Kuwat Triyana, Tokoh di Balik GeNose Si Pengendus Covid-19
Kuwat Triyana adalah sosok penting di balik inovasi GeNose, alat yang bisa mengendus Covid-19 dari embusan napas penderita. Bagaimana cerita di balik perjalanan GeNose?
Kuwat Triyana (53) yakin, setiap masalah pasti ada solusinya. Karena itu, ia terpanggil membantu mencarikan solusi untuk mendeteksi penderita Covid-19. Ia dan tim riset Universitas Gadjah Mada merancang GeNose C19 yang bisa mendeteksi Covid-19 hanya dengan embusan napas penderita.
GeNose telah mendapat izin edar dari Kementerian Kesehatan pada 24 Desember 2020. Kuwat dan tim pun sibuk melatih sejumlah pihak untuk menggunakan GeNose dan mempersiapkan produksi massal GeNose agar bisa segera dimanfaatkan oleh masyarakat.
“Kami senang GeNose diakui. Inovasi deteksi Covid-19 dari dalam negeri ini diekspose karena berhasil mengantongi izin edar dari Kemenkes. Namun, jangan sekadar pengakuan…. Kami berharap bisa dipanggil Kemenkes untuk menjelaskan GeNose. Jika masih ada yang kurang, kami siap memperbaikinya,” ujar Guru Besar Departemen Fisika, UGM ini, di Yogyakarta, Senin (18/01/2021).
Meski telah mendapat izin edar, sampai saat ini GeNose beum dimasukkan ke dalam ekosistem pendeteksian Covid-19 yang diakui Kemenkes. Kuwat dan tim sangat berharap GeNose bisa dimasukkan ke dalam ekosistem pendeteksian Covid-19 seperti tes cepat antibodi maupun antigen. Dengan demikian, alat ini bisa dipakai di rumah sakit dan layanan kesehatan untuk mendekteksi Covid-19 dan memutus penyebaran Covid-19.
"Kenapa sekarang Indonesia belum (bisa memutus penyebaran Covid-19), karena jumlah testing termasuk terkecil di dunia sehingga banyak orang tanpa gejala atau OTG yang bekerliaran,” tegas Kuwat.
Baca juga: GeNose, Alat Deteksi Covid-19 Buatan UGM Dapat Izin Edar dari Kemenkes
Sejauh ini, ribuan alat ini telah dipesan berbagai pihak. Kementerian Perhubungan juga menyatakan telah memesan 200 GeNose untuk mendeteksi Covid-19 pada pengguna moda transportasi umum (Kompas, Senin (25/1/2021).
GeNose telah melalui uji diagnostik yang melibatkan hampir 2.000 orang. Diperoleh kesimpulan GeNose memiliki akurasi tinggi untuk deteksi Covid-19. Sensitivitasnya mencapai 90 persen, spesifitas 96 persen, akurasi 93 persen, dengan PPV 88 persen dan NPV 95 persen.
GeNose yang harga jualnya sekitar Rp 62 juta, punya keunggulan dibanding metode tes cepat lainnya. Satu alat GeNose bisa dipakai untuk memeriksa 120 orang per hari. Biaya tes Covid-19 dengan GeNose juga relatif murah dibandingkan tes antibodi atau antigen, yakni sekitar Rp 25.000 per tes. Selain itu, hasilnya bisa diketahui dalam 2-3 menit. Alat ini bisa dipakai untuk mendeteksi seseorang terinfeksi Covid-19 setelah yang bersangkutan dua hari terpapar penyakit.
Diremehkan
Sejak wabah Covid-19 merebak di Wuhan, Kuwat tergugah untuk berkontribusi mengatasi penyakit baru ini. Ia mempelajari cara kerja virus korona baru penyebab Covid-19 dari berbagai jurnal ilmiah. Dari situ ia tahu, virus merusak sistem tubuh. Ia mengandaikan, jika tubuh terluka dan ada patogen bakteri/virus yang masuk, maka akan muncul bau.
Sebagai ilmuwan yang bergelut dalam pemanfaatan material dan sistem sensor, ia yakin bau itu bisa dideteksi. “Saya pakai intuisi dari fakta dan informasi yang ada. Virus Covid-19 itu masuk ke saluran pernapasan. Berarti merusak di situ sehingga (baunya) bisa dideteksi lewat napas,” tuturnya.
