Hujan Sanksi Barat dan Dampak Pukulannya bagi Rusia
Rusia menuai hujan sanksi dari Amerika Serikat, Uni Eropa, dan Inggris karena disinyalir mulai menginvasi Ukraina. Sanksi dijatuhkan tak hanya pada individu, tetapi juga kekuatan finansial Rusia.
Amerika Serikat menjatuhkan sanksi-sanksi tegas yang baru terhadap Rusia karena Rusia dinilai sudah "mulai akan" menginvasi wilayah Ukraina. Sanksi tahap pertama ini mengincar kekuatan finansial Rusia dengan menyasar lembaga-lembaga keuangan dan kantong-kantong kelompok elitenya. Meski begitu, Presiden Amerika Serikat Joe Biden tetap membuka pintu pada upaya diplomasi demi menghindari perang.
Namun, Presiden Rusia Vladimir Putin tampaknya sudah bulat tekad hendak mengirimkan apa yang disebutnya sebagai "pasukan penjaga perdamaian" itu ke dua wilayah Ukraina, yakni Donetsk dan Luhansk. Apalagi rencananya itu mendapatkan persetujuan penuh dari Dewan Federasi, Majelis Tinggi Rusia.
Baca juga: Para Pemimpin Dunia Kecam Putin, Sanksi Barat Mulai Hantam Rusia
Sebelum pengumuman sanksi dari Biden, Inggris dan sebagian negara Uni Eropa sudah lebih dulu melakukannya. Inggris menjatuhkan sanksi pada lima bank Rusia dan tiga miliarder Rusia. Jerman juga telah menghentikan sertifikasi proyek jalur pipa gas Rusia-Eropa, Nord Stream 2. UE akan membekukan aset dan larangan visa pada 351 anggota majelis rendah Rusia, State Duma.
Di belahan bumi Amerika, Kanada juga telah menjatuhkan sanksi ekonomi tahap pertama yang meliputi larangan bagi seluruh warga Kanada untuk menjalin kerja sama dan kesepakatan finansial dengan Luhansk dan Donetsk. Kanada juga akan melarang warga Kanada terlibat dalam pembelian surat utang Rusia. Sanksi juga dijatuhkan pada anggota parlemen Rusia yang menyetujui pengakuan kemerdekaan Donetsk dan Luhansk. Dua bank pemerintah Rusia juga akan terkena dampaknya.
Secara umum, ada enam bentuk sanksi dari negara-negara Barat untuk Rusia, yakni sanksi terhadap :
Bank dan perusahaan finansial
Inggris memberi sanksi pada lima bank yang hampir semuanya bank kecil, yakni Bank Rossiya, Black Sea Bank, Genbank, IS Bank, dan Promsvyazbank. Hanya Promsvyazbank saja yang masuk dalam daftar bank sentral dan dianggap penting sebagai pemberi pinjaman dalam jumlah besar. AS juga menjatuhkan sanksi pada Promsvyazbank dan VEB bank. Promsvyazbank dinilai AS menjadi bank bagi militer Rusia karena menangani kesepakatan-kesepakatan pertahanan.
Semua aset mereka yang ada di bawah yurisdiksi AS akan dibekukan. Warga dan entitas AS dilarang berhubungan dengan mereka. Sberbank dan VTB Bank juga akan diincar jika Rusia masih nekad maju. Sementara Bank Rossiya sudah mendapat sanksi dari AS sejak 2014 karena berhubungan dekat dengan para pejabat Rusia.
Baca juga: Krisis Ukraina-Rusia Lambungkan Harga Minyak dan Emas
UE sepakat memblokir bank-bank yang ikut membiayai kegiatan kelompok separatis di Ukraina timur. Bank-bank Rusia yang besar terintegrasi ke dalam sistem keuangan global. Ini berarti, sanksi-sanksi dari AS dan kawan-kawan itu akan berdampak besar bagi mereka.
Data dari Bank for International Settlements (BIS) menunjukkan, para pemberi pinjaman di Eropa memegang bagian terbesar dari hampir 30 miliar dollar AS eksposur bank asing ke Rusia. Menurut data dari bank sentral Rusia, total aset dan kewajiban asing perbankan Rusia masing-masing mencapai 200,6 miliar dollar AS dan 134,5 miliar dollar AS dengan pangsa dollar AS berjumlah sekitar 53 persen dari keduanya. Angka ini turun dari 76-81 persen pada dua dekade lalu.
Utang negara dan pasar modal
Sanksi dari UE akan menyasar kemampuan Rusia mengakses pasar serta layanan modal dan keuangan UE demi membatasi pembiayaan kebijakan-kebijakan Rusia yang agresif. Investor-investor UE akan dilarang berdagang dalam obligasi Rusia. AS juga akan semakin membatasi transaksi utang Rusia.
Warga AS sudah dilarang berinvestasi dalam utang negara Rusia secara langsung. Sekarang mereka juga akan dilarang membeli di pasar sekunder setelah 1 Maret mendatang. Inggris pada pekan lalu mengancam akan memblokir perusahaan-perusahaan Rusia menambah modal di London. Akses obligasi Rusia pun sebenarnya sudah terbatas sebelum perkembangan terbaru di Ukraina.
Sanksi AS pada 2015 membuat utang dollar AS Rusia di masa depan tidak memenuhi syarat bagi banyak investor dan indeks utama. Pada April 2021, Biden melarang investor AS membeli obligasi rubel baru Rusia karena Rusia dituduh campur tangan Rusia dalam pemilu AS.
Pembatasan tersebut memotong utang luar negeri Rusia sebesar 33 persen sejak awal 2014, dari 733 miliar dollar AS menjadi 489 miliar dollar AS pada kuartal ketiga tahun 2021. Utang yang lebih rendah meningkatkan neraca negara di permukaan, tetapi menghilangkan sumber pembiayaan yang dapat berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi.
