Dampak ekonomi dari perang Ukraina tak hanya dirasakan negara penyerang serta negara yang diserang, tetapi juga pihak-pihak yang berada jauh dari lokasi konflik bersenjata itu. Maka, perang Ukraina harus segera berhenti.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Saat semua wilayah di bumi saling terhubung seperti sekarang, perang sungguh bencana besar. Kesulitan yang ditimbulkannya terasa di seluruh dunia.
Pemikir liberalisme Ludwig von Mises mengingatkan hal itu lebih dari 100 tahun lalu. Menurut dia, perang tak hanya menghancurkan negara yang diserang, tetapi juga negara penyerang. Ia mengingatkan, masyarakat maju bukan karena perang, melainkan karena perdamaian. Hanya pada saat damai, ekonomi dibangun dan perdagangan lancar.
Saat globalisasi mencapai tingkat seperti sekarang, yang ditandai pembagian kerja (division of labor) di antara begitu banyak negara, peringatan Von Mises kian terasa nyata. Suatu produk tak bisa dirakit karena sebagian komponennya gagal terkirim gara-gara jalur distribusi dari negara pembuat komponen itu terganggu perang. Harga komoditas juga melonjak akibat ancaman gangguan pada jalur kapal laut.
Pertanyaannya, mengapa perang tetap menjadi pilihan walaupun disadari mengganggu perekonomian? Bagi Presiden Rusia Vladimir Putin, mungkin tidak ada pilihan selain berperang untuk memastikan tujuannya tercapai. ”Operasi militer” Moskwa di Ukraina dinilai tak terelakkan jika hendak membuat Rusia aman dari ancaman langsung militer Barat.
Buntut dari serangan ke Ukraina, antara lain, deretan sanksi yang dijatuhkan Barat kepada Rusia. Dampaknya dirasakan pula oleh negara-negara lain. Dengan kata lain, dampak ekonomi dari perang Ukraina tak hanya dirasakan negara penyerang serta negara yang diserang, tetapi juga pihak-pihak lain yang berada jauh dari lokasi konflik bersenjata itu. Maka, perang Ukraina harus segera berhenti.
Turki dan Perancis telah berupaya aktif membantu Rusia serta Ukraina mencapai kata sepakat. Indonesia memiliki pula kesempatan untuk membantu mengakhiri perang. Sebagai Ketua G20, pendekatan dapat dilakukan Indonesia kepada kubu yang berseberangan dengan Rusia di forum itu. Di sisi lain, Indonesia dapat pula mendorong Rusia yang juga anggota G20 untuk lebih terbuka dalam perundingan dengan Ukraina. Namun, hal yang jauh lebih penting untuk diperhatikan ialah tatanan atau kondisi yang melatarbelakangi perang. Tak ada asap tanpa api. Perang tidak meletus begitu saja.
Dengan politik bebas aktif dan dikenal sebagai motor gerakan Non-Blok, Indonesia sepatutnya berperan lebih besar untuk mengurangi ketegangan yang merupakan buah persaingan Amerika Serikat dengan beberapa negara besar. Perang Ukraina salah satu manifestasi persaingan itu. Ada pula persaingan krusial dengan negara lain yang bisa memicu perang.
Perebutan pengaruh inilah yang harus ditemukan jalan keluarnya. Hanya dengan cara itu, ancaman perang ditekan secara maksimal dan perdamaian sejati tercapai sehingga kemajuan serta kesejahteraan terwujud. Seperti disampaikan Von Mises, kemajuan dan kesejahteraan menjadi nyata lewat perdamaian, bukan perang.