Bapa Meky, Semangat Membangun Maybrat
Melkianus Duwit (77) sudah tiga dekade memimpin warga membangun Kampung Segior di Distrik Ayamaru Jaya, Kabupaten Maybrat, Papua Barat. Dia menjadi salah satu tokoh tempat warga meminta saran dan suaranya didengar.
Derap langkahnya tegas. Tangannya berotot dan berurat. Kontras dengan usia yang sudah 77 tahun. Itulah Melkianus Duwit, yang sudah tiga dekade memimpin warga membangun Kampung Segior di Distrik Ayamaru Jaya, Kabupaten Maybrat, Papua Barat.
Pagi itu Bapa Meky, begitu sapaannya, mengenakan celana pendek dan kaos berkerah, serta berselempang noken. Dia baru kembali dari keperluan di kampung tetangga.
Onesimus Semunya (40), warga Distrik Ayamaru, berjarak 11 kilometer dari Kampung Segior, menantinya sambil duduk di bangku papan di teras samping rumah Bapa Meky.
”Selamat pagi Bapa. Anak datang dari jauh mau cerita sedikit ini kah,” ucap Onesimus dari jarak 5 meter, Kamis (14/7/2022).
Onesimus lantas menghampiri Bapa Meky. Mereka saling berjabat tangan, berangkulan, lalu tertawa.
Warga yang membutuhkan nasihat atau saran terkait persoalan di Maybrat biasanya mendatangi Bapa Meky. Dia sudah menjadi salah satu tokoh masyarakat yang suaranya cukup disegani.
”Jadi kondisi Maybrat bagus. Baik-baik saja. Orang bilang Maybrat tidak baik, padahal bagus,” kata Bapa Meky.
Baca juga: Polda Papua Barat Bujuk Pengungsi di Maybrat Kembali ke Rumah
Mekarkan kampung
Bapak 17 anak itu hanya menempuh pendidikan sampai bangku kelas III Sekolah Rakyat. Akan tetapi, sejak usia kepala tiga pada tahun 1975, ia sudah dipercaya sebagai kepala urusan kesejahteraan Kampung Sosian dan Kampung Tamel di Distrik Ayamaru.
”Dulu saya emosi lihat orang bangun hanya ingat mereka punya kampung saja,” ucap Bapa Meky sambil geleng-geleng.
Kegusaran itu mendorong usulan berdirinya Kampung Segior demi pemerataan pembangunan. Namun, pembentukannya tak mudah karena tarik ulur kepentingan.
Bapa Meky sudah mengirim surat usulan pembentukan Kampung Segior kepada Kepala Distrik Ayamaru kala itu. Akan tetapi, surat tak kunjung dijawab oleh kepala distrik.
Baru pada tahun 1990, usulan pembentukan Kampung Segior disetujui oleh Pemerintah Provinsi Irian Jaya. Irian Jaya kemudian berganti nama jadi Papua dan Papua Barat.
Berdirinya Kampung Segior bak angin segar untuk pemerataan pembangunan ke kampung-kampung lain. Setelah itu, kemudian berdiri Kampung Orsu, Woman, Rawas, Adoh, dan Soan di Distrik Ayamaru yang kini mekar menjadi Distrik Ayamaru Jaya.
”Semua total pemekaran jadi 7 kampung. Supaya pembangunan bisa merata, toh,” ujar lelaki yang sehari-hari bertani umbi dan sayuran ini.
”Kerja Tuhan”
Bapa Meky melihat bahwa sejak dahulu warga Maybrat selalu berlomba-lomba untuk ”pekerjaan Tuhan”. Pekerjaan itu ialah membangun kampung, rumah tembok, membangun gereja, poliklinik desa, dan mendesak pemerintah untuk membuka sekolah di distrik-distrik, serta mengembangkan ekonomi warga.
Namun, pekerjaan Tuhan itu sempat tercoreng aksi penyerangan oleh kelompok kriminal bersenjata yang menyebabkan tewasnya aparat, ratusan warga dari 18 kampung mengungsi demi keamanan dan keselamatan, serta terhambatnya pembangunan infrastruktur pada September 2021 hingga Januari 2022.
Baca juga: Serangan KKB di Maybrat Hambat Pembangunan Infrastruktur
Padahal, kata Bapa Meky, orang Maybrat dari dulu punya semangat membangun kampung. Contohnya, mereka menerobos hutan pergi pulang untuk membeli bahan bangunan di Kabupaten Sorong Selatan.
Waktu itu, Maybrat masih bergabung dengan Sorong Selatan dan belum ada Jalan Trans Papua Barat seperti sekarang. Maybrat mekar menjadi kabupaten sejak tahun 2009. Sementara Jalan Trans Papua Barat tersambung secara bertahap sejak 2018.
”Kami jalan kaki satu sampai dua minggu. Jalan sambil pikul semen, besi. Orang Maybrat cinta pekerjaan Tuhan luar biasa,” ucap Bapa Meky sambil tertawa.
