Sepak bola di Indonesia amat kental kaitannya dengan fanatisme suporter yang belum sepenuhnya dikelola dengan baik oleh klub profesional Tanah Air. Yabes Tanuri (45) memelopori cetak biru industri sepak bola.
Oleh
MUHAMMAD IKHSAN MAHAR
·5 menit baca
Sepak bola di Indonesia amat kental kaitannya dengan fanatisme suporter. Meski begitu, modal pasar yang besar itu belum sepenuhnya dikelola dengan baik oleh klub-klub profesional Tanah Air hingga hadirnya Yabes Tanuri (45) yang memelopori cetak biru industri sepak bola Indonesia ketika mengelola Bali United sejak 2015.
Bali telah menjadi klub termuda di Liga 1 Indonesia yang bisa menjadi kampiun. Gelar kompetisi sepak bola kasta tertinggi yang diraih klub berjuluk ”Serdadu Tridatu” itu diraih pada dua edisi terakhir, yaitu musim 2019 dan 2021-2022.
Performa apik di lapangan hijau dibarengi pula dengan sejumlah inovasi yang digagas Yabes bersama Bali. Sejak Bali bermarkas ke Stadion Kapten I Wayan Dipta di Gianyar, Bali, pada 2015, Yabes selaku Direktur Utama PT Bali Bintang Sejahtera, perusahaan yang menaungi Bali United, memberikan fokus utama pada renovasi stadion sepak bola terbesar di ”Pulau Dewata” itu.
Tidak hanya meningkatkan kualitas lapangan dan memperbaiki tribune stadion, Bali United juga merenovasi sejumlah fasilitas penunjang di dalam stadion, yang diresmikan oleh Pemerintah Kabupaten Gianyar pada 2003, demi proyek jangka panjang mereka.
Gebrakan awal dicanangkan Yabes ketika membuka toko cenderamata (merchandise) pada Maret 2016. Setahun berselang, Bali meresmikan wajah baru toko penjualan pernak-pernik klub dengan sebutan Bali United Mega Store dengan luas sekitar 1.000 meter persegi yang berada di sisi selatan stadion itu.
Kehadiran toko pusat itu menjadikan Bali sebagai satu-satunya klub di Liga 1 Indonesia yang memiliki konsep toko cenderamata yang terpusat di markas tim.
Dalam tiga tahun terakhir, klub-klub besar Indonesia telah memiliki toko cenderamata sendiri, tetapi belum ada yang buka di markas tim. Hal itu disebabkan status stadion mayoritas klub Liga 1 masih milik pemerintah daerah.
Adapun Bali tidak hanya menggunakan Wayan Dipta sebagai lokasi pertandingan, tetapi juga melakukan kontrak sewa hak guna dengan Pemerintah Kabupaten Gianyar sejak 2017. Kontrak itu membuat Bali memiliki kewenangan untuk mengelola stadion itu secara mandiri.
Setelah membangun toko cendera mata, Serdadu Tridatu meresmikan Bali United Café pada 2018. Yabes mengungkapkan, kafe di dalam stadion itu terinspirasi dari klub-klub besar, salah satunya Manchester United. Kafe milik klub di dalam stadion itu juga menjadikan Bali sebagai tim yang pertama sekaligus satu-satunya yang memanjakan pendukung dengan tempat makan khas di dalam stadion sebelum menyaksikan pertandingan.
Tak hanya dari sisi bisnis untuk memanjakan fans, Yabes juga membawa Bali sebagai tim olahraga Indonesia pertama yang melakukan penawaran umum perdana atau initial public offering (IPO) di Bursa Efek Jakarta, 17 Juni 2019. Nama emiten Bali United di BEI adalah PT Bali Bintang Sejahtera Tbk (BOLA).
Melantai di BEI, membuat Bali United sebagai klub sepak bola kedua di Asia yang melakukan IPO. Klub sepak bola pertama yang memutuskan IPO adalah tim asal China, Guangzhou Evergrande, yang melantai di Bursa Efek Hong Kong, Oktober 2009.
