Essentials dianggap melawan musik arus utama. Musik yang hanya dinikmati segmen terbatas.
Kala itu Maliq kerap disebut-sebut mengusung jazz. Gara-garanya tampil di Java Jazz Festival tahun 2005. Namun, benang merah musik Maliq sebenarnya ada di soul, funk, dan R&B karena mereka memang menyukai genre tersebut. Inspirasi mereka, antara lain, Michael Jackson, Stevie Wonder, Marvin Gaye, Maxwell, dan Erykah Badu. Untuk band, mereka mengacu pada Earth, Wind & Fire, serta Kool and The Gank.
Di masa kemunculan mereka, publik Tanah Air masih sangat asing dengan musik-musik semacam itu sehingga Maliq dipandang aneh. Toh, Maliq bergeming, memilih terus bekerja keras, konsisten berkarya membuat lagu-lagu bagus yang lantas menjadi hit. Di album pertama mereka, 1st yang dirilis tahun 2005, Maliq punya hit seperti ”Terdiam”, ”Kangen”, hingga ”Untitled”. Tahun 2019, Maliq masih bisa menelurkan hit ”Senja Teduh Pelita”.
Keduanya sama-sama lagu cinta, tetapi berbeda pengungkapannya. Cinta di ”Untitled” yang lahir saat usia para personel di usia 20 tahunan diungkapkan dengan lebih spontan dan lugas. ”Senja Teduh Pelita” yang lahir di usia personelnya rata-rata berkepala empat diungkapkan lebih halus. Belum lagi hit lainnya, seperti ”Dia”, ”Coba Katakan”, ”Setapak Sriwedari”, ”Menari”, ”Drama Romantika”, dan ”Himalaya”. Tahun 2021, Maliq merilis album mini Raya dan produktif menelurkan sejumlah singel di tahun 2022 dan 2023.
Maliq & D’Essentials juga tak pilih-pilih panggung. Mereka adalah tipikal band yang mau tampil di acara pernikahan, ulang tahun, festival musik, acara kantoran, hingga pensi. Tak heran, penggemarnya lintas generasi. Di salah satu acara, ada anak kelahiran 2010 berdiri di baris terdepan.
Baca juga: Manifestasi Angan-angan Iga
Tampil di banyak acara, jadi alasan mengapa Maliq tak pernah menyiapkan susunan lagu saat tampil. Alasannya, flow setiap acara sangat berbeda. ”Lagu mungkin sama, tapi harus lihat kondisi di lapangan kayak apa. Kalau di-setlist-kan dan pakai sequencer rapi itu jadi enggak bisa explore di atas panggung. Tapi kita udah punya format komunikasi di panggung, cara untuk menyampaikan oke lagu ini, udah ada jalurnya,” tutur Widi seusai jumpa pers di kawasan Jakarta Selatan, Kamis (4/5/2023). Ini juga tentu salah satu manifestasi kesolidan Maliq sebagai band. Tanpa itu, mustahil.
Untuk konser tunggal mereka yang melibatkan banyak pihak, Maliq akan kembali menggunakan setlist. Sebanyak 31 lagu telah disiapkan dengan aransemen dan koreografi khas Maliq yang memang senang joget di atas panggung. Harapannya, semua senang, termasuk mereka yang di atas panggung.
”Konser ini adalah penanda atau simbol satu chapter Maliq, dan kita rayakan dengan konser. Karena menurut pandangan gue enggak banyak musisi di Indonesia yang setelah 20 tahun masih bersemangat untuk explore kreatif. Biasanya tuh, based on idola-idola gue, masa peak-nya di umur 30-an. Abis itu mereka seneng ngerjain yang lain. Konser ini sebenernya adalah trigger, yuk bikin perayaan yang heboh, yang kita belum pernah supaya kita ada semangat baru, kita masih mau gila-gilaan di tahun selanjutnya,” kata Widi, bersemangat.
Rumah bersama
Tentu saja, melewati 20 tahun bersama dalam satu band bukan hal mudah. Begitu pula perjalanan Maliq. Sebagai band, ada masanya mereka jatuh bangun. Mereka pernah melewati beberapa pergantian personel, juga manajer.