Jauh sebelum pandemi Covid-19 terjadi, Kuwat, telah mengembangkan teknologi sensor deteksi bau, e-nose, selama 12 tahun. E-nose awalnya ia kembangkan untuk menguji keaslian dan kualitas produk pertanian seperti kopi dan vanili lewat baunya. Sejak 2016, ia mulai mengembangkan e-nose untuk mendeteksi penderita TBC dan pengguna narkotika.
Jalan untuk memanfaatkan e-nose pada kasus Covid-19 terbuka ketika koleganya, dokter Dian Kesumapramudya Nurputra, kesulitan memperoleh alat tes usap PCR. Ia bertanya, apakah mungkin e-nose bisa dimanfaatkan untuk mendeteksi Covid?
Kuwat yakin, e-nose bisa dipakai untuk mendeteksi bau khas napas penderita Covid-19. Ia dan Dian pun sepakat melakukan riset bersama pemanfaatan e-nose untuk deteksi Covid-19. Awal Mei 2020, Dian mulai mencoba e-nose untuk memeriksa pasien Covid-19 yang dirawat di ruang isolasi.
Alat yang kemudian diberi nama GeNose C19 itu, mendeteksi pola volatile organic compounds (VOC) atau senyawa organik mudah menguap yang terdapat pada embusan napas seseorang. Pola khas VOC pada penderita Covid-19 itu dibaca oleh teknologi kecerdasan buatan.
Awalnya, GeNose mendapat respon negatif. Bahkan, ada seorang dosen dari perguruan tinggi lain mengatakan, GeNose seharusnya tidak diberi izin edar karena kemampuannya mendeteksi “bau Covid-19” bisa dikalahkan oleh bau jengkol.
Kuwat mengaku harus menguatkan anggota timnya yang berusia muda supaya tidak baper alias terbawa perasaan. “Saya mau menanggapi apa? Saya juga tidak bisa melarang anggota tim yang menanggapi (respon negatif) lewat media sosial. Saya mencoba silaturahmi dengan dosen tersebut,” kenangnya.
GeNose juga sempat diremehkan karena cara kerjanya berbeda dengan cara kerja tes cepat Covid-19 yang ada di pasaran. “Saya cerita sampai akhir April enggak ada yang tertarik. Tapi saya maklum, memang respon atas ide riset sering begitu. Saya dari dulu sudah sering disepelekan orang, jadi ya tidak baper. Dunia riset di Indonesia ya memang kayak gini. Apalagi, mohon maaf, karena cara berpikir untuk medis itu kiblatnya alat modern di Barat. Konsep embusan napas untuk mendeteksi Covid-19 karena tidak lazim, ya sulit diterima,”
Sikap Kuwat yang tidak baper itu berujung manis. Ia mengaku mendapat banyak masukan dari kolega maupun para pengkritiknya. Ia juga disadarkan, tidak ada teknologi yang sempurna sehingga harus terus dikembangkan.
Saat ini, Kuwat sedang memikirkan pengembangan GeNose pasca pandemi. Ia ingin GeNose nantinya bisa diandalkan untuk mendeteksi pneumonia yang disebabkan oleh bakteri atau virus, kanker paru, gangguan ginjal, dan penyakit terkait saluran pernapasan.
“Setelah pandemi berlalu, GeNose tidak akan jadi barang rongsokan. Nanti GeNose bisa dimultifungsikan, difungsionalkan untuk penyakit lain. Otak GeNose akan di-update,” ujar Kuwat yang siap bersinergi dengan koleganya di sektor kesehatan demi kemajuan dunia kesehatan Indonesia.
Baca juga: GeNose C19 Perlu terus Dikembangkan
Kuwat Triyana
Lahir: Semarang 14 September 1967
Pendidikan:
- S1 Fisika Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta (1991)
- S2 Fisika Institut Teknologi Bandung (1997)
- S3 Engineering, Department of Applied Science for Electronics and Materials, Kyushu University, Jepang (2004)
Karier:
- Ketua Departemen Fisika FMIPA UGM
- Physical Society of Indonesia
- Materials Research Society of Indonesia
Penghargaan
Anugerah UGM Tahun 2020
Daftar Paten, antara lain:
- Metode Deteksi Gelatin Babi Dengan Hidung Elektronik
- Alat dan Metode Karakterisasi Sensor Gas Berbasis Quartz Crystal Microbalance
- Dehumifidier untuk meningkatkan Unjuk Kerja Sistem Pada Unit Hidung Elektronik terhadap Sampel Cairan
- Metode Karakterisasi Sensor Gas NO2