Lulusan Perguruan Tinggi Mulai Diserap Pasar
Seiring pulihnya perekonomian Indonesia, jumlah sarjana yang terserap pasar tenaga kerja mulai meningkat. Meski pengangguran terdidik berkurang, rata-rata upah yang diterima pekerja berpendidikan tinggi menurun.
Di awal pandemi, jumlah sarjana yang menganggur meningkat. Seiring dengan pulihnya perekonomian Indonesia, jumlah sarjana yang terserap pasar tenaga kerja juga mulai meningkat.
Meski pengangguran di kalangan terdidik mulai berkurang, rata-rata upah yang diterima pekerja berpendidikan tinggi ini cenderung menurun. Sementara pengangguran di kalangan yang berpendidikan rendah bertambah dengan tingkat upah relatif tetap.
Pengangguran di kalangan yang berpendidikan rendah bertambah dengan tingkat upah relatif tetap.
Tahun 2020 merupakan tahun yang berat bagi mahasiswa yang baru menyandang gelar sarjana. Betapa tidak, perekonomian lesu terpukul pandemi. Lowongan pekerjaan langka.
Banyak perusahaan menghentikan penerimaan karyawan baru, bahkan merumahkan karyawannya seiring dengan krisis ekonomi yang melanda. Banyak perusahaan mengalami kesulitan keuangan dan mengurangi kegiatan produksi.
Data Badan Pusat Statistik menunjukkan angka pengangguran pada semester kedua tahun 2020 bertambah. Jika per Februari 2020 pemerintah mampu menekan angka pengangguran menjadi 4,99 persen atau menjadi 6,88 juta orang yang tidak memiliki pekerjaan, pada semester berikutnya angkanya melonjak cukup tajam.
Per Agustus 2022, angka pengangguran menjadi 7,07 persen atau bertambah 2,89 juta orang yang menganggur menjadi 9,77 juta orang. Tingkat pengangguran ini merupakan yang tertinggi selama satu dekade terakhir.
Di awal pandemi, pengangguran yang berasal dari kalangan terdidik alias para lulusan perguruan tinggi baik diploma maupun sarjana mencapai porsi 15,7 persen (Februari 2020).
Terdapat lebih dari 1 juta lulusan perguruan tinggi yang menganggur, terdiri atas 265.400 orang lulusan diploma dan 815.407 orang lulusan sarjana. Tingkat pengangguran setinggi ini pernah terjadi pada saat krisis keuangan tahun 2018.
Pada semester berikutnya (Agustus 2020), meski porsinya turun menjadi 13,2 persen, secara nominal angkanya bertambah menjadi 1.286.464 penganggur. Jumlah ini adalah yang terbanyak jika dirunut lima tahun ke belakang. Lulusan diploma yang menganggur bertambah menjadi 305.261 orang, sedangkan lulusan sarjana yang menganggur juga bertambah menjadi 981.203 orang.
Pada semester berikutnya (Februari 2021), jumlah sarjana yang menganggur kembali bertambah menjadi 999.543 orang. Sementara jumlah lulusan diploma yang menganggur berkurang menjadi 254.457 orang. Secara keseluruhan, porsi pengangguran kaum terdidik kembali meningkat menjadi 14,3 persen.
Setelah pertumbuhan ekonomi mampu bangkit pada triwulan kedua 2021 menjadi 7,07 persen, perekonomian kembali menggeliat. Sektor-sektor ekonomi mulai pulih dan tenaga kerja kembali dibutuhkan. Hal ini didorong oleh melandainya penambahan kasus harian Covid-19 dan semakin meningkatnya jumlah penduduk yang mendapat vaksin Covid-19.
Angka pengangguran turun menjadi 6,26 persen. Banyak lulusan perguruan tinggi yang mulai bekerja, terserap oleh pasar. Angka pengangguran di kalangan terdidik juga turun menjadi 11,7 persen. Dalam enam bulan, sekitar 190.000 lulusan perguruan tinggi sudah tidak lagi berstatus menganggur.
Baca juga : Defisit Melebar, Utang Pemerintah Bertambah
Masih meningkat
Di satu sisi, jumlah penganggur dari kalangan terdidik berkurang. Namun, di sisi lain, dengan jumlah total penganggur yang masih meningkat pada Agustus 2021, menjadi 9,1 juta orang atau 6,49 persen, berarti terdapat penambahan jumlah penganggur pada kalangan yang berpendidikan lebih rendah, terutama kelompok yang hanya tamat SMP dan SD.
Data Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) Badan Pusat Statistik, Agustus 2021 lalu, menunjukkan angka pengangguran didominasi oleh penduduk yang berpendidikan hingga tamat SMA (27,17 persen) dan SMK (23,2 peren). Namun, angka gabungan pengangguran SMA dan SMK ini sudah lebih rendah dibandingkan kondisi sebelum pandemi tahun 2019 yang mencapai 52,83 persen.
