Ahmadi, Menjaga Mangrove Pangkal Babu
Ahmadi mengajak warga stop menebangi pohon-pohon bakau. Bibit-bibit baru lalu ditanam di berbagai penjuru wilayah. Mulai dari sisi terluar kemudian menyebar hingga sekitar permukiman.
Ahmadi (73) lega hutan mangrove kembali rimbun. Perjuangan puluhan tahun dalam pelestarian alam berbuah Kalpataru. Ia pun mengawal perekonomian masyarakat tumbuh selaras dengan semangat menjaga biodiversitas di pesisir timur Jambi.
Mangrove kini tumbuh di mana-mana di wilayah Pangkal Babu, Tungkal Ilir, Tanjung Jabung Barat. Bersama itu pula, siput, ikan-ikan, dan udang melimpah. Seluruh hasil biota air itu menjadi sumber protein masyarakat. Tumbuh pula ekowisata mangrove dan juga usaha ekonomi batik mangrove.
Geliat konservasi itu tampak kontras jika dibandingkan 20 tahun silam. Kala itu, masyarakat nyaris putus asa bertahan hidup di pesisir. Ombak bergulung-gulung tinggi menerjang permukiman dan lahan pertanian masyarakat. Pangkal Babu terancam hilang tersapu gelombang.
Ahmadi mencoba menganalisis penyebabnya. Rentetan bencana datang silih berganti seiring pembabatan hutan mangrove. Kebun dan lahan pertanian dibuka di mana-mana. Puncaknya adalah pembukaan tambak udang.
Akibatnya, deretan panjang tanaman bakau semakin tipis. Permukiman dan laut bagai tak berjarak lagi. Ahmadi meyakini, bencana yang datang beruntun merupakan korelasi langsung penebangan yang masif. ”Air laut naik, tinggi, dan bergulung-gulung menerjang desa,” kenangnya, 2 April 2023.
Dari situlah ia mulai belajar mengenali peran mangrove. Perspektif baru semakin terbuka. Upaya mitigasi bencana akhirnya dibangun.
Ahmadi mengajak warga stop menebangi pohon-pohon bakau. Bibit-bibit baru lalu ditanam di berbagai penjuru wilayah. Awalnya, bibit ditanam di sisi terluar. lalu semakin menyebar di permukiman.
Ia kemudian mendorong desa membuat peraturan penetapan alih fungsi kawasan bekas tambak menjadi areal lindung. Lahan bekas tambak udang lalu ditanami dengan berbagai jenis tanaman khas mangrove.
Baca juga : Veronica Lamahoda, Lumbung di Laut Sawu
Di hutan yang masih tersisa, Ahmadi menyampaikan petuah, siapa pun yang menebang satu batang mangrove wajib menanam sepuluh batang. Sebagai pemimpin kampung, petuahnya diamini warga sebagai aturan yang berlaku.
Awal gerakan menanam memang tak berjalan mulus. Banyak bibit mati setelah ditanam. Ahmadi berupaya mencari penyebab dan cara mengatasinya. Bibit mati rupanya karena tak kuat melawan hama. Akhirnya ia dapati siasat jitu. Akar bibit perlu direndam di air semalaman sebelum ditanam. Tujuannya, untuk mematikan hama yang menempel pada tanaman.
Dengan siasat baru, tingkat kegagalan dalam pembibitan dapat ditekan. Sejak 2004, ia pun membentuk Kelompok Tani Hutan (KTH) Bakau Lestari. Kelompok ini berfokus pada penangkaran bibit mangrove. Pembibitan massal dibangun bersama-sama petani. Pesanan bibit datang dari mana-mana. Usaha itu mulai mengangkat perekonomian warga. ”Di pekarangan rumah, warga sudah bisa membibitkan mangrove,” katanya.
Hingga saat ini, pembibitan telah menghasilkan setengah juta tanaman yang berhasil ditangkarkan. Bibit-bibit itu telah ditanam di wilayah pesisir Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, dan Lampung. KTH Bakau Lestari bahkan telah dikukuhkan sebagai satu-satunya penangkar mangrove bersertifikat.
Buka kampung
Ahmadi semula tinggal di Kota Jambi. Menjelang tahun 2000-an, ia dimintai tolong pamannya membuka kampung di Pangkal Babu. Karena tertarik, ia pun pindah bersama sang istri. ”Rumah dan kebun di Kota Jambi kami jual untuk modal pindah,” kenangnya.
Pertama kali menjejakkan kaki, ia dapati Pangkal Babu masih berupa hutan rawa yang rimbun. Di mana-mana tumbuh pohon bakau.
Pembukaan kampung pelan-pelan menggerus hutan. Karena lemahnya pengetahuan masyarakat akan manfaat mangrove, pohon-pohon pun ditebangi begitu saja. Kayu-kayunya dipakai untuk membangun rumah. Lahan yang telah terbuka dikelola menjadi kebun. Pembangunan itu mengantarkan Pangkal Babu menjadi salah satu pemasok bahan baku kopra terbesar di wilayah Tanjung Jabung Barat.
Namun, bencana banjir dan gelombang tinggi beruntun melanda wilayah itu. Di tengah kekhawatiran akan kehilangan lahan pangan, masyarakat mulai membuka mata akan pentingnya bakau di pesisir. Atas dorongan Ahmadi, penyelamatan ekosistem mangrove yang rusak akhirnya dihidupkan.
