Murdijati Gardjito, Dedikasi Meneliti Kuliner Nusantara
Selama puluhan tahun, Murdijati Gardjito (81) mendedikasikan dirinya untuk meneliti makanan tradisional Indonesia. Dia telah menulis lebih dari 70 buku, sebagian besar di antaranya tentang kuliner Nusantara.
Selama puluhan tahun, Murdijati Gardjito (81) mendedikasikan dirinya untuk meneliti makanan tradisional Indonesia. Dia telah menulis lebih dari 70 buku, sebagian besar di antaranya tentang kuliner Nusantara. Di usia senja, Murdijati masih bersemangat membagikan ilmunya untuk mendorong kecintaan masyarakat pada makanan Indonesia.
Murdijati menjadi dosen di Fakultas Teknologi Pertanian (FTP) Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, sejak tahun 1966. Pada tahun 2007, dia diangkat menjadi Guru Besar Ilmu dan Teknologi Pangan FTP UGM. Selain mengajar, perempuan kelahiran 21 Maret 1942 itu tekun meneliti dan menulis buku.
Perjalanan panjang Murdijati meriset makanan tradisional bermula sejak berdirinya Pusat Kajian Makanan Tradisional (PKMT) UGM pada tahun 1996. Saat itu, pemerintah meminta enam perguruan tinggi, termasuk UGM, untuk mendirikan PKMT guna memperkuat riset mengenai makanan tradisional.
”Waktu itu, pemerintah melihat bahwa sistem pangan di Indonesia harus diperkuat. Salah satu unsur untuk memperkuat sistem pangan kita adalah makanan tradisional,” ujar Murdijati saat ditemui di rumahnya di Yogyakarta, Jumat (14/4/2023).
Murdijati kemudian bergabung dengan PKMT UGM. Menurut Murdijati, pada masa itu, literatur mengenai makanan Indonesia masih sangat jarang. Bahkan, sebagian besar buku teks yang menjadi bahan ajar di FTP UGM waktu itu hanya berisi makanan-makanan asing, khususnya dari negara maju.
Kondisi itulah yang mendorong Murdijati bersama beberapa dosen FTP UGM memulai riset mengenai makanan tradisional Indonesia, terutama dari sisi budaya. Hal ini karena PKMT UGM memang diminta pemerintah fokus melakukan penelitian tentang makanan tradisional dari aspek budaya.
Baca juga: Menjelajahi Kekayaan Rasa dan Makna Kudapan Nusantara
”UGM waktu itu diminta mengembangkan riset ke arah budaya. Maksudnya, supaya pengembangan makanan tradisional itu punya akar yang kuat,” kata perempuan yang menjadi Kepala PKMT UGM pada tahun 2003-2007 itu.
Berawal dari aktivitasnya di PKMT UGM, Murdijati kemudian kerap diminta instansi pemerintah untuk menjadi pembicara atau narasumber terkait dengan makanan tradisional di sejumlah daerah. Suatu waktu, ia diminta oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tuban, Jawa Timur, untuk meneliti makanan tradisional di daerah itu.
Untuk memudahkan penelitian tersebut, Murdijati meminta Pemkab Tuban untuk menggelar festival yang menampilkan aneka makanan tradisional asal Tuban. Setelah itu, dia menulis buku Pesona Tuban: Irama Nikmatnya Masakan (2004) untuk mendokumentasikan beragam kuliner di kabupaten tersebut. ”Itu buku pertama yang saya tulis,” ujarnya.
Sesudah buku itu terbit, Murdijati gantian diminta oleh Pemkab Lamongan, Jatim, untuk membuat buku serupa. Untuk membuat buku tersebut, dia diminta melakukan survei langsung ke Lamongan. Hasil survei itulah yang kemudian diterbitkan menjadi buku Makanan Khas Nusantara Kabupaten Lamongan pada tahun 2007.
Setelah itu, Murdijati terus menulis buku tentang makanan tradisional di sejumlah daerah, misalnya Kuliner Sleman: Citarasa Lembah Merapi Bersemi Membangun Diri (2009), Citarasa dan Keragaman Tradisi Kuliner Banten (2010), Menu Favorit Para Raja: Potret Kekayaan Kuliner Yogyakarta ”Kersanan Ndalem” (2010), Serba-serbi Tumpeng: Tumpeng dalam Kehidupan Masyarakat Jawa (2010), dan sebagainya. Sebagian buku itu ditulis Murdijati bersama penulis lain.
Tumpukan dokumen
Sejak tahun 2003, Murdijati dibantu beberapa pihak mulai mengumpulkan data makanan Nusantara secara intensif. Salah satu cara pengumpulan data itu adalah menyebarkan kuesioner ke mahasiswa UGM. Dalam kuesioner itu, para mahasiswa dimintai data mengenai makanan-makanan di daerah asal mereka. Sebagai imbalan, mereka diberi voucer makan gratis di salah satu rumah makan di dekat UGM.
Selain itu, Murdijati juga mengumpulkan data dari berbagai instansi pemerintah serta lembaga kebudayaan. ”Saya juga mengumpulkan buku-buku resep yang ditulis oleh orang-orang yang terkenal,” ujar perempuan yang telah meraih penghargaan dari sejumlah pihak itu.