Tahun 2014, Indah bahkan pernah bermasalah dengan pita suaranya sehingga tak bisa menyanyi. Namun, semua terlewati. Kuncinya, belajar mengenali satu sama lain meski tidak mudah dan perlu waktu panjang.
”Buat gue itu bukan cuma gue yang belajar. Tapi satu tim gimana bisa ngelewati ini sama-sama. Setiap anak pasti menemukan caranya masing-masing agar bisa menerima keadaan itu, beradaptasi dari situ, tapi tetap bisa berjalan maju. Buktinya sampai sekarang band-nya masih tetep jalan. Jadi nambah terus challenge kita,” kata Indah, satu-satunya personel perempuan di band.
Jawa menambahkan, intinya, setiap orang sadar posisi masing-masing. Semakin dewasa mereka, komunikasi yang baik antarpersonel juga menjadi tuntutan. ”Friksi pasti ada karena kita, kan, manusia. Tapi diatasinya dengan komunikasi. Diobrolin, dibicarainas human to human. Masing-masing koreksi diri,” kata Jawa.
Apabila situasi menjadi berat, Lale biasanya menjadi penengah. Dia ibarat security band. ”Harus ada satu orang yang selalu bisa, aman aja bos. Enggak masalah, kok. Bisa, kok, bisa. Biasanya gue yang sering kayak gitu,” kata Lale yang humoris.
Proses jatuh bangun bersama, pada akhirnya membuat relasi pertemanan dan profesional mereka semakin solid. Job mereka bisa dibilang tak pernah sepi. Jejak mereka pun tertancap semakin dalam di panggung musik Tanah Air.
Baca juga: Ferry dan Racikan Kegembiraan
”Kita rasa kita cukup berhasil ngasih flavour baru di industri musik Indonesia di 20 tahun terakhir. Karena waktu itu kita, kalau di sini ada yang datang ke preskon Maliq 20 tahun lalu dan mempertanyakan Maliq keluar dengan jenis musik minoritas, terbukti sekarang enggak seperti itu. Jadi kami pikir, ultimate perjalanan Maliq adalah membuat lagu-lagu tersebut jadi lagu pop sekarang,” tutur Angga.
Seiring waktu, diungkapkan Ilman, musikalitas Maliq pun terus berkembang. Kesibukan setiap personel di luar Maliq tak pernah menjadi penghalang atau pemecah, justru menjadi bahan bakar untuk terus maju. Di kantor Maliq yang baru, setiap personel memiliki studio agar bisa mengeksplorasi hal-hal yang mereka sukai.
”Kan kita punya idealisme masing-masing yang belum tentu dicurahkan di Maliq. Jawa, misalnya, anak reggae, kalau tiba-tiba Maliq jadi reggae ya sulit. Kalau kasih influence iya. Cuma, karena passion-nya di reggae, ya silakan bikin project yang enggak bersandingan sama positioning-nya Maliq. Kalau di Maliq terus, kan, juga boring,” kata Widi.
Di luar Maliq, Widi kerap berperan sebagai produser. Sementara Jawa banyak menerima pesanan lagu seperti halnya Ilman dan Lale yang bersama Nino (RAN), berkolaborasi menjadi pencipta lagu untuk banyak penyanyi Tanah Air. Sementara Angga, kini kembali menikmati profesi sebagai penyanyi di kafe.
”At the end, semua energi yang kita kumpulkan didapat dari luar itu balik lagi ke rumah kita. Apa pun, prioritas kita, ya Maliq,” kata Jawa.
Babak baru
Pertemanan yang solid, dibumbui jiwa wirausaha para personel, menjadikan Maliq tak semata band. Di tahun-tahun awal, pertemanan mereka berlanjut dalam ikatan bisnis. Mulai dari label rekaman, manajemen, kafe, hingga kini merambah usaha promotor, bahkan media.
Setelah konser 20 tahun, mereka akan menandai perjalanan baru menjadi sebuah brand. Mereka akan mulai masuk ke bisnis ritel, mulai parfum hingga baju, juga ke bidang edukasi, mendirikan sekolah musik dengan target pasar anak-anak.
