Azmir Azhari Mempersembahkan ”Providentia Dei”
Azmir Azhari merenungkan relevansi ”providentia dei” dari Jakob Oetama bagi dirinya sendiri. Segala yang dia kerjakan selama ini dia maknai sebagai penyelenggaraan Ilahi, tetapi harus diteruskan dengan perjuangan.
Pematung asal Payakumbuh, Sumatera Barat, Azmir Azhari (68), membubuhkan tulisan ”Providentia Dei” di sisi kiri karya tubuh patung bust atau patung dada Jakob Oetama (1931-2020). Azmir ingin mempersembahkan figur pendiri harian Kompas, sekaligus memberi makna mendalam tentang apa yang sering diucapkan Jakob, yakni providentia dei atau penyertaan Ilahi, penyelenggaraan Allah.
”Akhirnya, saya mengenal hidup saya juga sebagai providentia dei. Kebesaran dari setiap patung yang saya buat merupakan penyelenggaraan Allah. Kalau saja ada yang salah, tentu itu salah saya,” ucap Azmir ketika ditemui di penginapannya seusai merapikan detail patung perunggu Jakob Oetama setelah pengecoran di Yogyakarta, Sabtu (18/9/2021).
Lulusan Jurusan Seni Patung Fakultas Seni Rupa Sekolah Tinggi Seni Rupa Indonesia (STSRI) ASRI Yogyakarta pada 1977 itu menginginkan, lewat patung itu, JO, saapan akrab Jakob Oetama, selalu ”hidup” dan mengayomi generasi penerusnya.
Soal patung yang hidup, Azmir mengisahkan suatu ketika membuat patung Jenderal Soedirman berbobot 1,5 ton untuk dipasang di Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah.
Purbalingga adalah kota kelahiran Soedirman. Patung akan dipasang di lokasi yang dipersiapkan. Kemudian, patung diangkat dengan mesin penderek atau crane yang memiliki kapasitas angkat sampai 6 ton. Semestinya, siang itu patung tersebut akan dengan mudah terangkat. Akan tetapi, patung tak bergeser sedikit pun. Batang crane sampai melengkung. Kejadian ini berlangsung pada 2016.
Tiba-tiba istri Azmir, Asih Prihatiningsih (63), mengingatkan supaya usaha mengangkat patung Pak Dirman dihentikan dulu. Keesokan harinya setelah Subuh boleh diteruskan. Pada waktu itu, Asih seperti memperoleh bisikan bahwa di kala siang, Pak Dirman masih bergerilya. Benar saja, keesokan harinya, setelah shalat Subuh, patung itu berhasil diangkat dan dipasang di tempat yang sudah direncanakan.
Azmir memercayai, ada sesuatu yang hidup di balik patung jika dikerjakan dengan kesungguhan hati dan niat yang baik. ”Lewat patung ini, semoga Pak JO seperti Pak Dirman yang akan terus hidup di tengah kita dan terus mendampingi generasi penerusnya,” ujar Azmir seraya menceritakan awal mula tertarik membuat patung JO.
Diskusi bersama anak
Azmir berdomisili di Jakarta. Suatu ketika, ia menyaksikan perkabungan atas meninggalnya JO di televisi pada 9 September 2020. Adriel Putra Azrai (36), anaknya yang ketiga dari empat bersaudara, memantik diskusi panjang tentang JO. Dia menyampaikan bahwa JO itu orang baik yang tidak boleh dilupakan. Dia ingin Azmir membuat patung JO.
Azmir lalu mengajukan diri ke perusahaan Kompas Gramedia dan dijawab empat bulan kemudian. Azmir selama hidupnya belum pernah bertemu dengan JO. Kebetulan bapak mertuanya memiliki kedekatan dengan JO sehingga tidak sulit untuk mengenali dan menyelami keutamaan karakter JO. Dia juga berdiskusi dengan kurator Bentara Budaya Jakarta. ”Hal pertama yang harus dilakukan untuk proses pembuatan patung realis itu harus betul-betul mengenali karakter orangnya,” ujar Azmir, yang segera dibantu Adriel dalam mengumpulkan foto dan video rekaman tentang JO.