Baca juga: Kisah Tiga Rumah Makan Penerus Mangut Lele Mbah Marto di Bantul
Proses pengumpulan data itu berlangsung hingga tahun 2012 sehingga menghasilkan dokumen yang sangat banyak. Bahkan, Murdijati menyebut, tumpukan dokumen tersebut mencapai ketinggian 169 sentimeter (cm). ”Dengan badan saya saja, lebih tinggi dokumennya,” katanya.
Karena banyaknya dokumen yang terkumpul itu, Murdijati mengaku sempat kebingungan untuk menyusun informasi yang sistematis. Untungnya, ada mahasiswa yang membantu membuat program berbasis teknologi informasi untuk memudahkan memilah data tersebut.
Salah satu unsur untuk memperkuat sistem pangan kita adalah makanan tradisional.
Menurut Murdijati, pembuatan program yang diwadahi dalam website itu memakan waktu hingga dua tahun karena pengelompokan data yang terkumpul membutuhkan proses panjang. Setelah program itu jadi, dia mulai menyusun kategorisasi makanan berdasarkan daerah kuliner. Setiap daerah kuliner itu memiliki karakteristik kuliner yang khas.
”Saya membagi Indonesia menjadi 34 daerah kuliner,” ujar Murdijati. Berdasarkan pembagian itu, ada 11 daerah kuliner di Jawa, 9 daerah kuliner di Sumatera, 6 daerah kuliner di Sulawesi, 3 daerah kuliner di Kalimantan, serta masing-masing 1 di Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Papua, dan Maluku.
Hasil penelitian Murdijati itu kemudian ditulis menjadi buku Profil Struktur, Bumbu, dan Bahan dalam Kuliner Indonesia (2017). Menurut Murdijati, buku itu menjadi tonggak penting dalam penelitian mengenai kuliner Indonesia karena menyajikan pengelompokan yang sistematis mengenai beragam makanan di Nusantara. Setelah itu, Murdijati menulis dua jilid buku Gastronomi Indonesia sehingga dia kerap dijuluki perintis Gastronomi Indonesia.
Murdijati lalu melanjutkan proses intelektualnya dengan menyusun seri buku Pusaka Cita Rasa Indonesia yang terdiri dari 15 buku. Dalam seri tersebut, dia mengelompokkan kuliner menjadi beberapa jenis, yakni kudapan, makanan pokok, makanan sepinggan lengkap, lauk-pauk, minuman, serta makanan pelengkap dan penyerta.
Baca juga: Festival Kuliner Ubud Tonjolkan Kekayaan Nusantara
Menurut Murdijati, sebanyak 15 buku seri Pusaka Cita Rasa Indonesia telah selesai ditulisnya pada kurun waktu 2014-2019. Namun, belum semua buku itu terbit karena sebagian masih menunggu proses cetak oleh penerbit. Buku seri Pusaka Cita Rasa Indonesia yang telah terbit, antara lain, tiga buku mengenai kudapan Nusantara.
Tiga buku itu adalah Ragam Kudapan Jawa, Ragam Kudapan Sumatra, Bali, NTB, NTT, dan Papua, serta Ragam Kudapan Maluku, Sulawesi, dan Kalimantan. Tiga buku yang diluncurkan pada 30 Maret 2023 itu ditulis Murdijati bersama dua guru besar FTP UGM lainnya, yakni Eni Harmayani dan Umar Santoso.
Buku-buku seri Pusaka Cita Rasa Indonesia bisa disebut sebagai masterpiece karena menyajikan hasil penelitian Murdijati mengenai makanan Indonesia selama puluhan tahun secara komprehensif. Di sisi lain, proses penulisan buku-buku itu tidak mudah karena Murdijati mengalami kehilangan penglihatan sejak tahun 2015. Namun, dengan dibantu sejumlah asistennya, dia akhirnya bisa merampungkan karya besar itu.
Kini, di usia lebih dari 80 tahun, Murdijati masih menjadi pembicara di berbagai forum serta memberi konsultasi kepada mahasiswa dan peneliti. Dia ingin terus menularkan ilmunya agar masyarakat makin mencintai makanan Indonesia.
Murdijati Gardjito
Lahir: Yogyakarta, 21 Maret 1942
Pendidikan terakhir: Doktor di Universitas Gadjah Mada (lulus tahun 1999)
Pekerjaan:
- Guru Besar Fakultas Teknologi Pertanian UGM (purnatugas)
- Penulis dan peneliti makanan tradisional
Penghargaan, antara lain:
2011 – Piagam Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta - Atas prestasi dan jasanya sebagai pelestari makanan tradisional.
2013 – Pemerintah Republik Indonesia - Penghargaan sebagai peneliti, pelestari, dan pengembang kuliner Indonesia.
2019 – Lifetime Achievement Award, Ubud Food Festival
2019 – Indonesian Gastronomy Association (IGA)
2019 – Anugerah Universitas Gadjah Mada
2021 - Indonesian Gastronomy Community (IGC)
2021 – Anugerah Ibu Teladan II 2021 oleh Foodbank of Indonesia