Kinerja Sektor Kesehatan Kian Meningkat di Tengah Pandemi
Selama pandemi, sektor kesehatan di Tanah Air terus menunjukkan kinerja positif. Tak hanya mencatatkan laju pertumbuhan tertinggi, kontribusinya pada ekonomi nasional pun kian tinggi.
Oleh
Agustina Purwanti
·6 menit baca
Ekonomi Indonesia kembali bangkit setelah sempat tertekan akibat pandemi Covid-19. Laju pertumbuhannya tercatat positif sebesar 3,69 persen di 2021. Artinya, perekonomian nasional mengalami ekspansi lantaran tahun sebelumnya Indonesia mengalami kontraksi dengan pertumbuhan minus 2,07 persen.
Pemulihan tersebut tak lepas dari kinerja sejumlah sektor yang menjadi mesin penggeraknya. Salah satunya adalah sektor kesehatan. Meski andilnya pada perekonomian nasional masih relatif kecil, tetapi pertumbuhan industri kesehatan menarik untuk diulas lebih mendalam. Pasalnya, dari 17 sektor pembentuk PDB nasional, lapangan usaha kesehatan yang juga memuat kegiatan sosial ini menduduki posisi teratas dengan laju pertumbuhan sebesar 10,46 persen.
Secara historis, laju pertumbuhan sektor kesehatan dan kegiatan sosial tersebut belum pernah mencapai 10 persen. Sebelumnya, pertumbuhan tertinggi terjadi pada tahun pertama sektor ini dirilis oleh BPS (2011), yakni 9,25 persen. Hanya saja, kinerja tersebut tidak mampu bertahan lama. Laju pertumbuhan di tahun-tahun berikutnya hanya berada di kisaran angka tujuh persen. Baru pada 2019, laju pertumbuhan sektor kesehatan tumbuh menjadi 8,66 persen.
Meski tak setinggi 2020 yang mencatatkan pertumbuhan 11,56 persen, peningkatan sektor kesehatan pada 2021 jauh melampaui pertumbuhan beberapa sektor yang mendominasi PDB nasional. Sektor unggulan tersebut antara lain industri pengolahan (3,39 persen), sektor pertanian (1,84 persen), dan serta perdagangan (4,65 persen).
Laju pertumbuhan sektor kesehatan yang relatif tinggi itu tak dapat dipisahkan dari intervensi pemerintah selama masa pandemi. Pada Juli 2020, pemerintah membentuk Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) disertai dukungan anggaran sebesar Rp 695,2 triliun.
Bidang kesehatan secara khusus memperoleh anggaran Rp 99,5 triliun. Hingga akhir 2020, anggaran tersebut terealisasi sebesar Rp 62,6 triliun. Adapun anggaran tersebut digunakan untuk biaya perawatan pasien, insentif tenaga kesehatan, santunan kematian, dan pengadaan vaksin Covid-19.
Pandemi yang belum usai di tahun berikutnya membuat pemerintah kembali menggelontorkan dana PEN untuk tahun anggaran 2021. Bersamaan dengan munculnya varian Delta yang lebih berbahaya, anggaran PEN dialokasikan lebih besar. Total anggarannya mencapai Rp 744,77 triliun. Bidang kesehatan juga mendapatkan proporsi yang lebih besar yakni Rp 214,96 triliun dan terealisasi sebesar Rp 198,5 triliun.
Tak dapat dimungkiri, kucuran dana dalam jumlah besar tersebut turut mendukung kinerja positif sektor kesehatan. Apalagi, bidang kesehatan tak hanya berkaitan dengan Covid-19. Masih banyak jenis penyakit yang mewabah di Indonesia dan membutuhkan perawatan serta pengobatan, yang turut berkontribusi pada PDB sektor kesehatan. Hingga akhirnya, rekor laju pertumbuhan di atas 10 persen mampu dipecahkan sepanjang sejarah sektor kesehatan.
Kontribusi meningkat
Membaiknya kinerja sektor kesehatan tak hanya tergambar dari laju pertumbuhan. Kontribusi sektor tersebut pada ekonomi nasional pun kian besar dari waktu ke waktu, terutama di dua tahun terakhir.
Sebelum pandemi, sektor tersier ini kurang diperhitungkan. Bagaimana tidak, andilnya pada perekonomian nasional sangat kecil jika dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya. Bahkan, bidang kesehatan tertinggal dari sektor lain yang kontribusinya termasuk minim, seperti sektor pengadaan listrik dan gas (1,17 persen).
Merujuk data BPS, andil sektor kesehatan dan kegiatan sosial pada 2011 hanya 0,98 persen. Baru pada tahun berikutnya menyentuh angka 1,0 persen. Kontribusinya kemudian mengalami peningkatan di tahun-tahun berikutnya, hingga mampu mencapai 1,07 persen di 2015. Sayangnya, capaian tersebut stagnan selama empat tahun dan baru naik menjadi 1,10 persen di 2019.
Setelah pandemi melanda, perubahannya lebih kentara. Pada 2020, kontribusinya mencapai 1,30 persen, kemudian naik menjadi 1,34 persen di 2021.