Azmir pernah magang di bawah asuhan pematung terkenal Edhi Sunarso pada 1976-1980 di Yogyakarta. Edhi Sunarso dikenal sebagai pembuat Tugu Selamat Datang di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta. Kemudian membuat patung Pembebasan Irian Barat di Lapangan Banteng, Jakarta, serta patung Dirgantara di Pancoran, Jakarta. Pada saat Azmir magang, Edhi mengajar di STSRI ASRI Yogyakarta.
Pada periode 1979-1981, Azmir pernah menjadi asisten pengajar Edhi Sunarso. Pada tahun berikutnya, 1982, Azmir memutuskan untuk berpindah ke Jakarta dan menjadi pematung yang menetap di Pasar Seni Ancol hingga 2013. Pada periode ini, Azmir mengerjakan beragam proyek patung realis yang sebagian besar sesuai pesanan.
Patung JO akan disandingkan dengan patung PK Ojong di halaman Bentara Budaya Jakarta. ”Hal paling utama yang saya rasakan dari karakter wajah Pak JO memang ada kesan hangat dari senyumannya, tetapi dari matanya memang ada kesan yang sinis,” ujar Azmir yang mengimbuhkan bahwa kesan sinis JO dalam arti positif.
Tatapan mata yang dianggap sinis, menurut Azmir, karena JO tidak mau melihat adanya ketidakbenaran. JO tidak bisa diam jika melihat ketidakbenaran. Akan tetapi, JO juga memiliki karakter momong yang sangat kuat. Azmir menyebut JO memiliki karakter ibu yang selalu mengayomi.
Ia menilai pakaian JO selalu sederhana. Ada satu hal menarik dari pakaian itu. JO selalu menyelipkan pena. Pena diselipkan di saku baju. Jika kebetulan bajunya tanpa saku, pena akan diselipkan di bagian tengah antara kancing baju. Ia lalu menelisik merek pena yang selalu dikenakan JO. Ia mendapati merek terkenal dan mahal pada pena itu. Hingga Azmir terbawa pada pertanyaan tentang pakaian JO yang selalu sederhana, tetapi selalu menyandang pena mahal. Azmir pun menyertakan pena itu di dalam patung dada JO. ”Pak JO berpenampilan sederhana, tetapi dengan pena mahal itu menunjukkan pemikirannya yang selalu berharga,” ujar Azmir, yang beberapa waktu lalu berpindah dari rumah kontrakan di Kebon Jeruk, Jakarta, ke Pondokgede, Bekasi.
Azmir selama ini belum memiliki studio patung dan rumah sendiri. Mereka masih berpindah dari satu kontrakan ke kontrakan lain sesuai dengan kemampuan.
Terakhir kali ia berpindah dari Kebon Jeruk ke Pondokgede itu atas bantuan seseorang ketika tidak sanggup membayar biaya kontrakan. Akan tetapi, lokasi tempat tinggal yang baru ternyata rawan banjir. Mereka ingin berpindah lagi.
Semangat bangkit
Azmir makin larut merenungkan relevansi providentia dei dari JO bagi dirinya sendiri. Segala sesuatu yang dikerjakannya selama ini memang benar juga sebagai penyelenggaraan Ilahi, tetapi masih harus diteruskan dengan perjuangan, berpikir keras, dan bekerja keras.
Dari pengerjaan patung JO, Azmir meraih semangat baru untuk bangkit. Di masa pandemi Covid-19, pemesanan patung makin lesu, tetapi Azmir berniat akan lebih aktif menawarkan pembuatan patung-patung realisme bagi tokoh-tokoh penting yang harus dikenang generasi penerusnya.
”Sekarang sedang mempersiapkan patung realis Bu Inggit Garnasih, tokoh perempuan di balik kecemerlangan Bung Karno pada (masa) kolonial Hindia Belanda,” ujar Azmir, yang pada tahun 2020 juga sempat membuat prototipe patung tokoh penyanyi Didi Kempot dan ditawarkan kepada Pemerintah Kota Surakarta, Jawa Tengah.
