Purwo Harsono, Hutan Wisata untuk Kesejahteraan Warga
Purwo Harsono (54) merintis kegiatan wisata di kawasan hutan pinus Mangunan, Bantul. Aktivitas wisata itu kemudian berkembang pesat sehingga berdampak baik pada kesejahteraan warga dan kelestarian hutan.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·5 menit baca
Purwo Harsono (54) merintis kegiatan wisata di kawasan hutan pinus Mangunan, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Aktivitas wisata itu kemudian berkembang pesat sehingga berdampak baik pada kesejahteraan warga dan kelestarian hutan. Berkat perjuangannya, Purwo diganjar penghargaan Kalpataru.
Purwo menerima penghargaan Kalpataru tahun 2021 kategori Perintis Lingkungan. Penghargaan tertinggi di bidang lingkungan hidup dan kehutanan itu diserahkan langsung oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar pada 14 Oktober 2021 di Jakarta.
Penghargaan tersebut diberikan kepada Purwo berkat perjuangannya mengembangkan aktivitas wisata di kawasan hutan pinus Mangunan, Kecamatan Dlingo, Bantul. Hutan itu merupakan bagian dari Resort Pengelolaan Hutan (RPH) Mangunan yang dikelola oleh Pemerintah Daerah DIY.
Menurut Purwo, pengembangan aktivitas wisata itu berawal dari dorongan Gubernur DIY Sultan Hamengku Buwono X. Pada 2014, Sultan HB X melakukan kunjungan kerja ke kawasan hutan pinus Mangunan. ”Dalam kunjungan itu, Ngarsa Dalem (Sultan HB X) sangat antusias mendukung rintisan pariwisata di kawasan ini,” ujar lelaki yang akrab dipanggi Ipung itu, Rabu (20/10/2021), di Bantul.
Dalam kunjungan kerja Sultan HB X itu, Purwo diminta mewakili masyarakat untuk menyampaikan usulan pengembangan aktivitas wisata. Padahal, saat itu, Purwo belum memiliki pengalaman mengelola kegiatan wisata. Sebelum terlibat dalam pengelolaan wisata di Mangunan, Purwo bekerja di bagian pemasaran sebuah perusahaan swasta.
Setelah kunjungan Sultan, Purwo dan sejumlah warga di kawasan Mangunan mulai menyiapkan pengembangan aktivitas wisata. Salah satu yang mereka lakukan adalah mendirikan Koperasi Noto Wono sebagai badan hukum untuk mengelola aktivitas wisata. Koperasi itulah yang kemudian menjalin kerja sama dengan Pemda DIY untuk mengelola kawasan hutan di Mangunan sebagai destinasi wisata.
”Kami membuat badan hukum koperasi, kemudian bekerja sama dengan Pemda DIY untuk mengelola hutan dengan skema kerja sama kemitraan pemberdayaan masyarakat,” ujar Purwo yang merupakan Ketua Koperasi Noto Wono.
Purwo menuturkan, agar kerja sama itu bisa dilakukan, Pemda DIY menerbitkan sejumlah regulasi. Salah satunya adalah Peraturan Daerah DIY Nomor 7 Tahun 2015 tentang Pengelolaan Hutan Produksi dan Hutan Lindung. Penerbitan perda itu kemudian diikuti dengan terbitnya Peraturan Gubernur DIY Nomor 84 Tahun 2016 tentang Kerja Sama Pemanfaatan Hutan Lindung.
Setelah beberapa aturan itu terbit, Purwo menyebut, Koperasi Noto Wono menandatangani nota kesepahaman dengan Pemda DIY pada 31 Januari 2017. Berdasarkan nota kesepahaman itu, Koperasi Noto Wono mengelola kawasan hutan seluas 30,41 hektar dari total luas kawasan RPH Mangunan sebesar 570,7 hektar.
Di kawasan hutan seluas 30,41 hektar itu, saat ini terdapat 10 obyek wisata yang secara administratif berlokasi di tiga desa di Kecamatan Dlingo, yakni Mangunan, Muntuk, dan Terong. Obyek-obyek wisata itu adalah Pinus Pengger, Puncak Becici, Rumah Literasi, Lintang Sewu, Pintu Langit, Pinus Asri, Pinus Sari, Seribu Batu, Bukit Panguk, dan Bukit Mojo.
