Mahfud MD
Mahfud MD adalah seorang pakar hukum tata negara yang pernah menjabat sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi. Keahlian akademis dan intelektualnya di bidang hukum dan politik membawanya menjadi Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan di Kabinet Indonesia Maju 2019–2024.
Mahfud MD merupakan salah satu pakar hukum tata negara yang memiliki pengalaman lengkap sebagai dosen dan pernah duduk di kursi eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Di posisi eksekutif, ia pernah menjadi Menteri Pertahanan dan Menteri Hukum dan HAM, kemudian di posisi legislatif sebagai anggota DPR, dan di bidang yudikatif sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi.
Ketika dipercaya menjadi menteri pada masa Pemerintahan Abdurrahman Wahid, Mahfud MD memegang jabatan itu kurang dari satu tahun. Ia memegang jabatan Menteri Pertahanan selama 11 bulan, kemudian menjabat Menteri Kehakiman dan HAM kurang dari satu bulan. Ia mundur dari jabatan menteri bersamaan dengan lengsernya Abdurahman Wahid dari jabatan Presiden.
Ia kembali menjadi menteri setelah didapuk Presiden Joko Widodo sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan. Jabatan menteri itu dipercayakan padanya setelah sebelumnya menjabat sebagai anggota Dewan Pengarah Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) dan bersikap netral dalam Pilpres 2019.
Keluarga Madura
Mohammad Mahfud atau lebih dikenal dengan nama Mahfud MD lahir di Sampang, Madura pada tanggal 13 Mei 1957. Ia merupakan anak dari pasangan Mahmodin dan Siti Khadijah. Ia anak keempat dari tujuh bersaudara dan menjadi anak laki-laki tertua. Ayahnya adalah pegawai negeri sipil golongan dua, sementara ibunya seorang ibu rumah tangga. Ibunya melahirkan Mahfud saat berusia 18 tahun setelah melahirkan tiga anak perempuan.
Inisial MD di belakang namanya merupakan singkatan dari nama ayahnya, Mahmodin. Tambahan nama itu berawal saat ia menimba ilmu di Pendidikan Guru Agama (PGA), lembaga pendidikan setara SMP, yang dalam satu kelas terdapat beberapa murid dengan nama Mahfud. Untuk membedakan, wali kelas meminta semua murid bernama Mahfud untuk memasang nama orang tuanya di belakang setiap Mahfud. Mahfud merasa tidak keren dan kampungan jika mencantumkan nama Mahmodin di belakang namanya. Maka, nama Mahmodin ia singkat menjadi MD.
Di Madura, ada kepercayaan bahwa anak laki-laki tertua merupakan simbol keluarga dan memiliki tanggung jawab paling besar. Itulah sebabnya keluarga besarnya menganggap Mahfud MD sebagai anak yang istimewa sejak kecil. Ayahnya sering mengajak Mahfud kecil berkunjung ke rumah kyai-kyai besar di Madura. Dengan cara itulah ia memahami dasar-dasar agama dan terbiasa untuk berdiskusi.
Mahfud muda menempuh dua jenis pendidikan yakni agama dan umum. Setiap pagi ia belajar pendidikan umum di sekolah, lalu dari siang hingga malam ia belajar pendidikan agama dengan para santri di pesantren.
Mahfud kecil menamatkan pendidikan dasarnya di SD Negeri Waru Barat I, Pamekasan tahun 1970. Kemudian ia melanjutkan sekolah ke Pendidikan Guru Agama (PGA), sebuah sekolah setara SMP di Pamekasan dan lulus tahun 1974.
Setelah lulus dari PGA, Mahfud MD masuk ke Pendidikan Hakim Islam Negeri (PHIN) Yogyakarta, sebuah sekolah kejuruan unggulan milik Departemen Agama. Sekolah yang didirikan oleh KH Wahid Hasyim ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan akan hakim-hakim agama khususnya Islam. Sejak itu Mahfud mulai tertarik pada ilmu hukum. Ia menyelesaikan pendidikan di PHIN tahun 1977.
Ketertarikannya pada ilmu hukum membuatnya melanjutkan pendidikan di Jurusan Hukum Tata Negara, Universitas Islam Indonesia (UII). Pada waktu yang bersamaan, ia pun kuliah di Universitas Gadjah Mada (UGM) dengan Jurusan Sastra Arab. Namun, ia tidak melanjutkan pendidikannya di UGM karena lebih fokus di Jurusan Hukum Tata Negara.
Setelah mengecap bangku kuliah selama hampir enam tahun, gelar sarjana hukum dari Universitas Islam Indonesia Yogyakarta akhirnya diraihnya tahun 1983. Kemudian, ia mengabdikan ilmunya sebagai dosen di almamaternya. Di tengah kesibukannya sebagai pengajar, Mahfud kemudian melanjutkan pendidikan pascasarjana di Ilmu Politik, Universitas Gadjah Mada dan lulus tahun 1989. Tak lama berselang, Mahfud melanjutkan pendidikan doktoralnya di kampus yang sama.
