logo Kompas.id
SastraPohon Larangan di Bengayoan
Iklan

Pohon Larangan di Bengayoan

Malam hari di rumah panggung papan itu biasanya penuh kehangatan, tetapi tak begitu malam itu. Mungkin sebab siang tadi Alman yang tak pulang seharian.

Oleh
NAFI’AH AL-MA’RAB
· 7 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/8N_XdGmOb69x2eSWcCdL0DhIbIY=/1024x1324/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F09%2F30%2Ffb52f864-9c74-40d0-a52d-e368ea7da184_jpg.jpg

Pagi berhujan di dusun itu amat baik untuk keduanya. Ini membuat aliran air lebih deras menuju ke hilir. Setiap rakit bambu bisa melaju lebih kuat, cepat, tanpa harus mendorong atau menariknya. Pekerjaan membuat kendaraan yang setiap hari harus mereka tinggalkan di hilir itu bisa lebih mudah. Setidaknya karena terbayang perjalanan dari Bengayoan menuju ke Rantau Langsat akan lebih lancar tanpa kendala.

Dua anak itu bertahun-tahun begitu hidupnya, di sebuah dusun tersuruk kawasan Taman Nasional Bukit Tiga Puluh. Dusun Bengayoan namanya. Apabila petang hari tiba, keduanya memilih bambu-bambu kering di tepi sungai. Dipotong-potong, disusun-susun sehingga mampu dan cukup menyanggah tubuh keduanya. Bukan sekali dua kali, melainkan setiap hari. Lalu pagi-paginya keduanya menggunakan rakit itu untuk berangkat ke sekolah di Desa Rantau Langsat. Sekitar satu jam perjalanan mengapung di atas air. Keduanya akan sampai di daratan. Jika sudah sampai di hilir, salah seorang dari anak itu akan memanggil perempuan-perempuan pengunyah sirih yang biasanya sudah menanti-nanti di tepi sungai.

Editor:
MOHAMMAD HILMI FAIQ
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000