Sebagian obyek wisata itu berupa kawasan hutan pinus dengan aneka spot atau tempat menarik untuk berfoto. Selain itu, ada juga obyek wisata yang berupa kawasan perbukitan dengan pemandangan indah.
Jutaan pengunjung
Purwo menuturkan, obyek-obyek wisata di kawasan hutan pinus Mangunan mulai dikenal luas pada tahun 2017. Sejak saat itu, obyek-obyek wisata tersebut terus dibanjiri oleh wisatawan. Pada tahun 2017, jumlah pengunjung di kawasan hutan pinus Mangunan itu mencapai 2 juta orang dalam setahun.
Jumlah pengunjung itu kemudian melonjak menjadi 2,7 juta orang pada 2018. Pada 2019, jumlah pengunjung di Mangunan mencapai 2,4 juta orang. Dengan banyaknya jumlah pengunjung itu, pendapatan yang diperoleh dari kegiatan wisata di Mangunan pun cukup besar.
Menurut Purwo, pendapatan dari aktivitas wisata di Mangunan dibagi ke beberapa pihak. Sebanyak 25 persen pendapatan itu disetorkan ke Pemda DIY, 70 persen pendapatan untuk pemberdayaan masyarakat, dan 5 persen untuk Koperasi Noto Wono. Porsi pendapatan untuk pemberdayaan masyarakat memang paling besar karena tujuan utama aktivitas wisata di Mangunan memang untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
”Skema itu dibuat karena Sultan HB X berpesan untuk mengutamakan kesejahteraan masyarakat. Jadi, dana terbesar itu dipakai untuk kesejahteraan masyarakat,” kata lelaki kelahiran 1 Maret 1967 itu.
Purwo memaparkan, pada 2019, Koperasi Noto Wono menyetorkan Rp 2,4 miliar ke Pemda DIY dari aktivitas wisata. Pendapatan yang mengalir ke masyarakat mencapai tiga kali dari besaran setoran ke Pemda DIY. Oleh karena itu, aktivitas wisata di Mangunan ikut meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat.
Apalagi, sebanyak 10 obyek wisata di kawasan hutan pinus Mangunan memang dikelola oleh warga sekitar. ”Sebelum pandemi Covid-19, ada 724 orang yang terlibat dalam aktivitas wisata, termasuk pengelola warung, tukang parkir, dan tukang kebersihan. Tapi, setelah pandemi, yang bisa kami pertahankan hanya 392 orang dan selebihnya kami rumahkan,” ungkap Purwo.
Kelestarian hutan
Selain meningkatkan kesejahteraan masyarakat, aktivitas wisata di Mangunan juga berdampak baik pada kelestarian hutan. Purwo mengatakan, setelah adanya aktivitas wisata, banyak warga yang ikut mengawasi hutan di Mangunan sehingga tidak ada orang yang berani mencuri kayu di hutan lindung tersebut.
”Tidak mungkin orang berani masuk ke hutan untuk ambil hasil kayu ketika banyak masyarakat mengawasi. Jadi, hutan di sini menjadi lebih aman,” tutur Purwo.
Purwo menambahkan, pihaknya juga membentuk kelompok Bregada Jaga Wana untuk mengawasi kondisi hutan secara intensif. Kelompok Bregada itu beranggotakan 37 orang warga setempat. ”Warga masyarakat kalau melihat sesuatu pasti juga memberi tahu ke anggota Bregada Jaga Wana. Ini yang semakin mempersempit pergerakan (perusak hutan),” kata ayah dua anak itu.
Manfaat ganda dari aktivitas wisata di kawasan hutan pinus Mangunan itulah yang membuat Purwo mendapat penghargaan Kalpataru. Perjuangan Purwo merintis wisata di Mangunan dinilai berhasil menyelaraskan fungsi hutan dari sisi ekologi, ekonomi, dan sosial.
”Sejahterakan dulu rakyatnya, baru hutannya lestari. Logikanya, tidak mungkin masyarakat merusak hutan ketika mereka mengambil manfaat dari situ,” ungkap Purwo.
Purwo Harsono
Lahir: Bantul, 1 Maret 1967
Pekerjaan: Ketua Koperasi Noto Wono
Pendidikan terakhir:
S-1 Jurusan Pertanian Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa, Yogyakarta
S-1 Jurusan Hukum Universitas Janabadra, Yogyakarta