Setelah go public, Bali juga menjadi pelopor bagi klub olahraga Indonesia yang berkecimpung di dunia cryptocurrency. Sejak Januari 2022, Bali United berkolaborasi dengan seniman asli Bali, Raka Jana, merilis non-fungible token (NFT) bertajuk Baliverse.
”Sebagai tim pendatang baru, kami lebih leluasa untuk menghadirkan gebrakan yang inovatif. Sejumlah keputusan itu telah benar-benar kami hitung,” kata Yabes dalam wawancara, Senin (27/6/2022), di Bali.
Diajak
Di tengah berbagai inovasi yang telah dilakukannya untuk Bali di industri sepak bola Indonesia, Yabes sejatinya bukan sosok yang menggandrungi sepak bola sejak lama. Ia sebelumnya tidak pernah bermimpi bisa mengelola sebuah klub olahraga paling populer di Indonesia itu.
Keputusannya untuk terjun ke industri olahraga didasari ajakan yang diterimanya pada November 2014. ”Ketika itu diajakin saja. Ternyata sepak bola cukup menarik,” kata Yabes yang memiliki 2,5 persen saham BOLA atau senilai Rp 1,5 miliar.
Kehadiran Bali United diawali akuisisi klub Persisam Putra Samarinda pada 2004. Setelah itu, klub tersebut hijrah dari Kalimantan Timur ke Pulau Dewata.
Memilih Bali sebagai lokasi mengelola klub baru, tambah Yabes, karena Pulau Dewata memiliki segala hal untuk mengembangkan industri sepak bola Indonesia yang masih relatif baru. Menurut dia, fasilitas akomodasi dan transportasi di Bali amat lengkap sehingga itu menjadi modal awal untuk membangun klub profesional secara bisnis dan prestasi.
”Industri sepak bola di Indonesia baru dimulai sekitar 2009 atau 2010 sehingga peluang untuk berkembang masih sangat tinggi. Kita punya peluang dan potensi bertumbuh dan mengatasi ketertinggalan dari industri sepak bola di wilayah lain, seperti Asia Timur,” kata lulusan City University of Seattle, Amerika Serikat, itu.
Yabes mengungkapkan, dirinya belajar banyak dari klub-klub besar Eropa untuk mengembangkan strategi bisnis Bali. Selain MU, tim-tim Eropa, seperti Paris Saint-Germain, Manchester City, Liverpool, dan Arsenal, merupakan sejumlah klub yang menginspirasi hadirnya inovasi yang digagas Yabes di Bali.
Masa depan cerah
Ketika disinggung dengan kehadiran wajah-wajah muda yang membeli klub sepak bola dalam dua tahun terakhir, Yabes menyambut positif fenomena itu. Yabes menganggap itu sebagai salah satu tanda iklim industri sepak bola Indonesia memiliki masa depan cerah.
Industri sepak bola di Indonesia baru dimulai sekitar 2009 atau 2010 sehingga peluang untuk berkembang masih sangat tinggi. Kita punya peluang dan potensi bertumbuh dan mengatasi ketertinggalan dari industri sepak bola di wilayah lain, seperti Asia Timur.
Yabes pun mengakui dirinya juga belajar banyak dari para pemilik muda itu. Misalnya, Kaesang Pangarep, putra Presiden Joko Widodo, yang mengakuisisi saham mayoritas Persis Solo untuk membantu timnya promosi ke Liga 1. Kemudian, Raffi Ahmad, yang menjadi pemilik klub RANS Nusantara, mengemas eks klub Cilegon United itu sebagai salah satu produk komersialnya.
Selain dua klub itu, ada pula empat tim lainnya yang dimiliki oleh para pengusaha atau pesohor muda. Mereka adalah Gilang Widya Pramana sebagai pemilik Arema, lalu Gading Marten menjabat Presiden Persik Kediri, Kevin Hardiman bersama Dewa United, serta Atta Halilintar yang memiliki Bekasi City.
”Meski masih muda, mereka punya kemampuan masing-masing yang membuat kami harus terus belajar. Kami senang banyak orang terlibat di sepak bola karena itu akan meningkatkan dan memajukan industri,” ujarnya.
Yabes Tanuri
Jabatan: Direktur Utama PT Bali Bintang Sejahtera Tbk (Bali United)