Lismah Rahmawati, Menghidupi Perpustakaan Daerah Cirebon
Lismah Rahmawati (54) menghidupkan lagi Perpustakaan 400 Kota Cirebon. Literasi lebih dari sekadar membaca, tetapi cara mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·5 menit baca
Lismah Rahmawati (54) terusik saat mendapati Perpustakaan 400 Kota Cirebon, Jawa Barat, sepi pengunjung, terutama anak usia dini. Pegiat literasi ini sukarela menjadikan perpustakaan daerah itu lebih hidup. Pengunjung pun bisa ikut kelas bercerita, merajut, membuat kerajinan tangan, hingga memasak.
Setiap Selasa pukul 11.00, Lismah menggelar kelas storytelling atau bercerita di Perpustakaan 400 Kota Cirebon. Belasan hingga puluhan anak usia dini kerap hadir di sana. Sementara anak-anak mendengarkannya berkisah, ibu mereka mengisi waktu dengan merajut.
”Selama Ramadhan, program storytelling dan merajut tetap jalan. Bahkan, bulan April ada kelas lukis kaca dan kelas decoupage (seni menghias dengan potongan kertas berwarna),” ujar Lismah di kediamannya di Kelurahan Watubelah, Kecamatan Sumber, Cirebon, Rabu (29/3/2023).
Berbagai kegiatan itu telah mengubah wajah perpustakaan daerah. Lismah masih ingat ketika enam tahun lalu berkunjung ke ruang baca tersebut. ”Saya lihat, kok, sepi. Hanya ada beberapa orang yang membaca. Padahal, bangunannya sudah bagus dan buka sampai malam,” kenangnya.
Ia juga terkejut karena nyaris tidak menemukan anak usia dini. Padahal, katanya, literasi sangat penting untuk anak di bawah enam tahun.
”Meskipun belum bisa membaca, mereka mampu mendengar, melihat, dan menambah kosa kata. Daya ingat anak usia itu juga bagus,” ujarnya.
Kondisi perpustakaan milik pemerintah daerah itu berbeda dengan perpustakaan sejumlah negara maju yang pernah ia kunjungi. Lismah sempat tinggal bersama keluarganya di Australia, Inggris, dan Amerika Serikat. Acap kali ia mengajak dua anak atau keponakannya ke ruang baca publik.
”Di sana ada kegiatan storytelling, craft (kerajinan), kursus bahasa Arab dan Spanyol, sampai gardening (berkebun) untuk manula. Perpustakaan di luar negeri bisa, kok, kita tidak?” ujarnya. Lismah pun ingin menerapkan pengalamannya itu ke perpustakaan setempat. Namun, itu tidak mudah.
Lismah menawarkan idenya membuat berbagai kelas di perpustakaan daerah kepada seorang pejabat Pemkot Cirebon. Akan tetapi, responsnya kurang bagus. ”Sepertinya sangat birokratis. Katanya, enggak ada dana dan sebagainya. Padahal, saya ini sukarela,” ujarnya.
Enggan menyerah, ia lantas memberanikan diri menemui Mochamad Korneli, Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Cirebon saat itu. Meski tak saling kenal, Korneli menyambut baik usulannya. Lismah memulai kelas bercerita pada 10 Mei 2018 di atas karpet.
Kala itu, pesertanya hanya 10 anak beserta orangtuanya. Itu pun masih teman-teman Lismah.
Tidak putus asa, ia terus menyebarkan info kelas itu dari mulut ke mulut hingga media sosial. Bahkan, ia mencetak brosur kegiatan dan menyimpannya di taman kanak-kanak sekitar perpustakaan.
”Ternyata banyak warga yang belum tahu adanya Perpustakaan 400,” ucap Lismah. Setelah dua-tiga kali berjalan, kelas berceritanya ramai oleh anak-anak dari sejumlah pendidikan anak usia dini (PAUD) dan TK di Cirebon. Komunitas homeschooling setempat juga mulai rutin ke perpustakaan.
Seiring berjalannya waktu dan usulan pengunjung, lahir kelas lainnya hasil kolaborasi dengan berbagai pihak. Kelas itu adalah merajut, kerajinan, hidroponik, fotografi, membuat blog, hingga kuliner tradisional dan modern. Meskipun beragam, acara tersebut berlangsung di perpustakaan.