Gelar doktor di bidang hukum diraihnya tahun 1993 setelah berhasil mempertahankan disertasinya tentang “Perkembangan Politik Hukum, Pengaruh Konfigurasi Politik Terhadap Karakter Produk Hukum di Indonesia” di hadapan dewan penguji. Disertasi tersebut kemudian dibukukan dengan judul Politik Hukum di Indonesia.
Disertasi itu memaparkan hubungan kausa antara konfigurasi politik dan produk hukum pada berbagai periode, yaitu periode Demokrasi Liberal, Demokrasi Terpimpin, dan Orde Baru. Mahfud MD memaparkan hubungan tersebut dengan mengkaji hukum pemilihan umum, hukum pemerintahan (di daerah) dan hukum agraria.
Karier
Setelah lulus dari Fakultas Hukum tahun 1983, Mahfud MD bekerja sebagai dosen di Universitas Islam Indonesia dan berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil. Sambil mengajar, ia pun melanjutkan pendidikan S2 dan S3 di UGM.
Mahfud MD sangat mencintai dunia mengajar karena sudah menjadi kebutuhannya. Ia bahkan rela menghabiskan waktu akhir pekannya untuk mengajar di beberapa perguruan tinggi. Profesi dosen mengharuskannya untuk selalu membaca buku-buku baru dan selalu bertemu orang-orang baru untuk beradu ilmu.
Sebelum terjun di politik dan menjadi pejabat pemerintahan, Mahfud MD aktif sebagai pengajar di sejumlah perguruan tinggi antara lain Universitas Islam Indonesia, IAIN Sunan Kalijaga, dan STIE Widya Wiwaha, Yogyakarta. Tak hanya itu, ia juga menjadi guru besar dan memiliki jabatan akademik. Jabatan akademik yang pernah dia pegang antara lain Pembantu Rektor I UII (1994–2000), Direktur/Guru Besar Fakultas Hukum UII (1996–2000), dan Rektor Universitas Islam Kadiri (2003–2006).
Karier Mahfud MD di bidang eksekutif dimulai tahun 2000 ketika pemerintah menunjuk dia menjadi Deputi Menteri Negara Urusan HAM yang membidangi produk legislasi Hak Asasi Manusia. Kemudian, kariernya meningkat menjadi menteri pada masa Presiden Abdurrahman Wahid. Tahun 2000–2001, ia dipercaya sebagai Menteri Pertahanan, kemudian tahun 2001 sebagai Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia. Ia melepas jabatan menteri bersamaan dengan lengsernya Presiden Abdurrahman Wahid.
Selepas dari jabatan menteri, Mahfud terjun ke dunia politik dengan aktif di Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dengan menjabat sebagai Wakil Ketua Umum Dewan Tanfidz PKB.
Pada Pemilu 2004, ia mencalonkan diri sebagai calon anggota DPR dari PKB untuk Daerah Pemilihan X Jawa Timur yang wilayahnya meliputi Lamongan dan Gresik. Ia kemudian terpilih menjadi anggota DPR RI dari PKB untuk wilayah Jatim.
Ia memulai karier politiknya sebagai anggota DPR dengan penugasan di Komisi III yang memiliki lingkup tugas di bidang hukum, hak asasi manusia, dan keamanan. Selain di Komisi III, Mahfud juga menjabat Wakil Ketua Badan Legislatif DPR.
Selepas dari lembaga legislatif di DPR, Mahfud berkiprah di lembaga yudikatif yakni di Mahkamah Konstitusi. Ia terpilih sebagai hakim konstitusi baru MK setelah mengantongi 38 suara anggota Komisi III dalam pemilihan terbuka Komisi III DPR. Ia menggantikan Hakim Konstitusi Achmad Roestandi, yang memasuki masa pensiun per 31 Maret 2008.
Setelah menjadi hakim konstitusi di MK, Ia kemudian terpilih menjadi Ketua MK periode 2008–2011 dengan meraih lima suara dari sembilan hakim konstitusi MK. Ia menggantikan Jimly Asshiddiqie yang telah menjabat Ketua MK selama dua periode.
Pada pemilihan Ketua MK periode 2011–2013, ia terpilih kembali menjadi Ketua Mahkamah Konstitusi setelah mengantongi lima suara hakim konstitusi.
Banyak terobosan besar yang dilakukan selama Mahfud MD menjadi Ketua Mahkamah Konstitusi. Salah satu yang paling menonjol adalah penerapan keadilan substantif. Penerapan keadilan tersebut berhasil membongkar dugaan kriminalisasi dua pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi, Bibit Samat Riyanto dan Chandra Hamzah.
