I Gusti Ayu Rai Wati Setia Melayani Pelanggan Koran
Saat itu tahun 1960-an, tidak banyak orang berani mendistribusikan koran pusat ke Bali karena koran-koran pusat punya kecenderungan pemikiran yang berbeda. Ternyata pasarnya cukup besar.
I Gusti Ayu Rai Wati (99) menghabiskan hampir separuh usianya mendistribusikan aneka surat kabar di Bali. Bersama suaminya yang kini sudah almarhum, I Gusti Gde Raka, ia mendirikan Raka Agency pada 1967. Sampai sekarang, perusahaannya masih bertahan melayani para pelanggan setia.
I Gusti Rai Wati duduk di kediamaannya di Jalan Teratai Nomor 16, Denpasar, Bali, dalam diam. Kemampuannya berbicara sudah menurun dimakan usia. Begitu pula dengan ingatan jangka pendeknya. Tetapi ia masih bisa berdiri, bahkan berjalan meski harus dipapah.
Rai Wati sudah sangat sepuh. Pada 23 April nanti, ia akan genap berusia 100 tahun. Puluhan tahun dari usianya yang panjang itu, ia habiskan untuk mengelola bisnis distribusi koran, tabloid, dan majalah yang jauh dari kata remeh.
Siang itu, Senin (3/4/2023), Rai Wati ditemani lima dari enam anaknya dalam sesi wawancara. Empat anaknya menemani secara fisik, yakni I Gusti Bagus Puspanegara (anak pertama), I Gusti Ngurah Suryanegara (anak ketiga), I Gusti Ayu Utari Rakawati (anak kelima), dan I Gusti Ayu Sri Utami Rakawati (anak keenam). Anak kedua, I Gusti Gde Pujanegara, menemani secara virtual melalui Zoom dari rumahnya di Bekasi. Sementara anak keempat, I Gusti Gde Adyanegara, telah meninggal dunia.
Kelima anaknya secara bergantian menceritakan bagaimana kiprah ibunya membangun Raka Agency, salah satu agen surat kabar tertua dan terbesar, di Bali. ”Ibu mengelola Raka Agency sejak 1967. Lalu kami anak-anaknya dilibatkan dalam bisnis ini,” ujar Ngurah Suryanegara.
Pada 2001 ketika berusia 78 tahun, Rai Wati mulai menarik diri dari bisnis distribusi surat kabar. Operasional perusahaan diserahkan pengelolaannya kepada anak-anak dan cucu-cucunya. Namun, Rai Wati masih memonitor perusahaan, bahkan mengurusi cek dan transfer hingga bertahun-tahun kemudian.
Pada masa kejayaannya tahun 1970-an hingga 1990-an, Raka Agency mendistribusikan ribuan eksemplar surat kabar, tabloid, dan majalah setiap hari. Bisnis ini perlahan menyurut memasuki dekade kedua tahun 2000-an ketika disrupsi teknologi digital tak tertahankan lagi. Saat ini, kata Suryanegara, Raka Agency hanya mendistribusikan ratusan eksemplar koran kepada pelanggan setianya. ”Kami melayani pelanggan yang dekat-dekat saja sebaik yang kami bisa,” tambah Suryanegara.
Anak-anak Rai Wati kemudian mengajak untuk melihat kantor Raka Agency di Jalan Melati. Kantor itu tepat berada di belakang kediaman Rai Wati dan bisa diakses melalui halaman belakang. Siang itu, tak ada aktivitas. Rak-rak untuk menyimpan koran siang itu sebagian sudah kosong. ”Dulu aktivitas di sini ramai sepanjang hari sejak dini hari,” ujar Utami, putri bungsu Rai Wati.
”Kondisinya sudah berubah sekarang. Tetapi kami sekeluarga tetap bersyukur sudah mendapat rezeki dari usaha ini. Kami bisa sekolah sampai perguruan tinggi, punya properti, membantu sesama karena bisnis Raka Agency,” tambah Puspanegara.
Bisnis dan idealisme
Rai Wati masuk ke bisnis distribusi koran karena kebetulan. Suaminya, I Gusti Gde Raka yang berprofesi sebagai PNS bidang pengairan, memiliki pergaulan luas. Teman-temannya meliputi cendekiawan, tokoh politik, baik lokal maupun nasional. Di kalangan wartawan dan penulis, ia berteman dengan Mochtar Lubis, Rosihan Anwar, PK Ojong, Jakob Oetama, dan Umar Kayam. Saking dekatnya, mereka kadang mampir ke rumah Gde Raka ketika berkunjung ke Bali.
Gde Raka memiliki idealisme kemanusiaan. Ia juga memiliki komitmen yang kuat untuk ikut memajukan Indonesia. Itu sebabnya, ia tidak keberatan membantu mendistribusikan surat kabar kritis seperti Mahasiswa Indonesia, Indonesia Raya, Pedoman, dan Merdeka yang membawa pemikiran-pemikiran baru di zaman peralihan.
