Agni Malagina, Menularkan "Virus" Kesengsem Lasem
Agni Malagina dan kawan-kawannya meneliti, memotret, dan menuliskan narasi tentang Lasem. Lalu membaginya ke media sosial Sehingga Lasem setenar sekarang. Dia juga mengajak anak muda Lasem utuk mencintai barisan budaya.
Daerah Lasem, yang terletak di pesisir utara Jawa Tengah, dulunya dikenal sebagai daerah yang kurang terawat dan sepi kunjungan wisata. Adalah Agni Malagina (41) yang kemudian menyalakan semangat kesengsem Lasem sambil menggerakkan pelestarian cagar budaya.
Pada Kamis (27/5/2021), Agni bersama Kemendikbud, Yayasan Lasem Heritage, komunitas, akademisi, dan praktisi pelestarian cagar budaya, mendatangi rumah-rumah kuno di Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah. Agni dan kawan-kawan kemudian mengumpulkan data mengenai bangunan bersejarah, termasuk rumah, sekolah, pesantren, dan klenteng, untuk persiapan Lasem menuju penetapan kawasan cagar budaya nasional.
Pembawaan Agni yang ramah dan sederhana, membuat pemilik rumah, kebanyakan masyarakat keturunan Tionghoa, bersedia membuka pintu. Proses pengumpulan data juga berjalan relatif lebih cepat dan mudah karena sebagian warga sudah mengenal Agni sehingga mereka lebih terbuka dalam menjelaskan sejarah dan asal-usul tempat tinggalnya.
Perkenalan Agni dengan kota dan masyarakat Lasem sudah terjadi sejak 2015. Ketika itu, Agni mendapat penugasan untuk menulis tentang budaya dan masyarakat Lasem dari editor majalah National Geographic Indonesia. Latar belakang Agni di bidang sastra dan budaya China dianggap sesuai menuliskan kisah mengenai Lasem.
Meski mendapat penugasan untuk meliput, awalnya Agni tidak tertarik menulis soal Lasem. “Awalnya saya tidak tertarik menulis karena Lasem itu cukup jauh dari Jakarta. Saya harus naik kereta api atau bus dari Jakarta ke Semarang, kemudian melewati jalur pantai utara jawa selama berjam-jam baru sampai di Lasem,” kata pendiri komunitas Kesengsem Lasem ini.
Namun, atas saran dari Mahandis Yoanata, editor National Geographic Indonesia, pada Agustus 2015 Agni berangkat ke Lasem. Di kota yang terkenal dengan sebutan Tiongkok Kecil dan Kota Santri ini, Agni bersama kawannya Ellen Kusuma “kelayapan”. Ia menyusuri jalan dengan tembok tinggi dan tebal yang menjadi ciri khas rumah pecinan di Lasem.
Di balik tembok-tembok tinggi dan tebal yang mengelilingi pekarangan tempat tinggal warga itu, terdapat rumah-rumah kuno yang berusia ratusan tahun. Warna cat kayu yang kusam tidak berkilat, tembok yang terkelupas di beberapa bagian, serta ukuran dan bentuk daun pintu dan jendela yang tidak biasa menunjukkan rumah-rumah Lasem dibangun pada masa yang telah lampau. Dalam perjalanannya, Agni bertemu dengan oma dan opa pemilik rumah.
Beberapa orang mulanya terlihat curiga melihat kedatangan Agni. Hal itu disebabkan mereka belum terbiasa menerima tamu. Beberapa rumah kuno juga tidak dihuni oleh pemilik aslinya. Para penjaga rumah tidak membiarkan orang asing masuk ke dalam. Meski ada beberapa yang terkesan menutup diri, sebagian orang justru sangat ramah menyambut kedatangan Agni.
“Opa dan oma yang saya temui sangat terbuka. Mereka menceritakan semua hal tentang Lasem. Bagaimana mereka bersedia membuka tidak hanya pintu, tetapi hatinya, membuat saya merasa tertarik pada Lasem, dan bersedia menuliskan cerita tentang kota ini,” ujar Agni.
Pada Oktober 2015, lulusan Sastra China Universitas Indonesia ini, kembali ke Lasem untuk melakukan penelitian. Ia berangkat bersama fotografer Feri Latief. Tulisan Agni mengenai Lasem dimuat di NGI pada Februari 2016 untuk menyambut tahun baru Imlek.
Perasaan kesengsem, atau jatuh cinta pada Lasem, ditularkan tidak hanya melalui tulisan di majalah, tetapi juga melalui sosial media. Pada tahun yang sama, Agni, bersama Feri Latief, Ellen Kusuma, dan Astri Apriyani, mendirikan komunitas Kesengsem Lasem. Mereka juga melibatkan warga lokal, peneliti, dan para ahli untuk terlibat dalam komunitas ini.
