Svante Paabo Mengeksplorasi Keunikan Manusia
Apa yang membuat manusia menjadi makhluk unik? Lewat penelitian yang dilakukan Svante Paabo (67), peraih Hadiah Nobel Fisiologi atau Kedokteran 2022, teka-teki tersebut mulai terpecahkan.
Manusia merupakan makhluk paling unik di dunia. Namun pertanyaannya, apa yang membuat manusia menjadi makhluk unik? Lewat penelitian yang dilakukan Svante Paabo (67), peraih Hadiah Nobel Fisiologi atau Kedokteran 2022, teka-teki tersebut mulai terpecahkan.
Pengumuman Hadiah Nobel bidang Fisiologi atau Kedokteran 2022 bersamaan dengan Hari Penyatuan Jerman yang diperingati setiap 3 Oktober. Itu juga yang barangkali membuat perayaan atas kemenangan yang didapatkan oleh Svante Paabo berbeda dari pemenang lainnya.
Hari Penyatuan Jerman ditetapkan sebagai hari libur nasional sehingga sebagian besar toko juga tempat publik tutup. ”Saya tidak dapat membayangkan bahwa perayaan (kemenangan atas Hadiah Nobel) benar-benar tertunda 24 jam. Jika tidak, Anda mungkin akan berada di Institut dengan dikelilingi banyak orang sambil meminum sampanye,” kata Chief Scientific Officer dari Nobel Prize Outreach Adam Smith dalam wawancara telepon dengan Paabo setelah Hadiah Nobel Fisiologi atau Kedokteran 2022 diumumkan pada 3 Oktober 2022.
Kabar kemenangannya atas Hadiah Nobel tidak diduga sebelumnya oleh Paabo. Bahkan, ketika ada telepon dari Komite Nobel di Swedia, Paabo mengira itu telepon yang berhubungan dengan rumahnya di Swedia. ”Saya pikir, oh mungkin mesin pemotong rumputnya rusak,” kata Paabo.
Baca juga: Hadiah Nobel untuk Peneliti Evolusi Manusia
Svante Paabo yang merupakan Direktur Departemen Genetika di Institut Max Planck untuk Antropologi Evolusi di Leipzig Jerman mendapatkan anugerah Nobel Fisiologi atau Kedokteran 2022 atas penemuannya tentang genom hominin punah dan evolusi manusia. Ia berhasil menyingkap hubungan antara Homo sapiens dan kerabat dekat manusia yang punah yang akhirnya berpengaruh dengan manusia masa kini.
Ketika ada telepon dari Komite Nobel di Swedia, Paabo mengira itu telepon yang berhubungan dengan rumahnya di Swedia. ”Saya pikir, oh mungkin mesin pemotong rumputnya rusak,” kata Paabo.
Capaian dari penelitian yang dilakukan Paabo pun dinilai sebagai sesuatu yang tampaknya mustahil dilakukan. Lewat penelitiannya, ia dapat mengurutkan genom dari Neanderthal, kerabat manusia masa kini yang telah punah.
Paabo juga telah melahirkan penemuan sensasional dari hominin yang sebelumnya tidak dikenal, yakni Denisova. Temuan pada Denisova dilakukan dari data genom yang diambil dari spesimen tulang jari kecil.
Lebih fenomenal, Paabo menemukan adanya transfer gen antara hominin yang sudah punah ke Homo sapiens. Aliran gen tersebut memiliki relevansi fisiologis dengan manusia masa kini, seperti pada reaksi sistem kekebalan tubuh terhadap infeksi.
Paabo menyampaikan, hasil penelitian yang didapatkannya melalui proses yang panjang yang dimulai sekitar tahun 1980. Minatnya pada Egiptologia (kajian Mesir kuno) amat kuat pada awal ia belajar mengenai kedokteran di Universitas Uppsala Swedia. Selama masa studi pascasarjananya pun Paabo sempat mengerjakan proyek untuk mengisolasi DNA dari spesimen mumi.
Namun, ia menyadari, bekerja dengan DNA purba menghadapi tantangan pada teknologi. Ia mengakui bahwa hasil dari publikasi pertamanya mungkin terkontaminasi dengan DNA dari manusia masa kini. Oleh sebab itu, Paabo akhirnya berfokus untuk meningkatkan teknik dalam menganalisis DNA purba.
Perjalanan kariernya sebagai peneliti cukup baik. Setelah gelar doktornya, Paabo bekerja di tim ahli biologi evolusioner Allan Wilson di Universitas California Berkeley. Sejak 1990, ia menjadi kepala laboratorium di Universitas Ludwig Maximilian di Muenchen. Kemudian, pada 1997, Paabo menjadi salah satu direktur di Institut Max Planck untuk Antropologi Evolusi yang masih berlanjut sampai saat ini.
