Ribuan Pengungsi Maybrat Ingin Pulang Rayakan Natal
Akibat konflik bersenjata antara TNI/Polri dan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat, ribuan rakyat Maybrat, Papua Barat, hingga kini masih menjadi pengungsi. Padahal, ada yang ingin pulang agar bisa merayakan Natal.
Oleh
Edna C Pattisina
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Konflik bersenjata antara TNI/Polri dan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat atau (TPNPB) membuat ribuan rakyat Maybrat, Papua Barat, masih mengungsi. Mereka ingin pulang untuk merayakan Natal.
Pastor Papua Barat, Bernadus Baru, saat konferensi pers secara daring yang diadakan oleh Koalisi Mayarakat Sipil Peduli Pengunsi Maybrat, Jumat (26/11/2021), menyatakan, jumlah pengungsi kian meningkat setelah penyerbuan Pos TNI Koramil Kisor pada 2 September lalu. Insiden yang menewaskan empat prajurit TNI ini berbuntut pada pencarian para pelaku penyerbuan. Masyarakat pun mengungsi karena berada di tengah konflik antara TNI/Polri dan TPNPB.
Di satu sisi, aparat dituduh banyak menangkapi oknum masyarakat yang dianggap terlibat penyerbuan. Di sisi lain, risiko kekerasan juga dialami masyarakat akibat tindakan TPNPB. ”Mereka tinggalkan kampung halaman, harta benda, karena merasa tidak aman. Dan, mereka ingin pulang untuk merayakan Natal,” kata Bernadus.
Yohanis Mambrasar, pengacara dari PAHAM Papua, mengatakan, jumlah warga yang mengungsi telah meningkat dari sekitar 2.000 orang di awal konflik menjadi 3.122 orang. Mereka tersebar di distrik Kampung Ayawasi, Kumurkek, Fategomi. Sebagian lagi di Kabupaten dan Kota Sorong serta Sorong selatan dan Bintuni. Sekitar 80 persen pengungsi ada di Kota dan Kabupaten Sorong, sisanya ada di hutan-hutan. ”Ada delapan orang yang meninggal di pengungsian dan satu orang hilang, Manfret Tamunete. Keluarganya bilang ditangkap oknum TNI, tetapi TNI-nya bilang tidak tahu-menahu,” ujar Yohanis.
Saat dikonfirmasi, Panglima Kodam Kasuari Mayor Jenderal I Nyoman Cantiasa mengatakan, masyarakat sebagian telah kembali ke rumahnya karena kondisi kian aman. Di Susumuk Aifat, misalnya, sekitar 300 warga telah kembali, bahkan sekolah juga telah dibuka.
Mereka tinggalkan kampung halaman, harta benda, karena merasa tidak aman. Dan, mereka ingin pulang untuk merayakan Natal.
Ia menekankan, justru TNI ingin agar warga segera kembali. Untuk keselamatan warga, aparat akan ikut menjaga. ”Bisa jadi yang mengancam itu TPNPB. Mereka tidak ingin masyarakat kembali dan bisa sekolah serta bekerja seperti biasa,” kata Nyoman.
Melihat langsung
Lebih jauh, Yohanis menyesalkan perilaku aparat yang melarang warga pulang ke rumahnya. Padahal, sudah dua bulan tidak ada saling tembak antara TNI/Polri dan TPNPB. Namun, di sisi lain, para pekerja PT Bangun Kayu Irian dan PT Mitra Pembangunan Global, keduanya perusahaan pembalakan, masih beroperasi di tiga distrik. ”Empat warga sipil dipukul waktu mau pulang, tetapi pegawai perusahaan bisa bekerja keluar-masuk kantornya,” kata Yohanis.
Kerap kali info yang diberikan warga bertentangan dengan keadaan yang sebenarnya. Komnas HAM Papua telah melakukan investigasi dan melihat sendiri fakta yang ada di lapangan terkait ancaman TPNPB kepada masyarakat.
Ia menyesalkan tidak adanya bantuan bagi para pengungsi dari pemda setempat. Para pengungsi hanya disokong oleh masyarakat dan gereja. Di sisi lain, mereka kehilangan akses ke layanan kesehatan dan pendidikan. ”Mereka disuruh ke rumah sakit seperti biasa. Padahal ini, kan, sedang konflik,” ujar Yohanis.
Menurut Nyoman, kerap kali info yang diberikan warga bertentangan dengan keadaan yang sebenarnya. Komnas HAM Papua telah melakukan investigasi dan melihat sendiri fakta yang ada di lapangan terkait ancaman TPNPB kepada masyarakat.
Nyoman mengatakan, dalam waktu dekat pemda berencana memulihkan kondisi agar masyarakat bisa segera kembali ke rumahnya di Maybrat. Untuk para pekerja perusahaan, Nyoman mengatakan, semuanya boleh beroperasi dan bekerja seperti biasa. ”Kita hanya mencari DPO (mereka yang masuk dalam daftar pencarian orang),” ujar Nyoman lagi.