Selain Inggit Garnasih, Azmir sedang mempersiapkan prototipe patung Laksamana Tadashi Maeda. Maeda adalah seorang perwira tinggi Angkatan Laut Kekaisaran Jepang di Hindia Belanda. Pada tahun 1945, ia menyediakan tempat tinggalnya untuk penyusunan naskah proklamasi kemerdekaan Indonesia.
Dengan karya patung JO yang disertai coretan kata ”Providentia Dei”, kini Azmir makin tegak. Ia berniat mempersembahkan providentia dei lewat kemampuan terbaiknya untuk membuat patung tokoh yang patut dikenang.
Biodata
Nama: Azmir Azhari
Tempat, tanggal lahir : Payakumbuh, Sumatera Barat, 1 Januari 1953
Pendidikan
• 1973-1974: Jurusan Seni Lukis Fakultas Seni Rupa Sekolah Tinggi Seni Rupa Indonesia (STSRI) ASRI Yogyakarta (pindah ke jurusan seni patung pada tahun 1974)
• 1974-1977: Sarjana muda Jurusan Seni Patung Fakultas Seni Rupa STSRI ASRI Yogyakarta (sekarang berubah menjadi Institut Seni Indonesia Yogyakarta)
Beberapa karya patung:
• 1975-1976: Diorama legenda Kamandaka Goa Jatijajar, Kebumen, Jawa Tengah, bersama tim pematung STSRI ASRI yang dipimpin dosen Saptoto
• 1976: Membuat patung dada pahlawan nasional Pierre Tendean di Museum Satria Mandala, Jakarta, bersama mahasiswa Jurusan Seni Patung STSRI ASRI Yogyakarta di bawah pimpinan Kepala Jurusan Seni Patung Edhi Sunarso.
• 1980: Membuat patung dada Raden Ajeng Kardinah, adik Raden Ajeng Kartini, untuk Rumah Sakit Umum Daerah RA Kardinah, Tegal, Jawa Tengah
• 1981: Membuat patung tenaga medis perempuan dari palang merah di Monumen Perjuangan di Wisata Situs Sejarah GM Panggabean (disebut juga Puncak GM Bonan Dolok), Sibolga, Tapanuli Tengah, Sumatera Utara.
• 1985: Membuat patung Ikatan Dokter Indonesia berbentuk patung abstrak simbolik di Kampus Universitas Indonesia, Salemba, Jakarta
• 1986: Membuat patung Monumen Pesut Mahakam di Kota Samarinda, Kalimantan Timur
• 1988: Membuat patung Kinaree dari mitologi Hindu dan Buddha untuk perusahaan maskapai penerbangan Thailand, Thai Airways
• 1990: Membuat patung kepala Gajah Mada dipahat dari batu hijau pesanan kolektor Singapura
• 1991-1996: Membuat enam patung monumen maskot sekaligus penanda perbatasan wilayah Provinsi DKI Jakarta
• 1995: Membuat patung Kendo Master dari Jepang
• 1995: Membuat pesanan pribadi patung realis Burung Elang Peregrine untuk seorang kolektor seni yang berasal dari Hong Kong
• 2004: Membuat monumen Perajin Knalpot di Purbalingga, Jawa Tengah
• 2005: Membuat patung Monumen Panglima Besar Jenderal Soedirman di Purbalingga, Jawa Tengah
• 2013: Membuat patung dada Dr Li Shao Bo untuk Yayasan Zhen Qi Yun Xing di Lanzhou, Gansu, China
• 2015: Rekonstruksi patung Panglima Besar Jenderal Soedirman di Purbalingga, Jawa Tengah
• 2017: Membuat patung Taufik Kiemas pesanan Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat
• 2018: Membuat prototipe patung dada Hasri Ainun Habibie
• 2020-sekarang: Membuat prototipe patung Didiek Prasetyo atau Didi Kempot
• 2021-sekarang: Membuat desain patung monumen Inggit Garnasih dan Laksamana Tadashi Maeda