Puisi-puisi Asa Jatmiko
Asa Jatmiko lahir di Purbalingga, 1976. Ia menulis puisi, cerpen, esai, naskah drama dan film. Juga sutradara teater.
Des
datanglah lagi kemari, sudut café yang senyap
yang kau sebut damai memapahmu lunglai
jejak kaki keledai, beludru biru dan telapak tangan badai
lepuh dibantai setahun pukulan tak terperi
datanglah lagi kemari, sofa gigitan tikus-tikus
sebab kita tak pernah bisa sesempurna malam ini
bintang dan langit adalah dingin yang hangat
dimana kau dan aku saling dekap
Kudus, 2023
Baca juga: Puisi-puisi Chalvin Pratama
Di Atas Haluan Cakranawa
Di atas haluan berdua saja kita berdiri
Memandang ombak laut, timbul tenggelam
Menyimpan dendam yang memagut maut
Kulihat sepasang matamu meredup
Seperti matahari yang sebentar lagi terbenam
Kita akan segera sampai di pelabuhan
Kasur dan bantal di kamarmu telah menunggu
Ah, namun rupanya kita mulai terbiasa di sini
Melihatmu selalu terjaga dan sibuk bekerja
Sunyi dan rindu itu, menguap ke udara
Dan aku semakin akrab dengan keringatmu
Kita akan segera sampai di perhentian
Dimana harus berpura-pura kuat
untuk mengucapkan selamat tinggal.
Di atas haluan, dimana berdua saja kita berdiri
Cakrawala membentang ketakpastian
Badai bisa saja tiba-tiba mengoyak buritan
Atau merobek lambung kapal
dan menghempaskan semua bekal
Dan kita terombang-ambing tanpa tambatan
Tanpa nahkoda, dan tanpa masa depan
Sayang, jika aku bisa dan boleh meminta
Aku pasti memintamu untuk tetap di sini
Namun jika pun kita harus berpisah
Biarlah kapal melaju melayari seluruh lautan
Melanjutkan kemurnian nawacita
Nahkoda yang mempertaruhkan jiwa raganya
untuk keselamatan seluruh rakyatnya.
Kudus, 29 Juli 2023
Baca juga: Puisi-puisi Sthiraprana Duarsa
Surat Cinta untuk Saudara Tua
Kau terlebih dulu ada
sebagai saudara tua yang setia
Kau terlebih dulu berada di sini
siang malam diam-diam menanti
hingga bunga-bungamu bermekaran
menjadi buah-buah yang ranum
dan tersaji pada saatnya nanti
”Tanah itu menumbuhkan tunas-tunas muda,
segala jenis tumbuhtumbuhan yang berbiji,
dan segala jenis pohon-pohon
yang menghasilkan buah yang berbiji.”
Kau terlebih dulu bangun dan beranjak ke dapur
membuka katup-katup klorofil, sepagi itu tungku-tungku menyala
”Aku tidak ingin melewatkan peristiwa-peristiwa penting,
saat nanti berjumpa denganmu,
saat kamu berkisah tentang perjalananmu yang melelahkan,
saat aku mendengar kemenangan-kemenanganmu.”
Ah, aku tidaklah sehebat yang kau sangka
hidupku melata, selalu di bawah dan tak berjarak dengan tanah,
terperosok dalam gelap sejak tahuntahun pertama,
tapi kau baik luar biasa,
tetap menerimaku sebagai saudara
kau menyuapi bibirku yang kering,
hingga aku pulas tanpa berterimakasih.
”Tanah itu menumbuhkan tunas-tunas muda,
segala jenis tumbuhtumbuhan yang berbiji,
dan segala jenis pohon-pohon
yang menghasilkan buah yang berbiji.”
Diam-diam kau isi bekalku berkarung rezeki,
kau siapkan setiap pagi,
setiap aku di sini,
setiap aku hendak pergi,
setiap hari.
”Ingat, ya, jangan lupa berbagi,
seperti yang aku lakukan padamu,
lakukan juga kepada sesamamu.”
Kau bahkan terlebih dulu ada
bukan untuk memenangkan segala perkara,
tetapi untuk melestarikan warisan cinta,
Bertumbuh dan berbahagialah senantiasa
Kau saudara yang paling paham suka duka.
Kudus, 20, November 2022
Baca juga: Puisi-puisi Toto ST Radik
Aku Bertanya
aku bertanya kepada makanan
dan yang menjawab hanya mie instan
aku bertanya kepada jalanan
yang menjawab barisan motor matik
aku bertanya kepada rembulan
yang menjawab suara jangkerik notifikasi pesan
aku bertanya kepada sejarah
buru-buru dijawab semua
oleh google yang kau sebut simbah
aku bertanya kepadamu
dan kamu diam
yang bicara hanya emoji dan emoticon
aku bertanya tentang kemerdekaan
tapi tak jadi
aku kuatir jika sungguh
tak ada jawaban yang pasti.
Kudus, 27 Agustus 2022