Urutan genom Neanderthal
Pada awal pertengahan tahun 1990, Paabo dan timnya mampu menguraikan komponen DNA mitokondriaNeanderthal. Dari penelitiannya, DNA pada Neanderthalberbeda dengan genom manusia masa kini. Temuan ini membuktikan bahwa Neanderthal bukanlah nenek moyang langsung dari manusia saat ini.
Pengurutan seluruh genom Neanderthal bukan hal mudah. Pasalnya, setelah ribuan tahun, tulang-tulang Neanderthal terkontaminasi oleh bakteri dan jamur. Selain itu, DNA Neanderthal yang tersisa hanya dalam fragmen pendek. Untuk menyusunnya sama seperti menyusun teka-teki raksasa. Banyak ilmuwan menilai tugas ini sulit atau bahkan tidak dapat diselesaikan.
Baca juga: Ditemukan Manusia Hibrida Neandertal-Denisova
Namun, nyatanya Paabo bersama timnya dapat menemukan solusi. Mereka berhasil mengembangkan metode ekstraksi yang lebih efisien untuk meningkatkan hasil DNA Neanderthal. Para peneliti pun bekerja di dalam kondisi ”kamar bersih” yang memungkinkan untuk mencegah adanya pengenalan DNA lain ke dalam eksperimen.
Akhirnya pada 2010, Svante Paabo dan tim berhasil merekonstruksi versi pertama genom Neanderthal dari tulang yang berusia puluhan ribu tahun. Perbandingan genom Neanderthal dengan genom manusia saat ini menunjukkan, manusia modern dan Neanderthal telah menghasilkan keturunan yang sama pada pertemuan mereka sekitar 50.000 tahun yang lalu ketika manusia modern meninggalkan Afrika dan tiba di Eropa dan Asia. Pada manusia modern keturunan Eropa atau Asia sekitar 1-4 persen genomnya berasal dari Neanderthal.
Penemuan Denisova
Bersamaan dengan itu, Paabo bersama dengan timnya juga melakukan pengurutan genom pada DNA dari tulang jari yang ditemukan di goa Denisova di selatan Siberia. Tulang tersebut terdiri dari fragmen yang berusia 40.000 tahun.
Dari hasil penelitiannya, Paabo menemukan keunikan dari urutan DNA pada tulang tersebut jika dibandingkan dengan semua urutan yang diketahui pada Neanderthal dan manusia masa kini. Paabo menemukan hominin yang sebelumnya tidak dikenal yang akhirnya diberi nama Denisova.
Dari perbandingan tersebut, Paabo menunjukkan adanya aliran gen yang juga terjadi antara Denisova dan Homo sapiens. Hubungan ini terlihat pada populasi di Melanesia dan bagian lain Asia Tenggara. Pada individu di wilayah tersebut diketahui membawa hingga 6 persen DNA Denisova.
Baca juga: Manusia Modern Intens Berbaur dengan Neanderthal
Penemuan Paabo tersebut telah memberikan pemahaman baru mengenai sejarah evolusi manusia. Urutan gen kuno dari kerabat terdekat manusia yang telah punah ternyata juga berpengaruh pada fisiologi manusia masa kini. Itu seperti gen dari Denisovan pada orang Tibet masa kini yang bisa bertahan hidup di ketinggian atau gen Neanderthal yang berpengaruh pada respons imun tubuh terhadap infeksi penyakit.
”Dengan mengungkap perbedaan genetik yang membedakan semua manusia yang hidup dari hominin yang punah, penemuannya (Paabo) memberikan dasar untuk mengeksplorasi apa yang membuat kita menjadi manusia yang unik,” kata komite Nobel yang ditulis dalam laman resmi nobelprize.org.
Paabo merupakan putra dari Sune Bergstrom, ilmuwan Swedia yang juga memenangi Hadiah Nobel Kedokteran pada 1982 untuk penemuan prostaglandin. Ini merupakan kedelapan kalinya anak dari seorang pemenang Nobel juga mendapatkan Hadiah Nobel.
Itu tentu memberikan rasa kepercayaan diri pada dirinya, tetapi kata Paabo, ”Orang-orang seperti itu juga adalah manusia normal dan itu bukan hal yang luar biasa.” Ia menuturkan, pengaruh terbesarnya justru dari ibunya, Karin Paabo yang merupakan seorang ahli kimia.
“Dalam beberapa hal itu membuat saya sedikit sedih karena dia (ibu) tidak bisa mengalami hari ini. Dia sangat menyukai sains dan sangat mendukung saya selama bertahun-tahun,” ujarnya. (nobelprize.org)
Svante Paabo
Lahir: Stockholm, Swedia, 20 April 1955
Afiliasi saat ini:Institut Max Planck untuk Antropologi Evolusi di Leipzig, Jerman, dan Institut Sains dan Teknologi Okinawa, Jepang.