Dalam ajang Pilpres 2014, Mahfud MD sempat digadang-gadang menjadi calon presiden atau calon wakil presiden dari PKB, namun dalam perkembangannya PKB kemudian mendukung pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla. Kemudian Mahfud MD justru memilih mendukung pasangan Prabowo-Hatta Rajasa sebagai Ketua Tim Sukses Prabowo-Hatta Rajasa.
Juni 2017, Mahfud ditunjuk Presiden Jokowi menjadi anggota Dewan Pengarah Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP-PIP). Lembaga itu bertujuan membumikan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila pada masyarakat. Setahun kemudian UKP-PIP menjadi Badan Pembinaan Ideologi Pancasial (BPIP).
Pada 23 Oktober 2019, Presiden Joko Widodo menunjuk Mahfud MD menjadi Menko Polhukam di Kabinet Indonesia Maju 2019–2024. Jokowi menyebut tugas Mahfud MD adalah menangani hal-hal yang berkaitan dengan korupsi, penegakan hukum, deradikalisasi, dan antiterorisme.
Selama berkarier di bidang hukum, Mahfud MD mendapatkan sejumlah penghargaan antara lain Dosen Teladan Kopertis Wilayah V (1990), Praktisi Pemerintahan Terbaik dari Masyarakat Ilmu Pemerintahan Indonesia (2013), UII Award dari Universitas Islam Indonesia (2010), UNS Award dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo (2013), dan Paramadina Award 2018. Sementara dari negara, ia menerima tanda kehormatan Bintang Mahaputera Adipradana (2013).
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD saat diwawancara di Kantor Kemenko Polhukam RI, di Jakarta, Selasa (28/7/2020). Mahfud menyampaikan bahwa pemerintah berkomitmen untuk menangkap dan memulangkan buron kasus cessie Bank Bali Joko Tjandra
Ideologi Pancasila
Mahfud MD merupakan salah satu tokoh yang kerap menyuarakan pentingnya merawat dan memperkuat Pancasila sebagai ideologi dan pemersatu bangsa. Hal itu terus dia suarakan ketika ia menjadi anggota Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila dan saat menjabat Menko Polhukam.
Dalam kuliah umumnya di salah satu kampus di Bandung, Jawa Barat, Mahfud MD mengatakan, gerakan anti-Pancasila tumbuh di berbagai kampus harus dilawan dengan menanamkan nilai-nilai Pancasila. Penanaman nilai Pancasila dapat dilakukan lewat dua jalur, yaitu jalur kurikuler dalam materi pembelajaran dan melalui gerakan yang membangun kesadaran bertoleransi di tengah perbedaan.
“Konsepsi kebinekaan dalam kehidupan berbangsa juga harus terus dirawat. Sebab, hal itu sudah menjadi dasar pemikiran para pendiri bangsa saat berjuang merebut kemerdekaan. Soekarno dan pendiri bangsa lainnya sudah mendiskusikan itu. Perbedaan bukan untuk dilawan. Namun, berlombalah untuk maju bersama dalam persatuan,” kata Mahfud (Kompas, 22/12/2018).
Hal senada disuarakan saat dialog kebangsaan di Solo, Jawa Tengah. Ia mengatakan Pancasila sebagai dasar ideologi negara tidak akan tergantikan. Sejarah membuktikan upaya-upaya untuk mengganti ideologi Pancasila baik melalui jalan pemberontakan maupun pemilu tidak pernah berhasil.
”Berdasarkan pengalaman panjang dan banyak itu, mari kita bekerja saja sekarang untuk membangun bangsa ini. Bersatu membangun negeri ini, tidak usah bermimpi mengganti sistem kenegaraan, mengganti ideologi negara,” ujar Mahfud MD (Kompas, 21/2/2019).
Ketika menjabat Menko Polhukam, ia pun terus menyuarakan pentingnya pembinaan ideologi Pancasila. Langkah yang dia lakukan bersama Pemerintah adalah mengajukan RUU Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (RUU BPIP) ke DPR pada 16 Juli 2020. RUU BPIP itu diusulkan sebagai sebagai sumbang saran pemerintah pada DPR sekaligus merespon perkembangan masyarakat tentang ideologi Pancasila.
Selain itu, hadirnya RUU BPIP ini semata-mata untuk melahirkan payung hukum yang kokoh bagi upaya pembinaan ideologi bangsa melalui BPIP. RUU BPIP terdiri atas 7 bab dan 17 pasal, berbeda dengan RUU HIP yang berisikan 10 bab dan 60 pasal. Substansi pasal-pasal RUU BPIP hanya memuat ketentuan tentang tugas, fungsi, wewenang, dan struktur kelembagaan BPIP yang telah ada di peraturan presiden yang mengatur tentang BPIP (Kompas, 17 Juli 2020).