”Saat itu tidak banyak orang berani mendistribusikan koran pusat ke Bali karena koran-koran pusat punya kecenderungan pemikiran yang berbeda. Ternyata pasarnya cukup besar,” ujar Suryanegara.
Baca juga: Kahi Ata Ratu, Main Jungga Sampai Akhir Hayat
Pada 1966, Gde Raka dan Rai Wati mulai dikenal sebagai agen koran-koran dari Jakarta di Bali. Akhirnya, mereka berdua mendirikan Raka Agency di Denpasar pada 1967. Perusahaan itu dibangun dengan modal pergaulan, kepercayaan, dan idealisme Gde Raka.
Akan tetapi, sejak awal Raka Agency dikelola oleh Rai Wati karena Gde Raka lebih banyak tinggal di Jakarta. Saat itu, hampir semua koran dari Jakarta didistribusikan oleh Raka Agency, termasuk harian Kompas dan Sinar Harapan.
”Tahun 1970-an, bisnis Raka Agency berkembang pesat. Untuk koran Kompas saja, kami bisa mendistribusikan 1.000 kopi per hari. Belum lagi yang lain,” tambah Suryanegara. Ketika bisnis itu sedang tumbuh, Raka Agency terkena imbas pembredelan sejumlah surat kabar oleh Pemerintah Orde Baru menyusul peristiwa Malari tahun 1974. ”Begitu bredel terjadi, bisnis langsung berhenti,” tutur Suryanegara.
Pukulan yang lebih keras dirasakan ketika disrupsi teknologi digital terjadi. ”Belakangan ada pandemi pula,” ujar Suryanegara.
Bisnis distribusi surat kabar kesannya remeh. Namun, sesungguhnya rumit. Rai Wati harus memulai harinya sejak dini hari demi mengawasi distribusi koran. Ia mesti menghadapi komplain pelanggan dan mengurus loper yang nakal. Selain itu, ia juga mesti menghadapi persaingan di antara sesama agen yang kadang tidak masuk akal. ”Sampai ada agen pesaing yang melontarkan fitnah agar ibu tidak bisa lagi jadi agen Kompas,” cerita Suryanegara.
Untungnya, cara itu tidak mempan. Kompas justru menunjuk Raka Agency sebagai agen tunggal untuk wilayah Bali. ”Yang mengherankan, ibu malah menolak jadi agen tunggal. Saya bilang kenapa ditolak, Bu? Kan ibu enggak perlu repot lagi bersaing dengan agen lain. Tetapi ibu tetap menolak. Alasannya, ibu tidak mau mengambil rezeki orang lain. Buat ibu itu prinsip,” tutur Utari.
Prinsip lain yang dipegang Rai Wati dalam menjalankan Raka Agency adalah jujur, loyal, dan saling membantu. Nilai kejujuran dan loyalitas ditunjukkan Rai Wati dengan menyetor uang penjualan koran tepat waktu dan tepat jumlah.
Sementara itu, prinsip saling membantu diwujudkan Rai Wati dengan memperlakukan loper bukan sebagai pekerja, melainkan keluarga. Pada jam-jam tertentu, Rai Wati menyiapkan makanan untuk para loper. Rai Wati juga membantu pendidikan beberapa anak lopernya. Sebagian di antara anak-anak loper yang dibantu pendidikannya oleh Rai Wati berhasil menjadi ”orang”.
Baca juga: Agnes Linggar Budhisurya, Kesetiaan Si Pelukis Kain
Tidak dimungkiri, beberapa loper bersikap nakal. Misalnya, menggunakan uang penjualan koran yang semestinya disetor ke Raka Agency untuk keperluan lain. Setelah itu, mereka pindah ke agen lain. Rai Wati selalu memaafkan mereka, bahkan mau menerima mereka kembali bekerja di Raka Agency. Sikap Rai Wati yang pemaaf dan pengertian membuat loper-lopernya setia dan segan kepadanya.
Rai Wati menganggap koran bukan sekadar produk bisnis, tetapi bagian dari pencerahan. Oleh karena itu, setiap hari Saraswati ia mengupacarai koran yang ia distribusikan. ”Biasanya ada persembahan. Setelah ritual kelar, kami makan bersama loper,” cerita Suryanegara.
Dengan prinsip dan nilai-nilai seperti itulah bisnis Raka Agency bertahan lama dan melintas dari zaman ke zaman.
I Gusti Ayu Rai Wati
Lahir: Badung, 23 April 1923
Suami: I Gusti Gde Raka
Anak:
- I Gusti Bagus Puspanegara
- I Gusti Gde Pujanegara
- I Gusti Ngurah Suryanegara
- I Gusti Gde Adyanegara
- I Gusti Ayu Utari Rakawati
- I Gusti Ayu Sri Utami Rakawati
Pendidikan terakhir: Sekolah Kepandaian Puteri Denpasar (setingkat SMP)
Aktivitas: Pendiri Raka Agency