Ketentuan tentang pembatasan masa jabatan presiden pada konstitusi bukanlah tanpa alasan. Indonesia pernah mengalami dua peristiwa pahit akibat masa jabatan presiden yang terlalu lama.
Oleh
Redaksi
·3 menit baca
Presiden Joko Widodo meminta semua menteri tidak lagi menyuarakan perpanjangan masa jabatan atau penundaan pemilu. Langkah selanjutnya ditunggu.
Perintah untuk tidak lagi menyuarakan penundaan Pemilu 2024 atau perpanjangan masa jabatan ini disampaikan Presiden Jokowi dalam pidato pengantar sidang kabinet paripurna di Istana Negara, Jakarta, Selasa (5/4/2022). Namun, pernyataan itu baru dipublikasikan pada Rabu (6/4/2022).
Pernyataan itu seperti melengkapi pernyataan sebelumnya, misalnya pada 4 Maret 2022. Saat itu Presiden menyatakan, dirinya taat, tunduk, dan patuh pada konstitusi. Pada akhir 2019, Presiden Jokowi juga menyatakan tak berminat menjabat presiden selama tiga periode.
”Yang ngomong presiden itu tiga periode, artinya tiga. Satu, ingin menampar muka saya. Kedua, ingin cari muka, padahal saya sudah punya muka. Ketiga, ingin menjerumuskan,” katanya saat itu.
Meski Presiden Jokowi beberapa kali menegaskan sikapnya, polemik tentang perpanjangan masa jabatan atau penundaan pemilu tetap muncul. Masyarakat merasakan seperti ada perbedaan antara panggung depan dan belakang, misalnya dari pernyataan sejumlah menteri dan pemimpin partai politik.
Wacana perpanjangan masa jabatan atau penundaan pemilu bahkan juga muncul, umpamanya, dalam Silaturahmi Nasional Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) di Jakarta, Selasa (29/3/2022), serta pertemuan ratusan kepala desa dan tokoh daerah di Lebak, Banten, Kamis (31/3/2022).
Untuk mengakhiri polemik itu, menarik usulan dosen Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, Haryatmoko, dalam tulisannya di Kompas, Selasa (5/4/2022). Menurut dia, baik jika Jokowi menyatakan, ”Saya tak akan menunda pemilu dan tak akan menjabat presiden tiga periode.”
Kalimat hampir serupa disampaikan Wakil Presiden Ma’ruf Amin, bahwa mandat rakyat kepada dirinya dan Presiden Jokowi akan berakhir tahun 2024. Oleh sebab itu, menurut Wapres, ”Kami hanya berpikir sampai 2024. Tidak ada pikiran-pikiran lain.”
Ketegasan pernyataan diperlukan sebab ketentuan tentang pembatasan masa jabatan presiden pada konstitusi bukanlah tanpa alasan. Indonesia pernah mengalami dua peristiwa pahit akibat masa jabatan presiden yang terlalu lama.
Setelah dinyatakan sebagai presiden seumur hidup pada tahun 1963, Soekarno mengakhiri jabatannya dengan diiringi gejolak politik tahun 1965/1966. Gejolak politik juga membuat Soeharto yang menggantikan Soekarno menyatakan berhenti sebagai presiden pada 21 Mei 1998. Padahal, pada 11 Maret 1998, dengan diiringi tepuk tangan anggota MPR, Soeharto dinyatakan kembali sebagai presiden, periode 1998-2003.
Akhir Orde Lama dan Orde Baru juga mengajarkan krusialnya persoalan ekonomi. Oleh karena itu, salah satu yang kini perlu dilakukan pemerintah adalah kerja lebih keras menjawab kegelisahan rakyat, misalnya akibat kenaikan harga kebutuhan pokok dan energi. Pada saat yang sama tentunya juga fokus menyiapkan Pemilu 2024. Dengan cara ini, pemerintah saat ini kelak akan dikenang dengan tinta emas.