Duarte Do Santos, Babinsa Inspiratif di Perbatasan RI dan Timor Leste
Membangun masyarakat perbatasan butuh sosok inspiratif seperti Duarte Dos Santos. Duerte terus menyemangati warga di perbatasan negara RI-Timor Leste di bidang pertanian, pendidikan, kesehatan, dan keagamaan.
Semangat mengabdi kepada negara tidak hanya dengan memanggul senjata dan memantau gerak-gerik musuh di perbatasan negara. Contoh konkret harus ditunjukkan, salah satunya budidaya anggur. Inilah yang dilakukan Duarte Do Santos, Babinsa di perbatasan Indonesia dengan Timor Leste.
Sabtu (9/7/2022) pukul 09.30, pesta nikah semalam baru saja seusai di Silawan. Orang-orang tengah sibuk membongkar tenda pesta. Seorang pria energik berambut pendek berdiri di depan pintu rumah di dekat Jalan Trans-Motaain. Gaya bertuturnya berapi-api. Dia adalah Duarte Do Santos, seorang Bintara Pembina Desa atau Babinsa di Desa Silawan Kecamatan Tasifeto Timur, Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur, perbatasan Motaain-Timor Leste.
Gaya bertuturnya berapi-api. Wajar saja. Dia seorang Babinsa Silawan, batas Motaain-Timor Leste. Desaperbatasan butuh Babinsa yang tegas dalam mendidik dan rajin bekerja di bidang pertanian, pendidikan, kesehatan, dan keagamaan.
Indonesiaberpisah dengan Timor Timur, 1999. Duarte Do Santos (49) pun mengungsi ke Indonesia. Awalnya ia bergabung di Yonif 744/SYB Atambua. ”2008 saya minta keluar dari Batalyon agar bisa berbaur dengan masyarakat, berkebun dan membangun sekolah. Rumah ini saya bangun 2006,” kata Duarte.
Baca Juga: Datang dan Pergi di Pos Lintas Batas Motaain NTT-Timor Leste
Ayah enam anak ini punya orientasi untuk 20-30 tahun ke depan. Tidak hanya soal keamanan Negara. Ia juga ingin mengembangkan anggur, tanaman hortikultura, budidaya ikan air tawar, dan membangun sekolah bagi anak-anak usia dini.
Silawan punya potensi di bidang pertanian, perikanan, dan peternakan. Jika masyarakat mampu mengolah sumber daya alam, bakal sukses. Tidak ada lagi kelaparan dan kasus kriminalitas di wilayah perbatasan itu.
”Saya ingin memberi contoh kepada masyarakat. Daerah ini punya potensi di bidang pertanian, seperti anggur, semangka, pepaya,tomat, cabai, wortel, kol, sawi, jagung, dan umbi-umbian. Bidang peternakan berupa sapi, babi, ayam, dan kambing. Ini harus dikembangkan, dan saya mulai satu per satu,” kata Duarte.
Persoalan utama adalah air. Meskipun demikian, Duarte tidak patah arang. Semangat prajurit diusung tinggi di tapal batas negara. Promosi untuk budidaya anggur dimulai 2008, diawali dengan membuat stek batang anggur, disemaikan, kemudian ditanam di belakang rumah. Selang tiga bulan kemudian anggur karya tangan Duarte berbuah lebat.
Baca Juga: Ribuan Anak NTT Belum Terjangkau Pendidikan Usia Dini
”Saat itu saya undang unsur Muspida Beludatangtanam anggur disamping kiri rumah. Sementara anggur yang sudah berbuah di belakang rumah, saya sengaja tutup dengan terpal,” tutur Duarte sumringah.
Seusai acara pembukaan penanaman anggur, diawali sambutan dari para pejabat daerah, Duarte mengajak peserta langsung memanen anggur. Hadirin tertawa. ”Ha-ha, baru tanam langsung panen. Pakai sulap ya,” kenang Duarte.
Benar seperti sulap. Ia pun mengarahkan hadirin ke belakang rumah kediamannya. Perlahan ia membuka terpal penutup buah anggur yang sedang bergelantungan. Semua kaget. Aneka reaksi pun dilontarkan. Mereka saling berebutan memanen bulir-bulir anggur yang bergelantungan dari para-para. Yang lain mengambil foto dan berswafoto.
”Tidak dibeli. Ini gratis. Panen perdana sekaligus promosi anggur agar bapak dan ibu bisa ajak petani di kabupaten ini mengembangkan anggur serupa. Belu harus jadi kabupaten anggur,” kata Duarte.
Baca Juga: Pengembangan Pertanian di Perbatasan NTT-Timor Leste
Setiap pengunjung pulang membawa bulir anggurhijausegar. Puas dan rasa bangga lahir dari hati Duarte juga para hadirin. Gelak tawa dan bangga hadirin tak kunjung selesai saat itu. Masing-masing mencicipi buah segar anggur hijau itu. Tanpa pupuk kimia. Anggur yang dipanen perdana saat itu sekitar 100 kg.
Semangat membudidaya anggur pun makin menggebu. Ia melakukan sosialisasi bagaimana budidaya anggur kepada warga desa. Merambat ke tiga desa tetangga, berlanjut ke gereja melaui tokoh agama, dan orang muda Katolik (OMK) setempat. Kini, hampir sebagian besar di Belu mulai menanam anggur.
