Hadiah Nobel bidang Kedokteran dan Fisiologi 2022 diberikan kepada Svante Paabo atas penemuannya mengenai genom hominin yang punah dan evolusi manusia.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Hadiah Nobel Fisiologi atau Kedokteran 2022 diberikan kepada ilmuwan asal Swedia, Svante Paabo, atas penemuannya mengenai genom hominin yang punah dan evolusi manusia. Penemuan ini membuka jendela baru mengenai fisiologi manusia masa kini sekaligus menjawab teka-teki keunikan manusia.
”Dengan mengungkap perbedaan genetik yang membedakan semua manusia yang hidup dari hominin yang punah, penemuan ini memberikan dasar untuk mengeksplorasi apa yang membuat kita menjadi manusia yang unik,” ujar anggota Komite Nobel bidang Kedokteran atau Fisiologi, Gunilla Karlsson-Hedestam, di sela-sela pengumuman penerima hadiah Nobel di Karolinska Institute, Stockholm, Swedia, Senin (3/10/2022) waktu setempat.
Svante Paabo (67) merupakan ahli paleogenetika asal Swedia yang masih bekerja sebagai Direktur Departemen Genetika di Institut Max Planck untuk Antropologi Evolusi, Jerman. Ia juga seorang profesor di Institut Sains dan Teknologi Okinawa, Jepang.
Penemuan Paabo telah menemukan keterkaitan antara homo sapiens dengan hominin lain yang telah punah, Neanderthal dan Denisovan. Homo sapiens diketahui pertama kali muncul di Afrika pada 300.000 tahun yang lalu. Sementara kerabat terdekat kita, Neanderthal berkembang di luar Afrika dan menghuni Eropa dan Asia Barat sejak 400.000 hingga 30.000 tahun yang lalu ketika mereka punah. Itu menandakan, populasi homo sapiens dan Neanderthal hidup berdampingan selama puluhan ribu tahun pada 70.000 tahun yang lalu.
Paabo berhasil mengurutkan sedikit DNA mitokondria dari sepotong tulang berusia 40.000 tahun yang merupakan bagian dari Neanderthal. Berdasarkan penelitiannya, urutan DNA dari Neanderthal lebih mirip dengan urutan DNA dari manusia saat ini yang berasal dari Eropa dan Asia dibandingkan dengan manusia yang berasal dari Afrika. Pada manusia modern dengan keturunan Eropa dan Asia diketahui 1-4 persen genomnya berasal dari Neanderthal.
Dengan mengungkap perbedaan genetik yang membedakan semua manusia yang hidup dari hominin yang punah, penemuan ini memberikan dasar untuk mengeksplorasi apa yang membuat kita menjadi manusia yang unik.
Sementara itu, Paabo menemukan hominin lain, Denisovan, lewat pengurutan fragmen tulang berusia 40.000 tahun yang ditemukan di goa Denisovan, Siberia Selatan. Dari perbandingan menunjukkan adanya aliran gen antara Denisovan dan homo sapiens.
Hubungan antara homo sapiens dengan Denisovan terlihat dari populasi di Melanesia dan bagian lain Asia Tenggara. Individu di wilayah tersebut membawa hingga enam persen DNA Denisovan.
Ketua Komite Nobel Anna Wedell menyampaikan, penemuan Paabo telah memberikan pemahaman baru tentang sejarah evolusi manusia. Pada saat homo sapiens bermigrasi ke luar dari Afrika, setidaknya ada dua populasi hominin lain (yang telah punah) yang menghuni Eurasia.
Populasi Neanderthal tinggal di Eurasia Barat, sedangkan Denisovan menghuni bagian timur benua. Selama ekspansi ke luar Afrika, homo sapiens tidak hanya bertemu dan kawin dengan Neanderthal, tetapi juga dengan Denisovan.
”Berkat penemuan Svante Paabo, kita sekarang memahami bahwa urutan gen kuno dari kerabat kita yang telah punah memengaruhi fisiologi manusia masa kini,” kata Wedell.
Pengaruh tersebut tampak dari kemampuan bertahan hidup di ketinggian di antara orang Tibet di masa kini yang memiliki gen Denisovan. Sementara gen Neanderthal memengaruhi respons imun terhadap berbagai jenis infeksi, seperti Covid-19. Dari studi pada 2020, Paabo mengungkapkan, pasien Covid-19 dengan potongan DNA Neanderthal memiliki risiko lebih tinggi mengalami komplikasi parah.
Kepada kantor berita Associated Press, anggota Majelis Nobel, Nils-Goran Larsson, mengatakan, Svante Paabo telah menemukan susunan genetik dari kerabat terdekat kita, Neanderthal dan Denisovan. ”Perbedaan kecil antara bentuk manusia yang punah dan kita sebagai manusia saat ini akan memberikan wawasan penting tentang fungsi tubuh kita dan bagaimana otak kita berkembang dan sebagainya,” ujarnya.
Ahli genetika dari Harvard Medical School, David Reich, memuji pilihan Komite Nobel tahun ini. Ia menghargai bahwa bidang DNA kuno masih diakui. Menurut dia, Paabo dan tim secara benar telah menciptakan cara untuk menjawab pertanyaan tentang masa lalu. ”Paabo adalah, lebih dari siapa pun, pelopor bidang ini,” katanya.
Paabo merupakan putra Sune Bergstrom yang memenangkan hadiah Nobel dalam bidang kedokteran pada tahun 1982. Menurut Yayasan Nobel, ini adalah kedelapan kalinya putra atau putri seorang peraih Nobel juga memenangkan Hadiah Nobel. Atas hadiah nobel ini Paabo mendapat sebesar 10 juta krona Swedia atau sekitar Rp 13,8 miliar yang akan diberikan pada 10 Desember 2022.