Bopy Randani, Mengelola Sampah, Menjaga Sumber Energi
Sebagian sampah meluber dan hanyut ke sungai menyumbat aliran irigasi sawah. Sampah di sungai juga mengalir hingga ke bendungan PLTA Musi dan beberapa kali mengganggu operasional pembangkit.
Oleh
YOLA SASTRA
·6 menit baca
Sampah yang terbengkalai menjadi masalah bagi masyarakat Kelurahan Talang Benih. Sebagian sampah hanyut ke sungai, lantas mengganggu sistem irigasi dan sumber air pembangkit listrik. Prihatin atas kondisi itu, Bopy Randani (27) mengajak rekan-rekannya mendirikan bank sampah untuk mengedukasi masyarakat tentang tata kelola sampah yang baik.
Bopy memulai perjalanannya mengelola sampah melalui Bank Sampah Berkah pada Oktober 2019. Saat itu, sampah di kelurahan dan sekitarnya belum dikelola secara baik. Banyak sampah rumah tangga dibuang sembarangan. Kondisi semakin parah saat kotak sampah yang disediakan pemerintah daerah dinonaktifkan. Situasi tersebut dikeluhkan masyarakat.
Sampah-sampah itu tidak sekadar mengganggu kebersihan dan keindahan lingkungan. Sebagian sampah meluber dan hanyut ke sungai, menyumbat aliran irigasi sawah. Sampah di sungai juga mengalir hingga ke bendungan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Musi dan beberapa kali mengganggu operasional pembangkit.
”Tersumbatnya irigasi turut menjadi pemicu banjir. Sudah terjadi beberapa kali, banjir merendam permukiman dan persawahan. Sampah di bagian hulu ini juga mengganggu operasional PLTA Musi yang menjadi sumber energi listrik utama di Bengkulu,” kata Bopy, Sabtu (9/10/2021).
Sampah di bagian hulu ini juga mengganggu operasional PLTA Musi yang menjadi sumber energi listrik utama di Bengkulu. (Bopy Randani)
Berangkat dari keprihatinan terhadap permasalahan itu, Bopy pun mengajak rekan-rekannya mendirikan bank sampah. Gayung bersambut, ide tersebut diamini. Bersama empat rekan, Bopy akhirnya mendirikan Bank Sampah Berkah di Kelurahan Talang Benih, Kecamatan Curup, Kabupaten Rejang Lebong, Bengkulu. Guru honorer di SLB Negeri 1 Rejang Lebong ini ditunjuk sebagai ketua.
Sebagian bedeng di bagian belakang rumah orangtua Bopy disulap sebagai kantor Bank Sampah Berkah. Sebagian lainnya dan halaman bedeng menjadi gudang tempat pengumpulan sampah. Bank sampah juga mendapat dukungan dari kelurahan berupa dua timbangan, buku tabungan, dan renovasi gudang.
Merekrut nasabah
Setelah bank sampah terbentuk, mulailah Bopy dan rekan-rekan melakukan sosialisasi. Difasilitasi kelurahan, mereka menjelaskan bank sampah kepada 21 ketua RT dan 6 ketua RW di Talang Benih. Selanjutnya, sosialisasi dilakukan secara langsung dengan berkeliling kepada masyarakat di semua RT/RW sekaligus merekrut nasabah.
Bank sampah menerima berbagai jenis sampah plastik dari nasabah, seperti plastik botol/gelas plastik bening kemasan minuman, wadah plastik berwarna, plastik makanan dan deterjen, serta sampah berbahan kertas. Botol/gelas plastik dan wadah plastik dipasok bank ke mitra untuk dijadikan bijih plastik. Begitu pula dengan sampah kertas untuk didaur ulang. Sementara sampah plastik kemasan diolah menjadi berbagai kerajinan tangan.
Gelas plastik bening minuman kemasan dihargai Rp 3.000-Rp 4.000 per kilogram (kg) tergantung kebersihannya, sedangkan wadah ember bekas dan sejenisnya Rp 2.000 per kg. Sementara kardus Rp 2.500 per kg dan rak telur Rp 250 per lembar. Uang dari sampah itulah yang menjadi saldo tabungan di rekening nasabah Bank Sampah Berkah.
Umumnya masyarakat menyambut baik kehadiran bank sampah. Namun, tak mudah mengajak warga terlibat secara aktif. Tidak cukup sekali dua kali. Bopy dan kawan-kawan hingga tiga, empat, atau lima kali memberikan pengertian agar warga mau memilah sampah dan menyetorkannya ke bank sampah.
”Di tahun pertama kehadiran bank sampah, ada lebih dari 100 warga dari enam RW yang menjadi nasabah,” ujar Bopy. Secara bertahap, Bank Sampah Berkah terus berkembang. Sejak Agustus 2020, bank sampah mulai membuka unit di Desa Lembak, Kecamatan Padang Ulak Tanding, lalu pada akhir 2020 disusul unit di Desa Sumber Urip, Kecamatan Selupu Rejang.