Orang-orang yang jauh dari perpustakaan perlahan mendekat. Pehobi masak mulai membaca buku resep.
”Bahkan, ada yang sudah menjual hasil rajutannya. Ada juga yang tahu resep baru untuk usaha kuenya,” ujar Lismah yang pernah mengajar di sebuah playgroup di Inggris.
Pengunjung melonjak
Pengunjung Perpustakaan 400 pun melonjak. Tahun 2018 sebanyak 65.100 orang berkunjung.
Setahun kemudian, 102.975 pengunjung. Pandemi Covid-19 menggerus jumlah pengunjung.
Tahun lalu, 19.854 pengunjung mampir ke sana. Adapun anggota perpustakaan sekitar 12.000 orang.
Jumlah pengunjung pernah mencapai sekitar 300 dalam beberapa jam saat Lismah mendatangkan desainer cilik Akeyla Naraya ke perpustakaan awal 2020. Saat itu, remaja perempuan yang karyanya ke luar negeri ini menyemangati anak-anak untuk meraih cita-citanya.
Belakangan, empat mahasiswa jadi volunter bersama Lismah. Pemkot Cirebon juga memfasilitasi bahan untuk keperluan kelas hingga ongkos transportasi. Apalagi, berbagai kelas itu sesuai dengan program transformasi perpustakaan berbasis inklusi sosial dari pemerintah.
Tidak hanya di perpustakaan, Lismah juga menularkan ”virus” literasi melalui institusi pendidikan. Sejak 2015, ia bersama kakaknya, Yayah Khasbiah, mendirikan Kelompok Bermain Alam Nur Cendekia di kediamannya. Ia mengusung slogan ”Sekolah Sehat Ramah Anak”.
Rumah dua tingkat yang belum selesai dibangun itu memiliki tiga kelas. Tidak ada pendingin ruangan. Semilir angin masuk melalui sela-sela jendela yang terbuat dari bambu.
Bangunannya dikelilingi persawahan. Pepohonan memayungi taman bermain. Ada juga marmut dan merpati.
Lismah tidak hanya bercerita di hadapan 70 siswanya, tetapi juga keliling ke sejumlah PAUD dan TK di daerah Cirebon hingga Indramayu. Orangtua tunggal dari dua anak ini tidak keberatan merogoh dompetnya membeli buku untuk dibacakan di depan anak-anak.
Ia juga bekerja sama dengan penerbit BIG yang fokus pada sastra anak. Meski berasal dari cerita rakyat, buku yang ia baca lebih ramah anak. Kisah Malin Kundang, misalnya, bukan tentang anak durhaka, tetapi berbakti kepada orangtua.
”Anak jangan diancam dengan cerita,” ucapnya.
Ketertarikan anak petani ini pada dunia literasi bermula sejak kecil. Kala itu, almarhum ayahnya, H Rosyid, langganan koran Kompas dan majalah Bobo.
”Jadi, kami mulai membaca itu. Sampai punya anak, kebiasaan membaca itu saya tularkan,” ucap anak ketiga dari enam bersaudara ini.
Ketika kuliah di Jurusan Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Lismah mengaplikasikan bacaannya. Bersama sejumlah rekannya, ia mengadakan bakti sosial serta mengajar bahasa Inggris dan agama Islam ke sejumlah desa di Gunung Kidul, Yogyakarta.
Bertahun-tahun menggeluti literasi, ia mengaku tak pernah jenuh. ”Kebahagiaan saya itu ketika anak-anak antusias mendengar saya baca buku. Saat mereka bertanya dan tertawa. Selama masih kuat dan sehat, saya akan tetap membacakan cerita. Sampai saya sudah enggak ada,” katanya.
Biodata
Nama: Lismah Rahmawati
Lahir: Indramayu, 2 Mei 1968
Pendidikan:
- SDN Kartini Kota Cirebon
- SMPN 3 Cirebon
- SMAN 2 Kota Cirebon
- Jurusan Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Anak:
-Nabeel Khawaryzmi Muna
- Ayesha Nadya Muna
Profesi:
- Penggagas Kids Story Telling Perpustakaan 400 Kota Cirebon
- Kepala Sekolah Kelompok Bermain Alam Nur Cendekia