Ia tidak ingin mencari keuntungan melalui budidaya anggur itu. Hasil produksi anggur sejak 2008 sampai hari ini dibagikan begitu saja kepada masyarakat dan sebagian dijual kepada warga, tetapi hanya kepada mereka yang ingin datang memetik langsung di kediaman Duarte. 1 kg dihargai Rp 20.000–Rp 30.000. ”Memetik sendiri, itu sensasinya beda,” kata Duarte. Ia pun menjual bibit stekan anggur di samping kediamannya seharga Rp 25.000 per stek.
Masa panen tiga bulan setelah dilakukan pemangkasan. Seusai pemangkasan dilanjutkan penyiraman secara teratur sehingga cepat berbuah. ”Masuk bulan ketiga jangan disiram agar buah anggur menghasilkan aroma segar dan rasa manis. Jika terus disiram, rasa buahnya asam meski buah besar,” kata Duarte.
Baca Juga: Pasar Perbatasan Motaain Timor Leste Terlantar
Di pekarangan rumah Duarte ada 39 pohon, di kebun, sekitar 1 km dari rumah itu ada 100 pohon anggur. Semua milik Duarte. Anggur ini hasil budidaya dari satu stek anggur tahun 2008 yang dibawa dari Denpasar, setelah selesai bertugas di Kodam Udayana.
Kini, Silawan menjadi sentra anggur di Kabupaten Belu dengan melibatkan semua petani. Sebanyak 10 titik budidaya anggur di Silawan, belum termasuk desa lain di Belu, melibatkan ratusan petani. Sebagian dikembangkan generasi muda di Kecamatan Tasifeto Timur, oleh OMK. Anak-anak muda makin terampil budidaya anggur.
Maklum saja. Duarte tidak hanya menjadi Babinsa Silawan. Kedekatan dengan OMK itu terbangun karena sejak 2019 ia terpilih sebagai Ketua Dewan Stasi Kepela St Mikhael Seroja Silawan, belakangan disebut Kapela Jokowi, Paroki Stela Maris Atapupu. Nama Jokowi disematkan pada kapela itu karena kehadiran kapela itu atas bantuan dana dari Presiden Jokowi.
Aktivitas Duarte mendapat dukungan dari berbagai kalangan terutama rekan-rekan TNI AD, gereja, dan masyarakat. Ia pun merambat ke bidang lain. Budidaya ikan air tawar, seperti lele, nila, dan gurami pun dilakukan. Juga berawal dari samping rumah kemudian merambat ke masyarakat lain.
Baca Juga: Kampung "Jokowi" Tanah Harapan di Perbatasan RI-Timor Leste
Tidak hanya anggur, ikan air tawar, dan urusan gerejawi. Duarte pun mengajarkan masyarakat bagaimana menanam pepaya, pisang, dan mangga dengan memanfaatkan air limbah dari dalam dapur rumah yang mengalir keluar. Air itu tidak dibuang begitu saja, harus dialirkan ke tanaman.
Sebagian sisa air ditampung di dalam lubang yang telah disemen untuk ikan air tawar, seperti lele. Tidak ada yang tidak bisa di tengah kekeringan itu. Tidak mudah memang, tetapi harus diupayakan sampai sukses.
Awal menjabat Babinsa, 2013, ia menjadi pemeran iklan operasi katarak dari TNI AD kerja sama dengan Kemenkes dan PT Sidomuncul. ”Dua orang Babinsa membonceng pasien katarak, menyeberang kali. Salah satu di antaranya saya. Gambarnya diambil di wilayah ini. Saya menyingkirkan puluhan Babinsa dariKalimantan, Maluku, dan NTT,” katanya bangga.
”Setelah iklan itu, saya dapat rekomendasi dari KSAD ikut pendidikan gratis tanpa tes selama 3 tahun. Setelah pulang, saya naik pangkat dari serma menjadi serda,” kenangnya.
Ia pun menjadi koordinator mobil rental, porter, dan kegiatan lain yang melibatkan anak-anak muda Silawan di PLBN Motaain. Mereka datang minta kerja di PLBN Motaain melalui Duarte.
Baca Juga: Pasar Perbatasan RI-Timor Leste ditutup, Pendapatan Warga Menurun Drastis
Ia pun menerima pemuda pencari kerja di PLBN itu dengan sejumlah syarat. ”Saya beri pesan tegas, harus jujur, sopan dan bertanggung jawab. Jaga keamanan dan ketertiban di dalam kawasan PLBN. Siapa yang melakukan keonaran akan dipecat, tidak boleh cari makan di dalam kawasan itu lagi,” tegasnya.
Menyadari SDM generasi muda perbatasan yang sangat rendah, ia pun mendirikan PAUD ”Sinar Libas” di bagian utara Desa Silawan, dan PAUD Kusar Binan Libas di selatan desa. Setiap PAUD menampung 50 anak. Anak-anak diajari berliterasi dasar, mengenal binatang, dan tumbuhan. Juga kesopanan, kejujuran, kebersihan, dan tanggung jawab. Kedua PAUD ini dikelola istri Duarte secara cuma-cuma.
Duarte harus berjalan dari rumah ke rumah, meyakinkan orangtua agar bersedia mengantar anak usia 2-5 tahun ke PAUD itu. Kalau tidak seperti itu PAUD kosong. ”Pos Lintas Batas Negara Motaain yang megah ini, masyarakatnya harus sejahtera dan cerdas. Jangan ada ketimpangan,” tegas Duarte.
Duarte Do Santos
Tempat, tanggal lahir: Liquica, Timor Timur, 14 Agustus 1973
Istri: Elisa Madeira Marques
Pendidikan: SMA Liquica, Timor Timur
Anak-anak:
- Riki (22)
- Evarito (20)
- Prisila (18)
- Sergio (16)
- Gabriel (14)
- Mikhael (12)