Guru musik dan doktor di bidang musik, Nathania Karina (37), menjadi konduktor perempuan pertama yang memimpin kelompok orkestra dan paduan suara Gita Bahana Nusantara.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·5 menit baca
Sebelum tampil di panggung Istana Merdeka pada hari kemerdekaan Indonesia, Nathania Karina (37) dihadapkan pada pertanyaan, ”Konduktor perempuan sebaiknya pakai baju apa?” Nathania memilih kebaya Bali sederhana. Ia tidak ingin busananya dibuat seakan-akan maskulin agar tampak ”cocok” memimpin Gita Bahana Nusantara.
”Yang penting bajunya tidak bikin keserimpet di panggung,” kata Nathania sambil tertawa saat diwawancara secara daring, Kamis (25/8/2022).
Nathania, yang akrab dipanggil Nia, adalah konduktor perempuan pertama yang memimpin kelompok orkestra dan paduan suara Gita Bahana Nusantara (GBN). GBN terdiri dari 199 remaja perwakilan 34 provinsi. Sebanyak 68 orang di antaranya pemain orkestra, sementara 131 orang lainnya anggota paduan suara.
GBN tampil pada Sidang Paripurna DPR di Gedung DPR/MPR pada 16 Agustus 2022. Lalu, mereka tampil saat detik-detik pembacaan proklamasi Indonesia di Istana Merdeka pada 17 Agustus 2022 pagi. Mereka tampil lagi saat momen penurunan bendera Merah Putih di Istana Merdeka pada 17 Agustus 2022 sore.
GBN juga tampil saat Hari Konstitusi Indonesia di DPR/MPR. Namun, momen ini hanya diikuti anggota paduan suara.
Penampilan GBN tahun ini mendapat banyak apresiasi positif. Gita Bahana Nusantara dan Purwacaraka (komponis dan anggota tim narasumber GBN) bahkan menjadi topik terpopuler di Twitter pada 17 Agustus 2022. Purwacaraka mengatakan, Nia membawa warna baru pada GBN.
”Sebetulnya tidak boleh ada perbedaan saat orkestra dipimpin perempuan atau laki-laki. Bunyi dan kualitas mesti sama-sama bagus. Tapi, saya mendapat input dari anak-anak yang baru saya sadari, apa ini kekuatan dari perempuan, ya?” kata peraih gelar doktor di bidang musik dari Universitas Boston, Amerika Serikat ini.
Nia menempatkan diri sebagai kakak dan ibu di kelompok yang ia pimpin. Perhatian yang dia berikan bentuknya macam-macam, seperti meminta semua anggota minum air putih saat rehat. Ia juga membagikan kudapan coklat dan catatan kecil. Para anggota GBN agak terkejut. Mereka pikir konduktor kerjanya cuma mengurus musik.
”Mungkin itu memberi kehangatan buat anggota sehingga bunyi yang dihasilkan juga jadi hangat. Saya pikir ini bentuk kepemimpinan yang berbeda antara perempuan dan laki-laki. Hal seperti itu justru mesti dirangkul,” ucapnya.
Menjadi pembelajar
Dapat bergabung dengan GBN dianggap sebagai kebanggaan. Namun, Nia sempat khawatir tidak bisa meneruskan reputasi besar GBN. Untuk mengatasinya, Nia menempatkan diri sebagai murid.
Ia mempelajari banyak hal, termasuk menonton video-video pertunjukan GBN sebelumnya. Ia juga bertanya dan berdiskusi dengan tim narasumber GBN serta pihak Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi yang mengampu GBN.
”Tidak boleh malu dalam hidup (untuk bertanya dan belajar). Jiwa pembelajar mesti dijaga,” ucapnya.
Kalimat itu jadi mantra bagi Nia yang juga seorang guru musik. Ia mengajar di Andante Music School, Jakarta Utara. Sekolah musik ini ia dirikan pada 2007. Selain mengajar, Nia juga mengasuh Trinity Youth Symphony Orchestra (Trust).
Ia pun aktif di Yayasan Musicmind, yayasan yang fokus di pendidikan musik. Yayasan ini menerbitkan tiga buku materi pembelajaran piano selama pandemi Covid-19. Buku tersebut berisi kumpulan lagu anak dalam notasi balok yang disesuaikan dengan tingkat kemahiran.
Menurut Nia, salah satu isu di dunia pendidikan musik adalah minimnya kepercayaan terhadap proses. Sebagian orang fokus pada seberapa cepat mereka mahir bermusik, atau bagaimana caranya menang lomba musik. Padahal, esensi belajar musik ada di proses.
”Sebagai pendidik musik, kami suka sedih saat dapat pertanyaan dari orangtua, ’Dalam sebulan anak saya bisa ikut lomba apa? Atau main lagu apa?’ Negara kita memang familiar dengan mi instan, tapi pendidikan tidak bisa instan,” tuturnya.
Produk belajar musik, lanjutnya, tidak terbatas pada piala atau sertifikat penghargaan. Ada ”hadiah-hadiah lain” yang bisa diperoleh, seperti koordinasi motorik yang baik dan kesenangan. Musik juga bisa menjadi sarana ekspresi diri saat anak tumbuh dewasa.
”Saya selalu bilang kepada murid agar jangan hanya mengejar sertifikat. Esensi belajar adalah apa kamu mendapat ilmunya atau tidak. Lagi pula, sertifikat mesti diimbangi dengan tanggung jawab moral, yaitu skill,” kata Nia.
Dulu, Nia sebetulnya ingin jadi insinyur di bidang fisika, kimia, atau arsitektur. Ia banting setir dan memilih meneruskan sekolah di bidang musik saat kelas 3 SMA. Orangtuanya sempat menentang keputusan last minute Nia. Selain itu, orangtuanya khawatir akan jadi apa anaknya jika menempuh karier musik.
Guru piano Nia membantu menjelaskan tentang peluang karier di bidang musik. Di sisi lain, Nia membuktikan diri dengan meraih beasiswa penuh untuk menempuh pendidikan S-1 di National University of Singapore, Singapura. Orangtuanya pun luluh.
Kini, Nia berkomitmen membantu murid-muridnya yang mengalami hal serupa dengan dirinya di masa lalu. ”Saya akan bantu berbicara kepada orangtua jika dibutuhkan. Sebab, tugas guru tidak hanya mendidik skill, tetapi juga menjadi mentor dan teman diskusi yang semoga memuluskan jalan para murid.”
Perannya sebagai konduktor perempuan pertama di GBN 2022 pun diharapkan menginspirasi murid dan orangtua. Ia menjadi preseden bahwa pada suatu waktu, pernah ada guru musik berkebaya di panggung Istana Merdeka. Musik merdu mengalun dengan satu lambaian tangannya.