Meski masih dalam proporsi yang kecil, namun bidang kesehatan mampu menggeser sektor pengadaan listrik dan gas yang sempat menyumbang 1,19 persen di tahun 2018. Kinerjanya juga melampaui sektor pengadaan air serta pengelolaan sampah yang kontribusinya stagnan sebesar 0,07 persen hingga 2021.
Tak hanya itu, sektor kesehatan dan kegiatan sosial juga menjadi satu-satunya sektor yang perubahan kontribusinya konsisten positif selama pandemi. Pada 2020, terjadi peningkatan kontribusi sebesar 0,20 poin persen, sementara pada 2021 sebesar 0,04 poin persen. Meski menurun, tetapi capaian pertumbuhannya masih lebih baik dibandingkan dengan sektor lain yang perubahan kontribusinya minus setelah meningkat cukup besar di tahun sebelumnya.
Sektor perdagangan, misalnya, sumbangannya naik 0,99 poin persen pada 2020. Namun, pada 2021 kontribusinya berkurang 0,42 poin persen. Sektor lainnya adalah informasi dan komunikasi yang juga mencatatkan pertumbuhan 0,55 poin persen di tahun pertama pandemi, tetapi kemudian turun 0,10 poin persen pada 2021.
Pengeluaran masyarakat
Makin membaiknya kinerja sektor kesehatan juga dipengaruhi peningkatan pengeluaran masyarakat untuk kesehatan. Dalam publikasi Profil Statistik Kesehatan 2021 yang dirilis BPS disebutkan, rata-rata pengeluaran masyarakat untuk kesehatan dalam sebulan meningkat sepanjang 2019-2021.
Pada 2020, nilai pengeluaran masyarakat untuk kesehatan mencapai Rp 31.545 per bulan untuk satu orang. Angka tersebut naik Rp 1.459 dari tahun sebelumnya dan semakin meningkat menjadi Rp 34.364 pada 2021. Proporsi pengeluaran untuk kesehatan ini mencapai 5,35 persen dari total pengeluaran bukan makanan.
Meski demikian, jika dirinci menurut daerah tempat tinggal, masih terjadi ketimpangan dan perilaku yang berbanding terbalik antardaerah. Besaran pengeluaran untuk kesehatan di daerah perkotaan dua kali lebih tinggi dari penduduk di daerah pedesaan.
Demikian pula dengan tren proporsi pengeluaran untuk kesehatan. Jika pada 2019 proporsi pengeluaran untuk kesehatan penduduk perkotaan baru mencapai 4,85 persen jumlahnya terus meningkat menjadi 5,58 persen pada 2021. Sebaliknya, proporsi pengeluaran penduduk pedesaan untuk kesehatan sebesar 5,63 persen di 2019 dan turun menjadi 4,78 persen pada 2021.
Proporsi pengeluaran bukan makanan didominasi oleh pengeluaran untuk perumahan, baik di pedesaan maupun perkotaan. Yang membedakan adalah proporsi pengeluaran non makanan untuk barang tahan lama serta pakaian dan alas kaki di pedesaan lebih besar. Adapun kelompok barang tahan lama antara lain perabotan, ponsel pintar, televisi, hingga kendaraan.
Pengeluaran barang tahan lama di pedesaan pada 2021 juga tercatat lebih tinggi dari tahun sebelumnya. Boleh jadi, masyarakat, khususnya orang tua membeli peralatan elektronik seperti ponsel pintar guna kegiatan belajar daring untuk anaknya. Berbeda dengan masyarakat perkotaan, ponsel pintar pasti sudah dalam genggaman jauh sebelum pandemi sehingga alokasi untuk pengeluaran tersebut tidak banyak berubah.
Meski demikian, proporsi pengeluaran kesehatan yang makin mengecil di daerah pedesaan layak mendapatkan perhatian. Pasalnya, kesehatan penting untuk semua penduduk tanpa membedakan latar belakang apa pun.
Yang juga perlu menjadi catatan adalah, pengeluaran untuk kesehatan ini lebih didominasi untuk tindakan kuratif atau layanan pengobatan. Hal ini tak lepas dari tingginya kasus Covid-19 di Indonesia selama dua tahun terakhir yang mencerminkan tingginya permintaan untuk pengobatan.
Di lain sisi, prevalensi penyakit lainnya juga masih tinggi di Indonesia. Artinya, pengeluaran masyarakat untuk kesehatan yang kian membesar masih belum diutamakan untuk upaya pencegahan atau preventif.
Tak dapat dimungkiri bahwa pandemi turut mengangkat kinerja sektor kesehatan, yang juga mendorong kinerja ekonomi nasional. Peningkatan tersebut sekaligus memberikan tantangan bagi sektor kesehatan untuk dapat mempertahankan capaiannya setelah pandemi kian terkendali.
Kebiasan hidup sehat masyarakat dan kesadaran warga menerapkan disiplin kesehatan yang sudah dilakukan di masa pandemi ini dapat menjadi peluang pengembangan bisnis kesehatan di masa depan. Jangan sampai muncul anggapan bahwa capaian sektor kesehatan tersebut menjadi gambaran semu karena laju kencang tersebut terjadi lantaran momentum pandemi. Alih-alih untuk upaya preventif yang mencerminkan kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan. (LITBANG KOMPAS)