Sanksi menjadi alat penting bagi Barat, khususnya Amerika Serikat, dalam merespons tindakan Rusia. Pasca-Perang Dunia II, sanksi memang dilihat sebagai sarana jauh lebih efektif ketimbang perang untuk memberi tekanan.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Sanksi diberikan Barat kepada Rusia setelah Moskwa memutuskan mengakui kemerdekaan dua wilayah di Ukraina timur.
Rencana mengirim kekuatan militer juga disiapkan setelah Presiden Rusia Vladimir Putin mengakui kemerdekaan Donetsk dan Lugansk, dua wilayah di Ukraina timur yang dikendalikan oleh kelompok separatis. Selama lebih kurang delapan tahun, konflik bersenjata memang terjadi antara pasukan Pemerintah Ukraina dan separatis di Donetsk serta Lugansk. Prahara di Ukraina timur yang berbatasan dengan Rusia itu pecah menyusul naiknya penguasa Ukraina yang pro-Barat pada 2014.
Negara-negara Barat mengecam Putin yang mengakui kemerdekaan Donetsk dan Lugansk, serta memutuskan untuk mengirim ”pasukan perdamaian”. Situasi terbaru ini melanjutkan drama sejak tahun lalu, yang ditandai penumpukan kekuatan militer Rusia di perbatasan dengan Ukraina.
Menurut Rusia, jaminan netralitas Ukraina sangat penting. Sikap Pemerintah Ukraina yang dinilai pro-Barat dan berkeinginan bergabung dengan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) mengancam langsung keamanan Rusia. Moskwa menegaskan, solusi bagi isu Ukraina ialah jaminan netralitas negara itu sehingga tak akan pernah menjadi tempat penumpukan kekuatan militer NATO.
Sebagai respons atas langkah terbaru Rusia di Ukraina, negara-negara Barat kompak menjatuhkan sanksi. Inggris mengeluarkan sanksi pada lima bank Rusia dan tiga miliarder Rusia. Jerman menghentikan sertifikasi proyek jalur pipa gas Rusia-Eropa, Nord Stream 2. Uni Eropa akan membekukan aset dan larangan visa kepada 351 anggota majelis rendah Rusia, Duma. Anggota parlemen Rusia ikut diberi sanksi karena mengesahkan keputusan yang diambil oleh Putin.
Sebelum ini, sanksi terkait dengan keuangan telah dijatuhkan atas Rusia menyusul langkah Moskwa yang memuluskan integrasi Crimea dengan negara itu, beberapa tahun silam. Rusia menyebut integrasi Crimea dan pemisahannya dengan Ukraina berlangsung demokratis lewat referendum. Akan tetapi, hal ini ditolak keras, terutama oleh pihak Barat.
Tampak jelas bahwa sanksi menjadi alat penting bagi Barat, khususnya Amerika Serikat, dalam merespons tindakan Rusia. Pasca-Perang Dunia II, sanksi memang dilihat sebagai sarana jauh lebih efektif ketimbang perang untuk memberi tekanan. Perang dipastikan menimbulkan korban jiwa yang luas, sementara sanksi dapat diarahkan secara efektif pada individu-individu, perusahaan, atau instansi yang terlibat.
Dampak ekonomi akibat sanksi tentu dirasakan Rusia. Di sisi lain, Moskwa akan tetap berupaya memastikan Ukraina bersikap ”netral”, seperti yang dikehendakinya. Langkah Rusia terhadap Ukraina serta ketegangan negara itu dengan Barat, dalam hal ini Eropa dan AS, tampaknya bakal berlangsung lama. Pada saat yang sama, Ukraina tengah bersiap menghadapi pemilihan presiden pada 2024 yang bukan tak mungkin ikut menentukan akhir dari krisis sekarang.