Persaingan DPD Bali, Munculnya Format Baru dan Tersisanya Sosok Arya Wedakarna
Rai Mantra, Arya Wedakarna, Ni Luh Djelantik, dan Komang Merta meraih dukungan suara terbanyak pemilu DPD 2024 di Bali.
Reposisi politik anggota perwakilan daerah di Bali terjadi dan menyisakan Arya Wedakarna, politisi sekaligus pesohor yang sarat kisah kontroversial. Dengan konfigurasi yang terbentuk, seperti apa wajah DPD Bali mendatang?
Selain kisah keberhasilan PDI-P mempertahankan keunggulannya di tengah goyahnya loyalitas pemilih terhadap pasangan caon presiden-calon wakil presiden yang diusung partai, Pemilu 2024 lalu di Bali menguak pula persaingan perebutan kursi anggota DPD yang menarik dicermati. Di antaranya, bagaimana Arya Wedakarna mampu bertahan, merebut kembali kursi DPD, dan kehadiran sosok politisi DPD baru yang diperkirakan turut mewarnai arah politik kedaerahan Bali dalam panggung nasional mendatang.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Menarik dicermati, bagaimana hasil pemilu melahirkan konfigurasi baru DPD di Bali. Berdasarkan rapat pleno rekapitulasi suara pemilih di Provinsi Bali, Sabtu (9/3/2024) lalu, setidaknya ada dua konsekuensi hasil yang terjadi. Pertama, distribusi perolehan suara dukungan anggota DPD kali ini relatif lebih kompetitif dibandingkan dengan pemilu sebelumnya.
Pada pemilu kali ini, terdapat empat sosok yang diperkirakan merebut kursi DPD. Berturut-turut adalah Ida Bagus Rai Dharmawijaya Mantra, Shri I Gusti Ngurah Arya Wedakarna Mahendradatta Wedasteraputra Suyasa, Ni Luh Putu Ary Pertami Djelantik, dan I Komang Merta Jiwa.
Keempat calon anggota DPD tersebut mampu meraih dukungan pemilih dalam hitungan yang tidak berjarak jauh. Sang pemuncak, Ida Bagus Rai Dharmawijaya Mantra, meraih dukungan 494.698 suara. Menyusul Shri I Gusti Ngurah Arya Wedakarna Mahendradatta Wedasteraputra Suyasa, atau biasa disebut Arya Wedakarna (AWK), dengan dukungan 378.300 suara. Ni Luh Putu Ary Pertami Djelantik meraih 377.152 suara dan terakhir, I Komang Merta Jiwa, meraih dukungan 363.440 suara.
Dibandingkan dengan persaingan DPD pada pemilu sebelumnya, kondisi saat ini terbilang jauh berbeda. Pada Pemilu 2019 lalu, pemuncak dukungan adalah Arya Wedakarna.
Saat itu, tidak kurang dari 742.781 suara diraih, atau hampir sepertiga total pemilih (32 persen). Prestasi Arya Wedakarna terpaut sangat jauh dari ketiga anggota DPD lainnya, yaitu Made Mangku Pastika (269.790 suara), Anak Agung Gde Agung (229.675 suara), dan Bambang Santoso (126.100 suara).
Dengan membandingkan perolehan dukungan yang dikuasai setiap calon anggota DPD, tampak jelas pemilu kali ini terbilang lebih kompetitif. Apabila pada pemilu lalu distribusi suara lebih terkonsentrasi pada pemuncak persaingan, Arya Wedakarna, dan berjarak sangat jauh dengan ketiga pemenang lain, maka hasil pemilu kali ini cederung terdistribusi lebih merata pada keempat pemenang kursi DPD.
Lebih konkret lagi, jika pada pemilu sebelumnya, dengan penguasaan dukungan 126.100 suara sudah dapat meraih kursi DPD, maka kali ini tidak cukup. Dibutuhkan sedikitnya 363.440 suara, atau hampir tiga kali lebih besar, untuk merebut kursi DPD.
Hasil Pemilu 2024 DPD Bali
Pada pemilu kali ini, sosok calon anggota DPD seperti I Wayan Geredeg yang mampu menguasai dukungan hingga 144.346 suara atau calon lain, seperti I Ketut Wisna (143.027 suara), tidak mampu meraih kursi DPD. Bahkan, sosok petahana Bambang Santoso, yang kali ini mampu meningkatkan dukungan pemilih menjadi 131.876 suara, tidak lolos.
Kedua, sejalan dengan hasil pemilu, terjadi reposisi wajah DPD yang terbentuk. Kecuali Arya Wedakarna yang masih bertahan, kemunculan Ida Bagus Rai Dharmawijaya Mantra, Ni Luh Putu Ary Pertami Djelantik, dan I Komang Merta Jiwa menjadi wajah baru DPD.
Ida Bagus Rai Dharmawijaya Mantra, kelahiran 30 April 1967, dikenal sebelumnya sebagai Wali Kota Denpasar dua periode (2010-2021) dan juga pernah menantang I Wayan Koster dalam pilkada gubernur 2018 lalu.
Putra mantan Gubernur Bali Ida Bagus Mantra itu sebelum menggenggam jabatan politik telah bergelut dalam dunia wirausaha dan aktif dalam berbagai jabatan organisasi, seperti Hipmi dan Kadin Bali. Ia juga penyandang gelar doktor ilmu manajemen dari Universitas Udayana. Dalam kajiannya, Rai Mantra mengangkat peran modal budaya dalam lembaga perkreditan desa di Bali.