Media sosial
Di komunitas ini, tim berbagi tugas untuk melakukan kegiatan-kegiatan seperti meneliti, memotret, dan menuliskan narasi tentang Lasem. Hasil penelitian dibagikan di media sosial, yaitu Twitter, Instagram, dan Facebook. Upaya ini dilakukan demi meningkatkan kepedulian masyarakat mengenai jejak sejarah Lasem yang berada di ambang kepunahan.
Berkat gerakan ini, semakin banyak orang peduli untuk menjaga warisan budaya Lasem. Orang-orang dari luar Rembang mulai berdatangan untuk menikmati daerah dengan nuansa nostalgia ini. Kedatangan tamu turut menggerakkan roda perekonomian warga mengingat banyak turis berbelanja batik, menikmati kuliner, dan menginap di homestay. Anak muda yang tadinya tidak terlalu peduli kini menjadi lebih aktif mempromosikan daerahnya.
Upaya-upaya untuk menjaga kelestarian cagar budaya di Lasem bukan tanpa tantangan. Selama terlibat dalam komunitas, Agni menghadapi sejumlah kesulitan. Misalnya, ada sebagian warga yang memprotes mengapa kawasan pecinan paling sering ditonjolkan dalam tulisannya. Kepada warga, ia menjelaskan bahwa latar belakang pendidikan dan profesi memang di bidang kebudayaan China. "Kalau saya menuliskan sesuatu yang bukan bidang saya, saya khawatir nanti malah tidak tepat," katanya.
Dari situ, warga justru tertarik untuk menulis cerita tentang Lasem dari sudut pandang mereka sendiri. Kesengsem Lasem memfasilitasi semangat ini ini dengan buat sayembara menulis cerita rakyat Lasem. Dari sayembara itu, munculah tulisan-tulisan karya anak bangsa yang melengkapi cerita yang sudah ada tentang Lasem. Menurut Agni, partisipasi anak-anak muda sangat penting untuk membangun Lasem. “Terlepas dari tulisannya, keberanian anak muda untuk berpartisipasi dalam sayembara menulis sangat penting untuk membangun Lasem,” kata Agni.
Kesengsem Lasem kini tidak hanya aktif di dunia maya. Melalui #Klinik Belajar, komunitas ini rutin menyelenggarakan pelatihan menulis, fotografi, dan diskusi mengenai cagar budaya untuk meningkatkan kapasitas anak muda yang tinggal di Lasem. Selama pandemi Covid-19, Kesengsem Lasem juga membuat virtual tour Batik Tiga Negeri dan menginisiasi Pasar Rakyat Lasem untuk membantu perajin batik tulis Lasem yang terdampak pandemi.
Ketertarikan Agni dengan sastra dan budaya China sudah muncul sejak duduk di bangku SMP. Ketika itu, ia sangat suka menonton film silat. Ia merupakan penggemar aktor Jet Li dan Andy Lau. Ketertarikannya semakin kuat setelah kuliah di jurusan Sastra China UI. Agni juga menempuh pendidikan S2 di Program Studi Cina FIB UI.
Selama di kampus, Agni sering ikut dosen untuk melakukan penelitian di berbagai daerah di Indonesia. Dari sini, ia mulai suka menjelajah. “Tadinya cuma diajak dosen untuk jalan-jalan atau main-main. Bersama dosen, saya tidak sekedar plesiran, tetapi juga penelitian,” ujarnya.
Dari yang mulanya kerap membuat tulisan akademik, Agni belajar menulis dengan gaya popular untuk dimuat di majalan dan media online. Ia percaya jenis tulisan popular sangat dibutuhkan untuk membumikan hasil-hasil penelitian dan membuat generasi muda bisa mengenal kebudayaan daerah. Ia meliput dan menuliskan kisah tentang China Timor, China Madura, Singkawan, Pecinan Yogyakarta di Ketandan, dan beberapa tema kebudayaan China, seperti Imlek, berbagai legenda, tradisi, dan makanan tradisional China juga dituliskan. Dalam menuliskan kisah ini, ia berkolaborasi dengan peneliti dan ahli untuk mendokumentasikan peninggalan-peninggalan sejarah.
Pengetahuan yang luas di bidang kebudayaan China, ditambah dengan sikap ramah dan semangat menjelajah membuat Agni mudah diterima oleh semua kalangan. Ia dekat tidak hanya dengan peneliti dan para ahli arsitektur dan kebudayaan, tetapi juga warga lokal. Menurut Agni, setiap daerah yang didatangi menawarkan keberagaman dan keunikan yang tidak mudah ditemui di tempat lain. Lasem misalnya, sangat unik dan berbeda dari daerah lain. Kekhasan kebudayaan ini harus dijaga kelestariannya karena mengandung identitas masyarakat Indonesia. (DNA)
Nama: Agni Malagina
Tempat tanggal lahir: Bandung 26 Desember 1979
Pendidikan:
S1 Sastra China UI (1999)
S2 Program Magister Ilmu Susastra UI (2004)
Kegiatan:
Kesengsem Lasem
Yayasan Lasem Heritage