Cecet ingin menghentikan praktik memakan daging anjing. Ia pun berkampanye hingga ke kampung-kampung.
Oleh
MOHAMMAD HILMI FAIQ
·5 menit baca
Rasa cinta terhadap binatang menggerakkan Anita Santa Panggabean menampanyekan anjing bukan makanan. Dia menginvestigasi, melaporkan ke pemerintah, sampai membeli anjing-anjing naas itu agar selamat dari maut. Dia menjadi ”Santa” bagi para anjing.
Hari-hari ini, Cecet, begitu biasa Anita Santa Panggabean disapa, sibuk mendatangi gereja dan sekolah taman kanak-kanak di sekitar Danau Toba, seperti Samosir, Toba Samosir, dan Tapanuli Utara. Ini adalah beberapa daerah yang menurut pengamatan cecet tingkat konsumsi daging anjingnya lebih tinggi dibandingkan dengan daerah lain di Sumatera. Di gereja dan sekolah-sekolah itu, lewat Toba Animal Friends dan gerakan Dogs Are Not Food, Cecet mengampanyekan pentingnya menyayangi binatang, terutama anjing. Jangan sampai anjing dijadikan makanan.
Bagi Cecet, memberi pengertian kepada anak-anak lebih efektif daripada kepada orang dewasa yang telanjur tertanam di benak mereka bahwa anjing boleh dimakan. Anak-anak inilah yang kelak akan menjadi pemutus rantai generasi yang mengonsumsi daging anjing. ”Mereka nanti yang bisa mengubah,” kata Cecet saat ditemui di Medan, Selasa (12/4/2022).
Kampanye lainnya, Cecet meminta tolong 97 tukang becak motor (betor) di Medan menutup karavan mereka dengan spanduk bertuliskan pengetahuan dasar dan ajakan untuk tidak memakan anjing. Setiap bulan, para pengemudi betor itu dia bayar Rp 50.000 hingga Rp 75.000 dan ditambah bantuan beberapa bahan makanan.
Gerakan yang lebih frontal, Cecet tengah mengumpulkan data dan akan mengajak polisi menggerebek lapo-lapo yang terbukti menjual daging anjing sebagai bahan makanan. Untuk itu, Cecet berupaya keras mencari rumah kontrakan yang bisa digunakan sebagai shelter bagi anjing-anjing yang nanti berhasil dia tolong.
”Anjing yang baru kami dapat tidak bisa dicampur dengan anjing baru karena bisa menularkan penyakit,” kata Cecet.
Dia menambahkan, tidak sedikit anjing yang dibunuh lalu dijual dagingnya di lapo itu adalah anjing sakit. Biasanya setelah dia selamatkan, anjing-anjing itu masih perlu dia tes darah dan cek virus untuk memastikan mereka sehat. Jika ternyata sakit, dilanjutkan dengan berbagai pengobatan.
Untuk menyelamatkan anjing itu, kerap Cecet harus membelinya dari pemilik lapo. Biaya tebus bisa hanya Rp 800.000 per ekor, tetapi biaya perawatan dan pengobatannya bisa jutaan rupiah.
Pengalaman traumatis
Cecet lahir dan tumbuh di Kota Medan bagian timur bertetangga dengan orang-orang yang mengonsumsi daging anjing dan babi. Semasa belia, dia juga mengomsumsi keduanya. Lalu pada kelas III sekolah dasar, dia menyaksikan seekor babi yang menjerit kesakitan saat disembelih. ”Aku mendengar suaranya dan melihat dia nangis,” kata Cecet mengenang peristiwa itu yang meninggalkan trauma dan belas kasihan.
Sejak saat itu, dia tidak mau lagi memakan daging babi. Disusul menolak makan daging anjing ketika tahu bahwa anjing-anjing dia yang hilang ternyata dicuri dan dijual ke lapo untuk dimakan. Cintanya kepada anjing membuatnya tidak tega untuk memakan dagingnya. Apalagi, belakangan dia tahu anjing-anjing itu dipukuli sampai mati dalam keadaan terikat sebelum dimasak.