Selain Rai Mantra, sosok yang juga bersentuhan dengan perekonomian dan bisnis adalah Ni Luh Putu Ary Pertami Djelantik. Ni Luh Djelantik, asal Buleleng kelahiran 15 Juni 1975 itu, dikenal sebagai perancang busana dan sepatu.
Lulusan Universitas Gunadarma yang selanjutnya merintis kerja dan usaha di Bali itu mampu melenggang ke panggung dunia fashion melalui beragam rancangan yang dikabarkan diminati para pesohor dunia. Munculnya Ni Luh Djelantik membawa Bali dalam panggung internasional, selain di bidang pariwisata.
Sebagai wajah baru dalam panggung DPD, kehadiran I Komang Merta Jiwa tampaknya semakin memperkuat politik kedaerahan Bali. Pria kelahiran Desa Batur Selatan, Kintamani, Bangli, ini dikenal dengan keaktifannya pada organisasi massa Bali Shanti yang merupakan gabungan dari Laskar Bali Shanti dan Baladika Bali Angunggah Shanti. Dalam pemberitaan sepanjang pemilu, ia bertekad memperjuangkan daerah asalnya dan Provinsi Bali menjadi daerah istimewa seperti DI Yogyakarta.
Sisi menarik lain, reposisi wajah politik DPD Bali kali ini diwarnai pula oleh bertahannya sosok kontroversial Arya Wedakarna dan sebaliknya, tersingkirnya petahana Bambang Santoso.
Caleg petahana Arya Wedakarna kembali terpilih
Arya Wedakarna, sepanjang kariernya di DPD, kerap menampilkan diri sebagai sosok kontroversial. Pria kelahiran 23 Agustus 1980 itu sebelumnya sudah dua kali duduk sebagai anggota DPD. Periode 2014-2019, ia mampu mendapatkan dukungan 178.934 suara. Periode berikutnya (2019-2024), dukungan pemilih menjadi empat kali lebih besar (742.781 suara). Namun, pada ujung periode kedua jabatannya, ia diberhentikan akibat sanksi berat berdasarkan sidang kode etik Badan Kehormatan DPD.
Pemberhentian Arya Wedakarna tidak lepas dari beragam ucapan dan pandangannya. Terakhir, sosoknya dianggap rasis lantaran ucapannya kepada pekerja bea cukai Bali yang menggunakan kerudung. Dalam video yang beredar, pernyataannya meminta para petugas wanita untuk menggunakan baju khas Bali tanpa penutup kepala menjadi viral dan menuai banyak protes. Memahami adanya pihak-pihak yang merasa tersinggung, ia telah menyampaikan klarifikasi dan permohonan maaf.
Sebelumnya, sikap politisi yang menyandang gelar doktor ilmu pemerintahan dari Universitas Satyagama, Jakarta, ini juga kerap menuai kontroversi. Ia pernah mengaku sebagai keturunan Raja Majapahit (2009), menyatakan penolakan terhadap keberadaan perbankan syariah di Bali (2014), dituding provokator penolakan Ustaz Abdul Somad yang akan melakukan dakwah di Bali (2017), hingga menyampaikan penyataan rasis yang membawanya pada pemberhentian sebagai anggota DPD.
Sekalipun kontroversial, posisi politik Arya Wedakarna di Bali tetap kuat di mata pendukungnya. Itulah mengapa, kembalinya Arya Wedakarna ke dalam panggung politik DPD, sekalipun kali ini dukungan suaranya menurun, ditengarai semakin memperkuat posisi politik kedaerahan Bali.
Caleg petahana Bambang Santoso tidak terpilih
Di sisi lain, penurunan suara dukungan Arya Wedakarna berimbas pada semakin tersebarnya dukungan pemilih pada sosok-sosok calon anggota DPD yang lain. Dalam hal ini, konsentrasi dukungan menjadi semakin kompetitif. Salah satu korbannya, politisi Bambang Santoso.
Kegagalan Bambang Santoso mempertahankan kursi DPD yang diraih periode sebelumnya, menarik dicermati. Bambang Santoso sebelumnya dikenal sebagai salah satu pemimpin komunitas Islam di Bali yang aktif dalam beragam organisasi, termasuk organisasi sosial kemasyarakatan. Putra kelahiran Jepara, Jawa Tengah, 1 Desember 1969, yang memulai karier sebagai pengusaha itu juga menjadi sosok Muslim pertama di Bali yang berhasil menduduki jabatan politik DPD.
Baca juga: Di Bali, Benteng Banteng Masih Tersisa
Pada pemilu kali ini, sebenarnya walau tidak signifikan, suara dukungan terhadap Bambang Santoso meningkat. Setidaknya, terdapat tambahan dukungan 5.776 suara. Kota Denpasar, Kabupaten Buleleng, dan Jembrana menjadi penyumbang terbesar suara.
Hanya, jumlah 131.876 suara yang ia raih kali ini masih terlalu jauh, bahkan kurang dari separuh, dari batas terendah kelolosan anggota DPD Bali kali ini. Dengan kegagalan Bambang Santoso, yang kerap direpresentasikan sebagai keberadaan minoritas di Bali, wajah DPD Bali kali ini menjadi berbeda. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga: Komeng dan Rekor Tertinggi Suara di Pemilu DPD Sepanjang Masa