Peluh Bapa Meky dan warga yang bercucuran tak sia-sia. Mereka membangun sekolah dasar, poliklinik desa, dan gereja di Kampung Segior.
Dia juga mewakafkan bangunan rumah lamanya untuk balai pertemuan warga. Bangunan itu dipugar dengan cat dan plafon yang baru.
Bapa Meky juga getol mendesak kepala distrik hingga bupati untuk membuka atau memperbaiki akses jalan antarkampung ke jalan nasional. Warga menyebutnya jalan terobosan yang sebagian masih berupa perkerasan.
Jalan terobosan itu penting untuk membuka akses bagi warga. Dahulu warga berjalan kaki belasan sampai puluhan kilometer untuk sampai ke tepi jalan nasional dengan menerobos hutan dan semak belukar.
Baca juga: Ribuan Pengungsi Maybrat Ingin Pulang Rayakan Natal
Kini langkah kaki terasa enteng melewati jalan aspal dan perkerasan. Bahkan, sepeda motor juga sudah bisa melintas sehingga akses lebih mudah.
Setelah adanya jalan terobos, Bapa Meky mengajak warga Kampung Segior untuk berjualan umbi, sayur, dan ikan tangkapan dari Danau Ayamaru ke tepi Jalan Poros Ayamaru-Kumurkek, ruas Jalan Trans-Papua Barat. Dengan begitu pengguna jalan akan tertarik untuk membeli hasil bumi itu.
”Ini perjuangan. Bukan seperti mereka yang hanya datang saat pemilihan DPR/DPRD-kah, bupatikah, begitu saja mereka hanya pikir kemenangan toh,” ucap Bapa Meky.
Pemberdayaan ekonomi
Adanya jalan terobosan bukan berarti pembangunan usai. Akses pasar masih terbatas karena warga terkendala ongkos untuk membawa hasil kebun ke Kota Sorong yang berjarak 174 kilometer.
Butuh sedikitnya Rp 100.000 untuk sekali perjalanan menggunakan bus Damri dengan kapasitas 15 kursi. Taksi pelat hitam bisa jadi alternatif, tetapi harganya lebih mahal, mulai dari Rp 250.000 per orang hingga Rp 1 juta untuk sewa satu mobil.
Bapa Meky tak henti-hentinya meminta kepala daerah untuk menambah jumlah bus Damri supaya kian banyak penjual terangkut. Dengan begitu, mereka bisa menghemat ongkos dan menyisihkan hasil berjualan untuk biaya sekolah anak-anak serta kebutuhan sehari-hari.
Di sisi lain, mendorong adanya kelompok budidaya ikan air tawar di Danau Ayamaru. Sejauh ini hanya ada satu tambak karena warga kekurangan pelatihan dan dana.
Bapa Meky mengupayakan hal tersebut setelah studi banding ke Yogyakarta. Dia bersua dengan petambak setempat dan mengobrol tentang pelatihan, dana, dan pengelolaannya.
”Saya kaget mereka dapat bantuan banyak sekali. Kalau di sini bikin proposal hanya dapat Rp 5 juta. Kurang dukungan. Padahal warga rajin, belajar, praktik langsung bisa,” ucap Bapa Meky.
Batasi miras
Bapa Meky juga tengah berupaya agar ada pembatasan minuman keras (miras). Hal itu karena pemuda gemar mengonsumsinya sehingga mabuk hingga lupa diri.
”Di sini 1 x 24 jam keamanan terjamin. Hanya masalah miras. Orang luar datang bawa topi bengkok, topi miring, bawa chivas, anak muda mabuk,” kata Bapa Meky.
Miras berpotensi besar merusak generasi muda Maybrat. Mereka menjadi lebih suka nongkrong di pinggir jalan, memalak pengendara yang lewat, dan membuat keributan.
”Kalau kitorang tegur, dorangngamuk. Bilang dasarnya apa, terus kejar kepala kampung, miras merusak Maybrat,” ujar Bapa Meky.
Baca juga: Penyerang Pos Koramil di Maybrat Ditangkap, 12 Pelaku Lain Terus Diburu
Bapa Meky bersama kepala kampung lain dan kepala distrik terus meminta Pemerintah Kabupaten Maybrat mengeluarkan peraturan daerah yang melarang miras dijual bebas. Peraturan tersebut diharapkan bisa mengontrol anak muda supaya tak mabuk-mabukan.
Obrolan dengan Bapa Meky berakhir ketika harus ikut peribadahan salah satu rumah warga Kampung Segior. Bapa Meky menitipkan pesan untuk tak bosan-bosannya dengan pekerjaan Tuhan.
”Seperti saya su katakan. Dulu kami jalan kaki puluhan kilo untuk bangun kampung. Kalian sekarang yang muda-muda harus lebih semangat,” ucapnya sambil tersenyum.
Melkianus Duwit
Lahir: Kampung Segior, 18 Mei 1945
Pendidikan: Sekolah Rakyat
Profesi: Kepala Kampung Segior dan petani
Anak: 17 orang