Kini, masyarakat getol menanam bakau. Selain itu, dihidupkan kepercayaan akan hal-hal gaib untuk mempertahankan hutan tetap aman. Nama Pangkal Babu sendiri memang punya arti khusus. Kata babu mengacu pada abu-abu. Sesuatu yang abu-abu, antara dunia nyata dan dunia gaib. Itulah yang mereka maknai akan kehidupan desa mereka yang lekat nuansa mistis.
Nama pangkal mengacu pada salah satu lokasi pangkal sungai yang kerap menjadi tempat berakhirnya perahu atau jasad warga yang mengalami musibah. Ahmadi menguatkan, kepercayaan itu mampu menjaga keanekaragaman hayati di sana.
Untuk mencapai desa yang berjarak 137 kilometer dari Kota Jambi itu dibutuhkan waktu tempuh sekitar tiga jam. Menuju lokasi hutan dan ekowisata di Pangkal Babu, tamu akan melintasi beragam jenis tanaman mangrove, sebagian tumbuh di areal pekarangan Ahmadi. Di antara tanaman-tanaman itu, ia sematkan papan larangan menebang pohon.
Baca juga : Syamhudi, Kepedulian untuk Sungai Putat
Gerakan menanam mangrove akhirnya makin menghijaukan wajah Pangkal Babu. Hutan mangrove kembali rimbun. Dampaknya, lahan pertanian terjaga. Barisan mangrove yang padat sangat efektif melindungi desa dari terjangan air laut.
Memang, upaya penyelamatan mangrove sempat menuai cemooh. ”Ada yang komentar, mangrove ini apa? Kayak sarang monyet bae,” ujarnya menirukan ucapan seorang tamu.
Ada lagi yang menanggapi sinis ketika mereka mendapatkan bantuan ratusan ribu bibit mangrove. Bantuan yang didapat seharusnya kelapa atau pinang, bukannya mangrove yang dianggap tak bernilai ekonomi.
Namun, Ahmadi enggan menanggapinya. ”Tekad saya supaya masyarakat tetap bisa hidup. Cukup dengan menanam mangrove,” katanya lagi.
Selain berfungsi menahan abrasi laut, angin, dan badai, mangrove juga merupakan habitat berbagai jenis biota air. Sumber daya udang, kepiting, siput, dan ikan makin melimpah seiring terjaganya hutan.
Tekad saya supaya masyarakat tetap bisa hidup. Cukup dengan menanam mangrove.
Tak berhenti sampai di situ, ia pun mengusulkan agar semangat konservasi alam turut didukung pemerintah desa melalui peraturan desa. Hal-hal yang perlu diatur di dalamnya berupa semangat dan strategi konservasi, zonasi kawasan, hingga aturan-aturan mainnya. Usulan itu akhirnya disahkan tahun 2022 oleh Pemerintah Desa Tungkal I sebagai Peraturan Desa tentang Hutan Mangrove.
Lewat perdes, pengaturan menjadi lebih jelas. Perdes, misalnya, mengatur adanya zonasi. Pada zona pemanfaatan, warga boleh mengambil udang, siput, dan ikan untuk memenuhi kebutuhan harian. Zona lindung dikhususkan untuk perlindungan. Masyarakat dilarang mengambil apa pun. Adapun zona ekowisata terbuka bagi siapa saja yang ingin menikmati manfaat besar ekosistem mangrove. Kunjungan wisata untuk menikmati keindahan mangrove kini tumbuh pesat.
Peraturan desa juga mengakomodasi aturan yang mewajibkan ganti tanam 10 bibit jika menebang satu batang. Lewat peraturan itu, warga makin setia untuk merawat alam.
Seiring melekatnya kehidupan di tengah biodiversitas dalam ekosistem mangrove, Ahmadi dianugerahi penghargaan Kalpataru pada 2016 sebagai penyelamat lingkungan. Sehari-hari, rumahnya kerap disambangi mahasiswa dan akademisi yang ingin mendalami konservasi mangrove. Ia pun dengan senang hati meladeni kampus-kampus yang mengajukan tempatnya sebagai lokasi magang atau studi bagi mahasiswa.
Namun, selalu ia ingatkan bahwa konservasi mangrove jangan hanya dari balik buku dan layar komputer. Butuh waktu, energi, dan ketelatenan di alam. ”Contohnya, saya butuh puluhan tahun di lumpur untuk belajar pelestarian mangrove. Alhamdulillah berhasil,” katanya.
Namun, selalu ia ingatkan bahwa konservasi mangrove jangan hanya dari balik buku dan layar komputer. Butuh waktu, energi, dan ketelatenan di alam.
Ahmadi
Istri: Wasia (65)
Anak: Nurlela, Sartika, dan Triyana
Riwayat:
- Pada tahun 2004 membentuk Kelompok Tani Hutan Bakau Lestari yang membibitkan dan menanam bakau di sepanjang pesisir Pangkal Babu
-Menangkarkan lebih dari 500.000 bakau yang ditanam menyebar di wilayah pesisir Jambi, Riau, Sumatera Selatan, hingga Lampung