Sanksi bagi individu
Dari dua bentuk sanksi di atas, memberi sanksi pada individu merupakan bentuk sanksi yang lebih umum dilakukan oleh AS, UE, dan Inggris. Sanksi terhadap individu biasanya dilakukan dengan membekukan aset dan larangan bepergian.
UE sudah memberi sanksi pada lima orang yang terlibat dalam pemilu parlemen Rusia di Crimea yang dicaplok pada September 2021. Moskwa membantah mencaplok wilayah itu dengan alasan bergabungnya Crimea ke Rusia didasarkan pada referendum. UE akan memasukkan semua anggota Majelis Rendah Rusia ke dalam daftar hitam yang mendukung pengakuan kemerdekaan Donetsk dan Lugansk. Seluruh aset mereka di UE akan dibekukan dan mereka tak boleh bepergian ke mana pun dalam lingkup UE.
Inggris juga sudah menjatuhkan sanksi pada tiga warga Rusia, yakni Gennady Timchenko, serta miliarder Igor dan Boris Rotenberg. Ketiganya merupakan teman dekat Putin dari St Petersburg. Kekayaan pribadi mereka bertambah banyak dan cepat sejak Putin menjadi presiden. AS sudah memberi sanksi juga ke ketiga orang itu.
Selain ketiga orang itu, ada Kepala Badan Keamanan Federal Rusia, Alexander Bortnikov, yang juga kena sanksi. Anaknya, Denis Bortnikov, yang menjadi wakil presiden lembaga keuangan milik negara Rusia, Perusahaan Saham Gabungan VTB Bank, dan ketua perusahaan manajemen bank, juga dijatuhi sanksi.
Baca juga: Washington Panen Miliaran Dollar AS di Tengah Krisis Rusia-Ukraina
Ada juga nama Wakil Kepala Staf Pertama Putin dan mantan Perdana Menteri Rusia, Sergei Kiriyenko. Ia sudah menjadi sasaran AS, UE, dan Inggris sejak kasus peracunan pemimpin oposisi Rusia Alexei Navalny.
Putranya, Vladimir Kiriyenko, juga kena sanksi. Kepala Eksekutif Promsvyazbank, Petr Fradkov, juga menjadi sasaran karena selama ini melayani kebutuhan industri pertahanan Rusia. Meski AS gencar menjatuhkan sanksi-sanksi kepada siapapun yang dianggapnya jahat, beberapa tahun terakhir AS lebih berhati-hati, terutama setelah sanksi pada Rusia pada 2018. Pasalnya, sanksi itu justru membuat harga aluminium meroket dan akhirnya AS terpaksa mundur.
Perusahaan energi dan Nord Stream 2
Sebelum isu Ukraina, AS dan UE sudah menjatuhkan sanksi pada sektor energi dan pertahanan Rusia, khususnya perusahaan gas negara, Gazprom, anak perusahaan minyak Gazpromneft, dan produsen minyak Lukoil, Rosneft, dan Surgutneftega. Bentuk sanksinya beraneka ragam, mulai dari pelarangan ekspor impor sampai menaikkan utang. Sanksi bisa diperluas dan diperdalam, yang penting bisa mencegah perusahaan membayar dengan dollar AS.
Adapun untuk Nord Stream 2, sebelum bisa membekukan sertifikasinya, Jerman masih menunggu persetujuan peraturan dari otoritas UE dan Jerman. Saluran pipa Nord Stream 2 dari Rusia ke Jerman baru saja selesai dibuat. Ketergantungan Eropa pada pasokan energi Rusia inilah yang melemahkan Barat ketika mempertimbangkan sanksi di sektor ini.
Industri teknologi cip
AS juga bersiap membatasi ekspor teknologi cip AS ke Rusia jika Rusia menyerang Ukraina, termasuk memblokir akses Rusia ke pasokan elektronik global. Itu pernah diterapkan selama Perang Dingin hingga berhasil membuat Uni Soviet ketinggalan dari urusan teknologi dan menghambat pertumbuhan ekonominya.
Mematikan SWIFT
Memutuskan sistem keuangan Rusia dari SWIFT yang menangani transfer keuangan internasional dan digunakan 11.000 lembaga keuangan di 200 negara merupakan bentuk sanksi paling tegas. AS sedang mempertimbangkan itu.
Pada 2012, SWIFT memutuskan bank-bank Iran sebagai bentuk pengetatan sanksi internasional gara-gara program nuklir Iran. Akibatnya, menurut lembaga kajian Carnegie Moscow Center, Iran kehilangan setengah dari pendapatan ekspor minyaknya dan 30 persen perdagangan luar negerinya.
Dari semua negara Barat, AS dan Jerman yang paling akan dirugikan jika bentuk sanksi itu diambil. Pasalnya, jika dibandingkan dengan bank-bank Rusia, bank-bank AS dan Jerman yang lebih sering menggunakan SWIFT.
Baca juga: AS dan Uni Eropa Jatuhkan Sanksi bagi Rusia Terkait Peracunan Navalny
Ketika Rusia mencaplok Crimea tahun 2014, bentuk sanksi memutus akses SWIFT bagi Rusia ini sempat menjadi perdebatan. Ini mendorong Rusia kemudian mengembangkan sistem pesan alternatif, SPFS. Jumlah pesan yang dikirim melalui SPFS ini sekitar seperlima dari lalu lintas internal Rusia pada 2020 dan kemungkinan akan naik 30 persen pada 2023. Namun, SPFS harus berjuang keras terlebih dahulu untuk mendapatkan pengakuan dalam transaksi internasional. (REUTERS/AFP)