Jumlah nasabah aktif di bank sampah induk sekitar 200 orang. Satu nasabah individu rutin menyetor seminggu sekali, sedangkan nasabah kelompok tiga minggu sekali. (Bopy Randani)
Sekarang jumlah total nasabah bank sampah ini sekitar 500 orang, yang tersebar di sejumlah kecamatan di Rejang Lebong, wilayah hulu Sungai Musi. Sekitar 350 orang merupakan nasabah bank sampah induk di Talang Benih. ”Jumlah nasabah aktif di bank sampah induk sekitar 200 orang. Satu nasabah individu rutin menyetor seminggu sekali, sedangkan nasabah kelompok tiga minggu sekali,” kata Bopy.
Sampah-sampah tersebut ada yang diantarkan langsung oleh nasabah ke bank sampah, ada pula yang dijemput petugas ke rumah nasabah dengan gerobak motor secara gratis. Sejak 2020, bank sampah ini mendapat bantuan dua gerobak motor dari dinas lingkungan hidup setempat, yaitu satu gerobak di bank sampah induk dan satu gerobak di unit Lembak. Dalam sebulan, Bank Sampah Berkah mengumpulkan sekitar 6 ton sampah plastik dari seluruh nasabah.
Tidak hanya sampah plastik, empat bulan terakhir Bank Sampah Berkah juga mulai menerima sampah organik dari para nasabah. Bedanya, sampah organik disetorkan secara sukarela, tidak menambah saldo rekening. Nasabah bisa mengantarkan langsung sampah organik itu ke bank sampah atau bisa pula dijemput petugas bank sampah. Jika dijemput, nasabah beriur Rp 15.000 per bulan untuk operasional petugas.
Sampah organik itu, seperti sisa sayur dan buah, kemudian dijadikan makanan maggot atau larva lalat tentara hitam (black soldier fly/BSF). Maggot dipasok sebagai bahan pakan ternak ikan. ”Sejauh ini, maggot yang kami hasilkan baru sekitar 50 kg sebulan. Hasil penjualannya masuk ke kas bank sampah,” kata Bopy.
Upaya Bank Sampah Berkah mengelola sampah masyarakat mulai menampakkan hasil, setidaknya di Talang Benih. Kesadaran masyarakat perlahan mulai tumbuh untuk tidak membuang sampah sembarangan. Jumlah sampah yang terbengkalai pun sedikit demi sedikit mulai berkurang.
Selain membantu mengelola sampah, nasabah juga mendapat tambahan pendapatan. Menurut Bopy, biasanya nasabah mengambil tabungannya sekali enam bulan atau setahun. Jumlah tabungan nasabah individu bisa mencapai Rp 500.000 per enam bulan. Adapun nasabah kelompok, seperti sekolah, kelompok mahasiswa, dan toko, bisa mencapai Rp 1 juta-Rp 2 juta setahun.
Sebagian besar nasabah mengambil tabungannya secara tunai. Sebagian lainnya menukarkannya dengan pembayaran tagihan listrik atau bahan makanan pokok di warung milik orangtua Bopy.
”Tujuan kami mendirikan bank sampah ini untuk mengedukasi masyarakat tentang pentingnya pengelolaan sampah. Jika tidak dikelola, sampah berbahaya bagi lingkungan. Selain itu, kami juga memberikan pemahaman, sampah bukan barang habis pakai, tetapi bisa didaur ulang dan memiliki nilai ekonomi,” kata Bopy.
Jika tidak dikelola, sampah berbahaya bagi lingkungan. Selain itu, kami juga memberikan pemahaman, sampah bukan barang habis pakai, tetapi bisa didaur ulang dan memiliki nilai ekonomi. (Bopy Randani)
Kegiatan positif yang dimotori Bopy belakangan juga dilirik oleh manajemen PLN Unit Pelaksana Pengendalian Pembangkitan (UPDK) Bengkulu yang mengelola PLTA Musi. UPDK Bengkulu menyalurkan program tanggung jawab sosial dan lingkungannya untuk renovasi gudang bank sampah dan pembentukan unit-unit baru, terutama di sekitar kawasan hulu Sungai Musi.
Menurut Bopy, dalam waktu dekat, ada tiga unit baru bank sampah yang akan dibentuk. Satu lokasi yang sudah disurvei ada di Kecamatan Merigi, Kepahiang, sedangkan dua tempat lagi sedang disurvei. Ia pun berharap ke depan jangkauan Bank Sampah Berkah semakin luas dan memiliki unit di setiap kecamatan di Rejang Lebong dan kabupaten sekitarnya.
Sementara itu, Manajer PLN UPDK Bengkulu I Nyoman Buda mengatakan, kemitraan dengan Bank Sampah Berkah diharapkan bisa mengurangi sampah mengalir ke bendungan PLTA Musi. Harapannya, operasional pembangkit listrik energi baru terbarukan yang menopang kebutuhan bagian selatan Pulau Sumatera itu berjalan dengan baik.