Selanjutnya, pengangguran didominasi oleh kalangan yang berpendidikan tamat SMP (17,63 persen) dan tamat SD (15,31 persen). Dibandingkan masa sebelum pandemi, porsi yang menganggur di kedua kelompok ini meningkat cukup besar.
Akibat pandemi, lulusan SMP yang menganggur bertambah hampir 500.000 orang. Porsinya naik dari 16,01 persen menjadi 17,63 persen. Sementara itu, penambahan yang lebih besar terjadi pada kelompok lulusan SD, yaitu sebanyak 536.333 orang, dari 12,17 persen menjadi 15,31 persen.
Hal ini tentu memerlukan perhatian pemerintah dalam upaya penyediaan lapangan kerja yang sesuai dengan kondisi kelompok penganggur ini. Lapangan kerja yang bersifat padat karya tentu harus diperluas bagi kelompok yang cenderung berketerampilan rendah ini.
Pelatihan-pelatihan kerja juga harus disediakan dan dipermudah aksesnya bagi mereka agar bisa meningkatkan kompetensi sehingga bisa mendapatkan pekerjaan layak.
Dalam porsi yang lebih kecil, pengangguran di kalangan terdidik, yang mengenyam bangku kuliah, menurun setelah tahun kedua pandemi. Porsinya berkurang dari 13,56 persen menjadi 11,7 persen. Hal ini sinyal kuat untuk perbaikan kesejahteraan karena biasanya kelompok terdidik ini mencari dan mendapatkan pekerjaan yang layak dengan tingkat upah lebih tinggi.
Baca juga : Pemulihan Ekonomi Menyisakan Ketimpangan dan Efek Luka Memar
Pekerjaan layak
Berdasarkan laporan BPS tentang Indikator Pekerjaan yang Layak di Indonesia Tahun 2021, rata-rata upah pekerja menunjukkan, semakin tinggi tingkat pendidikan, upah juga akan semakin tinggi.
Rata-rata upah tertinggi dimiliki oleh kelompok pekerja dengan pendidikan perguruan tinggi. Sebaliknya, upah terendah ada pada pekerja dengan pendidikan SD ke bawah.
Rata-rata upah pekerja tahun 2021 adalah sebesar Rp 2,74 juta per bulan, sedikit turun dibandingkan tahun 2020 yang sebesar Rp 2,76 juta per bulan. Jika dilihat berdasarkan tingkat pendidikan, rata-rata upah pada pekerja dengan pendidikan perguruan tinggi adalah sebesar Rp 3,99 juta per bulan.
Angka ini juga turun dibandingkan tahun 2020 yang mencapai Rp 4,1 juta per bulan. Dari data tersebut terlihat bahwa meskipun jumlah penganggur golongan terdidik sudah berkurang, upah yang mereka terima berkurang akibat pandemi.
Pekerja dengan pendidikan SD ke bawah menerima tingkat upah terendah, yakni Rp 1,65 juta per bulan, tidak ada perubahan dibandingkan tahun sebelumnya. Sementara rata-rata upah pada pekerja dengan pendidikan SMA/SMK berkisar antara Rp 2,62 juta hingga Rp 2,69 juta per bulan.
Upaya bagi setiap penduduk untuk mendapatkan pekerjaan yang layak dengan upah tinggi harus terus ditingkatkan.
Upaya bagi setiap penduduk untuk mendapatkan pekerjaan yang layak dengan upah tinggi harus terus ditingkatkan. Di sini peran pemerintah menjadi sangat penting.
Hal ini sejalan dengan kampanye Organisasi Buruh Internasional (ILO) mengenai pentingnya pekerjaan yang layak bagi setiap orang di seluruh dunia untuk menjamin kelangsungan hidup mereka.
Definisi pekerjaan yang layak menurut BPS adalah pekerjaan yang menjamin setiap pekerja bekerja secara produktif dan terpenuhi hak-hak asasinya sebagai manusia.
Konsekuensi dari pekerjaan yang layak itu adalah pekerja memiliki kesempatan atas pekerjaan yang produktif, pengembangan diri, pendapatan adil dan layak, keamanan di tempat kerja, serta perlindungan sosial bagi pekerja dan keluarganya.
Selain itu, pekerja juga memiliki kebebasan untuk menyatakan pendapat, berorganisasi, dan terlibat dalam pengambilan keputusan yang memengaruhi kehidupan mereka. Tantangan yang dihadapi pemerintah bukan sekadar menyediakan lapangan kerja, melainkan juga menyediakan pekerjaan yang layak dengan upah tinggi. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga : Kesejahteraan Indonesia di Antara Negara Dunia