”Ini harus enggak harus, sih, karena by natural aja. Intuisi aja. Ternyata memang kita ada jiwa entrepreneur-nya. Yang dulu kita nggap seru-seruan, ternyata ngarahin kita enggak cuma diem jadi player aja,” kata Angga.
Perkembangan ini sekaligus menjadi harapan, sekaligus pembuktian. Musisi, memang seharusnya bisa bangga dengan profesinya. ”Bukan bangga tanpa bukti. Tapi bangga bahwa dari musik bisa terjadi banyak hal sehingga nanti efeknya secara sosial profesi musisi bisa dijadiin sebagai profesi yang punya value atau dihargai,” tegas Angga.
Selama ini, berdasar pengalaman mereka, profesi musisi masih kerap dipertanyakan. ”Ya, secara sosial. Bahkan sama industrinya sendiri aja kita dipertanyakan. Elo ngapain bikin lagu kayak gitu. Sama bank dipertanyakan. Sama orang tua, sama calon mertua. Jadi kita berharap, 20 tahun ini kita harap ada paradigma yang berubah dari pembuktian-pembuktian kecil yang udah Maliq lakuin ke industri,” kata Angga.
Bisa jadi, orang akan menganggap hal itu klise. Namun, menurut mereka, agar bisa sampai ke titik itu, niat awalnya harus kuat.
”Kalau suka main musik, ya, buat musik yang bagus. Konsisten di situ. Gue pernah denger kata-kata Michael Jordan (pebasket), gue kalau satu pertandingan cuma buat 2 poin, siapa yang mau ngontrak gue. Gue satu pertandingan tuh 30, 40, 50 poin. Jadi latihan basket aja terus tiap hari. Sama kayak kita 20 tahun lalu, tiap minggu nge-band, manggung di acara pensi, acara-acara yang mungkin kecil, tapi kita nge-treat-nya total. Insya Allah semua happy,” ujar Angga.
Baca juga: KD dan Kebahagiaan Mencintaimu
Hal yang sama berlaku bagi pemain bas, pencipta lagu, atau penyanyi. Semua butuh usaha, kerja keras dan konsistensi. Jangan hanya mau rumus cepatnya saja.
”Musisi sekarang banyak distraksi, harus bikin marketing ABCDE, konten ABCDE sehingga mereka lupa basic-nya. Bahwa lo untuk bisa dipromosiin, lo harus punya konten yang bagus, atau manggungnya harus bagus banget, lagunya harus enak banget. Jadi mereka belum mulai udah tegang kalau enggak viral, akhirnya hilang fokus,” imbuh Widi.
Efek viral, ujar Widi, memang bagus, tetapi tidak akan bertahan lama apabila fondasinya tidak kuat. ”Kita banyak audisi band, kelihatan banget kalau mereka tuh tujuannya masuk ke industri ini menurut mereka gampang. Bikin lagu di rumah terus ditaruh di platform digital, lalu melabeli profesional. Padahal itu masih panjang banget,” kata Widi.
Bagi Maliq, satu babak yang penuh kerja keras dan konsistensi telah berhasil mereka lalui. Babak selanjutnya menanti di depan mata. Maliq telah bertekad akan semakin berani mengambil risiko agar tak melulu berada di zona nyaman.
”Comfort zone bukannya salah, tapi menurut gue, harus ada yang selalu berkembang dari Maliq. Makin berumur, makin berani mencari tantangan baru agar semakin panjang kariernya,” kata Widi.
Kuncinya, tak boleh tua. Harus muda terus. ”Peraturan kita, lo boleh apa aja, tapi enggak boleh terlihat tua..,.” tandas Widi. Selamat tambah muda Maliq....
Maliq & D’Essentials
Diskografi :
- 1st (2005)
- 1st Special Edition (2006)
- Free Your Mind (2007)
- Free Your Mind Repackage (2008)
- Mata Hati Telinga (2009)
- The Beginning of a Beautiful Life (2010)
- Radio Killed The TV Stars ( kompilasi)
- Sriwedari (2013)
- Musik Pop (2014)
- Senandung Senandika (2017)
- Raya (2021)