Kini dia memilih sebagai vegan. ”Madu pun enggak makan. Tapi sekarang bukan vegan murni karena makan roti, kan, masih ada telur dan menteganya. Di sini susah sekali jadi vegan murni,” ujar lulusan ISI Yogyakarta jurusan musik ini.
Kampanye anjing bukan makanan itu dia mulai galakkan sejak tahun 2019 ketika balik pulang ke Medan setelah merantau ke Yogyakarta, Jakarta, Katapang, Bali, hingga Labuan Bajo. Di daerah-daerah itu dia bekerja dan membangun jejaring pertemanan yang kemudian turut membantu kampanyenya, entah sebagai pendonor dana atau pemberi semangat.
Semula dia pulang sebenarnya untuk merawat ibunya yang sakit parah hingga harus cuci darah tiga kali sepekan. Itu dia lakukan sembari tetap bekerja secara jarak jauh memenuhi beberapa orderan rekan-rekannya. Ada yang minta dibuatin cenderamata atau menerjemahkan tulisan. Suatu hari, ada tawaran investigasi dari Dog Meat Free Indonesia.
”Ini enggak dibayar juga enggak apa-apa, deh,” kata Cecet mengulang jawabannya saat ditawari proyek tersebut.
Juni 2019 dia mulai investigasi dengan meminta bantuan teman sebab dia sendiri belum berani ke lapo karena khawatir tidak bisa menahan hasrat untuk tidak membeli semua anjing yang masih hidup saat melihat penderitaan mereka. Dia membekali temannya dengan kaca mata, jam tangan, dan kancing baju yang bisa merekam. Itu dia beli dari sebuah lokapasar daring. Cara ini dia terinspirasi dari film seri investigasi.
Dari investigasi itu, Cecet mendapat fakta, Sumatera Utara menjadi konsumen daging anjing yang didatangkan dari Riau, Aceh, Sumatera Barat, dan Jambi. Daerah-daerah pemasok itu dihuni oleh mayoritas orang yang mengonsumsi daging anjing, tetapi mereka menjualnya. Bahkan, ada organisasi pemburu babi yang ikut menjadi pemasoknya. Biasanya, mereka menjual anjing yang sudah tua dan tidak bisa digunakan untuk berburu atau anjing yang terluka parah dan bakal memakan biaya banyak jika dirawat, akhirnya dijual ke pengepul anjing.
Fakta lain yang dia dapat, di kawasan Padang Bulan, sebuah kawasan di Kota Medan yang banyak terdapat lapo, sedikitnya 60 anjing dibunuh dalam sehari untuk dimakan. Jumlah ini meningkat ketika perayaan hari besar atau tahun baru.
Kontranarasi
Konsumen daging anjing kerap beralasan bahwa daging anjing dapat meningkatkan trombosit sehingga bagus bagi kesehatan, terutama bagi yang sakit. Saat pandemi Covid-19, mereka percaya daging anjing bisa menambah kekebalan tubuh. Cecet telah mempelajari dan berkonsultasi dengan banyak dokter dan menemukan jawaban bahwa sup daging memang bisa meningkatkan trombosit. Dengan kata lain, sup daging ayam, daging sapi, ataupun kambing juga punya manfaat yang sama.
”Jadi tidak harus makan daging anjing. Lagi pula, mana ada orang sakit datang ke lapo makan anjing. Yang ada mereka itu masih sehat,” kata Cecet.
Kontranarasi itu terus dia gaungkan lewat berbagai diskusi dan media sosial. Dia mencantumkan tagar #Dogsarenotfood di IG dan FB. Banyak dukungan, banyak juga yang menentang, tetapi Cecet terus maju menjadi Santa bagi para anjing.